20

84 8 4
                                    


Hari kelulusan kelas 12 pun tiba, yang diadakan di sebuah hotel pun berlangsung meriah. Laras bercengkrama dengan teman-teman sekelasnya sebelum berpisah nantinya. Berat rasanya berpisah dengan teman-teman yang sudah tiga tahun ini. Masa SMA benar-benar menyenangkan, baginya.

"Gue diterima di Jogja" ujar salah satu teman Laras dengan senang.
"Yailah jauh banget lo, gue sih stay disini" balas cowok di sebelahnya.
"Elo diterima dimana Ras?" Tanya Mia menghampiri gerombolan anak kelasnya.
Laras tersenyum lebar "gue di Bandung,"
Mia memeluk kencang Laras "woho kita samaaaaaaa" pekiknya kencang membuat teman lainnya menatap mereka jengah.
"Apa cuma gue aja yang pergi ke Singapore?" Ujar Dio, si ketua kelas.
"Lu mah songong, diem aja" Dio hanya terkekeh dan melebarkan tangannya.
"Woi berpelukannnn" mereka berpelukan membentuk lingkaran besar di tengah acara.
"Eh anjir gue gak bisa nafassss" pekik Tyas yang berada di tengah-tengah. Setelah acara berpelukan selesai, kini mereka berpose-pose unik di depan kamera yang dibawa oleh Dio.
"SAY CHEESE"
"CHEESE"

Lain halnya dengan Dimas, ia sedari tadi tak menikmati pesta yang ada.
Ia sibuk merangkai kata-kata yang akan ditujukan pada Laras.

Tepat setelah pesta usai, Dimas mengajak Laras pergi ke sebuah taman kota. Disanalah ia akan mengungkap jati dirinya yang sebenarnya. Kenapa gue jadi gugup gini ya? Batin Dimas. Sepanjang perjalanan, mereka berdua terlarut dalam kesunyiaan.

“Dim, lo mau ngajak gue kemana? Ini udah malem” kata Laras memecah kesunyiaan.
“gue mau ngajak lo ke taman kota, pengin aja kesana” balas Dimas.
“ide bagus” Dimas pun tersenyum kecil. Lo gak tau kejutan yang udah gue siapin.

Taman kota terlihat dari jauh karena gemerlap lampunya yang memukau. Dengan lembutnya, Dimas mengenggam tangan Laras, tak peduli dengan tatapan orang-orang yang melihatnya sebagai pengantin nyasar karena dress dan tuxedo yang masih melekat pada tubuh mereka.
“Dimas lampunya keren banget” ujar Laras riang.
“iya, lo mau foto?” tawar Dimas yang disetujui oleh Laras. Mereka berdua ber-selfie tepat dibawah lampu yang gemerlap.
“yuk kita duduk, kaki gue sakit” keluh Laras, melihat hal itu Dimas langsung menggendong Laras menuju bangku taman.
“thanks Dim” Dimas hanya tersenyum kecil.

Kesunyian menghampiri mereka berdua. Tak ada satu pun yang memulai pembicaraan. Mata mereka sama-sama fokus menghadap pemandangan depan yaitu danau buatan yang cukup besar. Laras sibuk dengan es krim dan menerka-nerka kenapa Dimas mengajaknya kemari. Sedangkan Dimas sibuk bagaimana cara menjelaskan agar tak ada satu pun yang tersakiti, meski itu mustahil. Karena secara tidak langsung, mereka berdua sangat tersakiti.

“Ras gue mau ngomong sesuatu” ujar Dimas pada Laras yang sibuk menikmati es krim rasa cokelat itu.
Laras mengangguk-anggukan kepala “santai aja, mau ngomong apa?” Tanya Laras penasaran. Semoga tidak buruk,

“janji ya setelah ini lo harus tetap jadi diri lo sendiri, don’t change yourself into something bad” kata Dimas kemudian menyubit pipi Laras gemas. Kira-kira gue bisa gak ya? Kalo kaya gini caranya? Pikir Dimas menerawang.
okay, I promise” mereka sama-sama menautkan jari kelingking masing-masing dan senyum tulus mengembang di kedua bibir sepasang kekasih itu.

Dimas menarik nafasnya panjang dan menghembuskannya perlahan “pertama, sebenernya hal yang selama ini gue lakuin cuma bohongan” Laras menautkan alisnya, bingung.
“gue lakuin hal ini ke lo karena gue—“ Dimas bingung mencari kata-kata yang tepat.
“gue gak ngerti” potong Laras.

Lagi-lagi Dimas merasa bersalah “Ras, maafin gue ya. Sebenernya gue itu Dirgan bukan Dimas yang selama ini lo kenal, selama ini baik sama lo, jadi sahabat lo sampai akhirnya kita pacaran. Itu bohongan, Ras. Gue lakuin hal ini demi posisi yang gue incer. Apa yang gue lakuin itu cuma sandiwara, Ras. Lo boleh ngebenci gue segala macem dan gue terima karena itu memang konsekuensi yang bakal gue dapet atas seluruh kesalahan yang gue buat” kata Dirgan dalam satu tarikan.

Laras benar-benar merasa hancur, sehancur-hancurnya. Ia benar-benar tak percaya dengan apa yang terjadi barusan. Am I living a dream?
“kenapa harus gu-gue yang jadi sasaran lo, Dir? Lo gak tau hati gue sakit, amat sangat sakit. Di saat gue udah ngasih seluruh hati gue tanpa tersisa ke lo tapi lo hancurin hati gue seenaknya. Di saat gue udah percayain lo sepenuhnya, lo dengan sekejap ngancurin semuanya. Di saat gue sayang bahkan jatuh cinta sama lo dan lo buat gue menjauh. Dir, lo emang cowo brengsek…” isak Laras tak henti-henti sedangkan Dirgan hanya diam tak mengucapkan sepatah kata pun. Apa gue terlalu bodoh untuk ngelepasin orang yang berarti buat gue? batin Dimas.

“emang ini yang gue rencanain dari dulu, makasih lo udah jatuh ke tangan gue berarti misi gue berhasil. Dan gue gak peduli tentang apa yang lo rasain karena gue gak rasain hal yang sama karena jika gue rasain hal yang sama ke lo, itu adalah hal yang gue paling sesalin sepanjang hidup gue” balas Dirgan kemudian beranjak pergi. Dasar munafik lo!

Gue gak mau lo tau yang sebenernya bahwa pada akhirnya gue ngerasain hal yang sama kaya yang lo rasain tapi otak gue terlalu egois untuk mengungkapkan yang sesungguhnya. Maaf ujar Dirgan dalam hati.
“BRENGSEK LO” pekik Laras dan menangis, ia benar-benar hancur.
Jadi hal yang selama ini gue lakuin percuma? Berarti gue buang-buang waktu untuk cowo brengsek kaya dia.

"Gue emang cowok brengsek dan gak sepantasnya untuk cewek baik kaya elo, Ras" gumam Dirgan dan berlari meninggalkan taman kota.

You can take everything I have
You can break everything I am
Like I'm made of glass
Like I'm made of paper
Go on and try to tear me down
I will be rising from the ground
Like a skyscraper
Like a skyscraper

Boom, sorry partnya dikit. Ditunggu terus yaa kelanjutannya

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 20, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Behind the FaultTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang