16

97 17 6
                                    

Tyas berpikir keras, bagaimana cara mengatasi permasalahan yang dialami kedua sahabatnya itu. Yang satu terlihat murung dan yang satu terlihat bahagia. Banyak ide muncul di pikiran Tyas membuatnya bingung harus menjalankan yang mana. Bel istirahat yang ditunggu-tunggu pun berbunyi, dengan semangat Tyas menarik kedua sahabatnya itu ke kantin.

"lo mau pesen apa? Biar gue yang pesenin" tawar Tyas memecah keheningan.

"bebas" jawab mereka serempak. Tiga mangkuk mie ayam dan es teh pun sudah tersajikan di atas meja kantin mereka dengan Tyas yang bersusah-payah membawanya.

"lo kenapa senyam-senyum Mi? kayanya bahagia banget" celetuk Tyas.

"gue lagi ngeliatin doi" balasnya membuat Laras makin menekuk wajahnya.

Tyas hanya menggeleng-geleng melihat tingkah mereka berdua "eh tapi doi banyak yang nyukain," tambah Mia dan melirik Laras.

"wah lo seharusnya harus sportif dong, biar doi yang nentuin dimana hatinya berlabuh" jelas Tyas seraya menyindir Laras.

"ok, gue sudah sportif tapi sedikit agresif" ujar Mia bangga. Mia dengan tampang cantik dan genitnya dapat memikat banyak cowok, tak terhitung sudah berapa mantan ia miliki selama ini.


Laras hanya dapat diam ketika melihat Mia dengan lincahnya mendekati Dimas di depan pintu kelas. Dengan pelan Laras berjalan melewati mereka namun Dimas menyadarinya.

"Ras, pulang bareng lagi yuk" ajak Dimas di depan Mia. Laras hanya tersenyum tipis kemudian menggeleng, ia terlalu mengalah.

Dimas mengerucutkan bibirnya "ayolah, gue juga naik bus"

Mia merasa diasingkan maka ia buru-buru menarik tangan Dimas sebelum pergi menuju Laras "pulang bareng gue aja, gue bawa mobil kok"

"tapi-"

"udahlah, lo bareng Mia aja. Duluan ya" sesak di dada berusaha ia tahan dan berlari kencang meninggalkan Dimas dan Mia.

"Mi, gue pulang bareng temen yang lain aja, thanks" tolak Dimas membuat Mia menghentakan kakinya kesal.

---

Tugas jurnalistiknya masih banyak belum Laras revisi. Hal itu membuat pikirannya melayang entah kemana. Ponselnya bergetar menandakan line masuk dan nama Dimas terpampang disana. Jantungnya masih berdetak lebih cepat ketika mendengar atau melihat nama itu. Laras mengambil ponselnya dan membaca line Dimas yang membicarakan hal random seperti 'sudah belajar? sudah makan? sudah mandi? sudah tidur? apa gue ganggu? Berangkat bareng gue? jangan di read doang, gak usah belajar, temenin gue sekarang, kacang mahal, dan lain-lain' membuat senyuman terpancar di wajah Laras. Ia memilih untuk tidak membalas line tersebut dan kembali berkutat pada tugasnya.

Hari-hari berlalu dengan cepat, Dimas semakin gencar mendekati Laras tetapi Laras semakin menjauh dari Dimas. ia berusaha untuk merelakan, begitulah kata orang tuanya dulu.

Siang ini tugas Laras untuk membawa buku teman-temannya menuju kantor guru ditemani Mia dan Tyas yang ikut membantunya. Buku-buku pun sudah tertumpuk rapi diatas meja wali guru mereka. Mereka menyusuri koridor sekolah yang terhubung dengan lapangan. Di pinggir lapangan penuh dengan murid-murid yang tertarik untuk melihat pertandingan basket.

"nonton dulu yuk, males nih ke kelas" ajak Tyas, untuk kali ini Laras mengiyakannya karena ia ingin melihat Dimas dari jauh. Pekikan penonton memenuhi gendang telinga Laras. Tanpa ia sadari, ia ikut menyemangati pemain terutama Dimas.

"LARAS INI SEMUA BUAT LO," teriak Dimas ditengah-tengah permainannya. Semua mata memandang Laras bingung begitupun dengannya.

"KALO BOLANYA MASUK LO HARUS TERIMA GUE, KALO BOLANYA KELUAR LO BOLEH nolak gue" mata Laras melebar mendengar kata Dimas barusan. Dengan gampangnya, Dimas memasukan bola tersebut ke dalam ring membuat keheningan melanda.

Peluh bercucuran di dahi Dimas, ia berjalan perlahan kearah Laras dengan senyuman yang mengembang "gue udah masukin bolanya, jadian yuk"

"gue harus gimana nih? Dimas gila" ujar Laras campur aduk antara sedih dan senang.

"udahlah terima aja, lo juga suka kan?" Laras menghela nafasnya.

"iya terima ajalah, gue gapapa kok" tambah Mia dengan fake smile-nya.

"beneran? Tapi Mi-"

"iya gue gapapa, dia lebih milih elo daripada gue" Laras pun tersenyum lega.


Keesokan harinya berita tersebut dengan cepat menyebar di seluruh sekolah. Bagaimana tidak, cara jadian mereka yang aneh menjadi perbincangan hangat.

"gue terkenal broh" bisik Dimas membuat Laras hanya terkekeh mendengarnya. Pagi ini Dimas mengantar Laras ke kelas dengan status barunya.

"dari dulu kan udah terkenal, eh gue masuk ya" Dimas mengangguk dan mencubit pipi Laras.

"belajar yang bener jangan banyak pacaran, eh?"

Benar saja ketika Laras berpapasan dengan Mia, Mia pun tidak menoleh padanya. Apa gue salah ya? Pikir Laras. Mia sangat berbeda, ia lebih memilih untuk diam dan sibuk dengan pikirannya. Kemana perginya Mia yang riang?

"Mia, lo beneran kan gapapa? Gue jadi bersalah, kalo gitu gue put-" ucapan Laras terpotong.

"lo gak salah kok, gue aja yang alay" balas Mia datar.

"maaf Mi, gue gak pingin kaya gini" Mia hanya tersenyum tipis.

"udahlah, santai aja. Bantuin gue move on ya" dengan semangat Laras mengangguk kepalanya. Satu masalah terselesaikan.


maaf pendek, thanks untuk readers setia cerita ini

yah liburan cepet banget selesai, gimana nih liburannya? seru? pastinya dong

part selanjutnya ditunggu ya

Behind the FaultTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang