4

261 119 5
                                    

enjoy!


"Dir, napa muka lo tuh? Serem amat" kata Gilang menepuk bahu Dirgan.

"eh Dir, Rio mau ngundurin diri jadi ketua geng. Lo mau kan gantiin dia?" ujar Kevin saat mereka berkumpul di kantin. Inilah kebiasaan ketiga pelajar yang selalu membuat sekolah heboh itu, apalagi kalau bukan membolos.

"gak peduli" Dirgan menyesap latte yang ia pesan. Ia benar-benar kesal sekarang.

"ayolah Dir, lo pasti mau banget kan? Waktu itu lo bilang kalo pingin banget nge-gantiin posisi Rio" tambah Gilang. Dirgan terlihat berpikir, ia ingin sekali menggantikan posisi Rio sebagai ketua geng, bukan geng sekolah. Lebih tepatnya perkumpulan cowo-cowo tiap sekolah yang kerjanya keroyokan.

"ya gue mau"

Gilang dan Kevin tersenyum penuh kemenangan, semoga saja rencana mereka berhasil.

Tepat tengah malam, Dirgan bersama teman-temannya tiba di sebuah club malam. Tak butuh waktu lama mereka bergabung dengan geng yang akan Dirgan ketuai jika ia berhasil menjalankan tantangan yang diberikan.

"jadi lo Dirgan yang mau nge-gantiin gue?" Tanya Rio, Dirgan pun mengangguk sambil menghidupkan rokoknya dengan pematik api.

"selama ini, gue nungguin orang kayak lo. Jadi lo mampu kan ngejalanin tantangannya?" lagi-lagi Dirgan mengangguk.

"santai aja, ini minum" Rio memberikan segelas wine yang ia pesan.

"thanks" Dirgan pun meneguk minuman itu, sensasi panas langsung terasa di tenggorokannya.

"seperti biasa, lo tau kan tantangannya?"

"gue tau harus apa" ucap Dirgan tanpa ragu.

"bersulang untuk Dirgan calon ketua" mereka pun bersulang sebelum meminum minuman aneh itu.

Dengan keadaan setengah sadar, Dirgan mengendarai motor gedenya. Untung saja besok sabtu, berarti sekolah akan libur. Ia tiba di rumah besarnya tepat pukul 4 pagi. Tak ada satu orang pun yang berani melawan Dirgan tak terkecuali dengan ayahnya sendiri. Ayahnya pun kewalahan menghadapi sikap anak laik-lakinya itu.

Di mata orang lain, kehidupan Dirgan lah yang paling sempurna jauh dari kata cacat. Semua bisa ia miliki dengan sekejap mata. Tetapi menurut Dirgan, ia selalu merasa ada sesuatu yang kurang dalam kehidupannya. Entah ia sendiri tidak tahu apa itu.

Setibanya di kamar, Dirgan langsung membaringkan badannya di kasur king size-nya. Ia terlalu lemas untuk melepas jaket dan kaos kaki yang masih ia kenakan.

---

Cahaya matahari menyeruak menghiasi seluruh sudut kamar Laras yang berdinding biru muda itu. Perlahan ia membuka kedua matanya. Tumben sekali tidurnya tidak diganggu oleh mimpi buruk.

Setelah membereskan kamar dan melakukan ritual pagi, Laras membantu bibinya memasak di dapur.

"bi yang ini Laras potong dadu ya" Laras sudah lihai dalam dunia masak karena masak salah satu hobinya. Tak ayal masakannya selalu menjadi favorit di rumah bibinya.

"yang ini juga, Ras" Laras dengan cekatan memotong bahan makanan tersebut ya, seperti chef pada umumnya.

Setelah menghabiskan sarapan di ruang makan, tak banyak hal yang dapat dilakukan oleh Laras. Ia selalu dilanda oleh rasa kebosanan. Mungkin hari ini ia harus pergi berjalan-jalan? Entahlah.

"Ras, lo mau gak temenin gue beli kado? Lo kan cewe" pinta Bang Ricky, sepupunya.

"boleh Bang, Laras juga bosen di rumah. Tunggu Laras ganti baju dulu" ujar Laras bersemangat karena tak biasanya Bang Ricky mengajaknya pergi, pasti Leo yang selalu diajak bukan dirinya.

"ayo bang" mobil milik Bang Ricky meluncur menuju suatu mall.

"ayo-ayo, lo kira gue abang ojek apa" sedangkan Laras hanya terkekeh.

"mau beli kado untuk doi ya Bang?" Tanya Laras penasaran sedangkan Bang Ricky hanya tersenyum malu menanggapinya.

"bagusnya apa ya dek?" Laras menjetikkan tangannya.

"dress? Teddy bear? Baju couple? Cokelat?" usul Laras, sebenarnya ia ingin juga diberikan hal seperti itu oleh pacarnya nanti. Memikirkannya saja membuatnya tersenyum senang.

Setelah membeli beberapa kado untuk pacar Bang Ricky, mereka pun segera memesuki sebuah restaurant untuk sekedar mengisi perut.

"dek, mau pesen apa?" Tanya Bang Ricky setelah memanggil pelayan.

"makanannya yang ini, terus ini, minumnya yang diminum sama mbak-mbak yang disana, udah itu aja" ucap Laras sambil menyengir.

"beneran itu aja?" Laras mengangguk.

"samain kaya dia, mbak" pelayan tersebut mengulang pesanan kemudian pergi.

Sambil menunggu makanan, mereka mengobrol dan sesekali tertawa. Tak berapa lama pun makanan datang ke meja mereka.

"selamat makan, doa dulu dek" ujar Bang Ricky melihat Laras yang sudah mencomot makanannya.

"oh iya lupa"

"masi laper dek?" Laras menggeleng.

"aduh bang, ini perut udah keisi penuh" Laras menepuk-nepuk perutnya.

"udahan yuk, kita pulang" ajak Bang Ricky



Behind the FaultTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang