15

111 18 6
                                    

Sejak hari itu, Laras selalu berusaha menghindari Dimas. ia memilih untuk mengorbankan perasaannya pada sahabatnya itu, daripada persahabatannya hancur kan? Tepat minggu sore, Dimas mengajak Laras menuju salah satu taman kota dengan motornya meski berkali-kali Laras menolaknya. Namun Dimas memiliki seribu satu cara agar Laras mengiyakan ajakannya.

"ayo Ras" Dimas menggandeng tangan Laras dengan santai mengelilingi taman. Gue emang bocah labil, gue bahkan gak nolak saat tangan gue digandeng dia gerutu Laras.

"Ras, lo duduk aja dulu disini, gue mau beli minum" dengan begitu Dimas pergi.


Kok lama banget ya? Jangan-jangan gue ditinggal lagi pikir Laras gundah.

"kak ini bunga buat kakak" ucap adik kecil yang memberikan Laras setangkai mawar merah dan secarik kertas.

"ini buat kakak? Wah makasih dik" balas Laras kemudian membaca kertas tersebut.

Hi, ini bunga buat kamu. Btw jalan ke arah kanan ya –A

A? siapa ya? Adimas? Adam Levine? Azis gagap? Eh engga deng Laras pun beranjak dan mengikuti petunjuk arah yang tertera di kertas itu.

"kakak, ini mawar untuk kakak" kata seorang gadis remaja SMP.

"serius? Makasih ya" gadis tersebut melongos pergi. Lagi-lagi di tangkai mawar tertempel secarik kertas.

Woho you get closer, keep your eyes open –A


Begitupun seterusnya hingga terkumpul 5 tangkai bunga mawar merah. Hingga petunjuk pada kertas mengarahkannya pada seseorang yang berdiri di tengah lapangan basket dengan sebuah boneka teddy bear besar.

"hi dear, I know it's too fast but would you be mine?" sontak Laras menganga lebar dibuatnya.

"okay gue translate-in aja, lo mau gak jadian sama gue?" Laras tak dapat berkutik. Sebagian dirinya meminta untuk menerima Dimas tapi sebagian dirinya meminta untuk menolak Dimas. Bayangan Mia memenuhi otaknya.

"Ras, Ras? Lo kenapa sih? Jangan gantungin gue" Dimas menatap Laras membuat Laras memalingkan wajahnya yang bersemu merah.

"aha gue tau jawabannya, lo juga suka kan sama gue? berarti kita emang jodoh"

"gue gak bisa Dim" Laras menggeleng kemudian berlari kencang. Maaf Dim, gue gak mau persahabatan gue hancur pada akhirnya.


Kevin dan Gilang menatap Dirgan bingung, tadi ia menyuruh mereka ke rumahnya tetapi ia malah diam tak berbicara sejak 30 menit lalu.

"gimana lancar?" suara Gilang memecah keheningan.

"gue di-ditolak" jawab Dirgan dan mengacak rambutnya.

Mulut Kevin terbuka lebar "serius? Tapi menurut gue, dia suka sama lo"

"gue juga kira gitu" Dirgan benar-benar kacau mengingat kejadian tadi sore.

"tapi kenapa lo jadi galau? Kan lo masih bisa nembak dia kapan-kapan" timpal Gilang.

"iya nih, alay banget lo" Kevin dan Gilang tertawa melihat wajah Dirgan yang kesal.

"wajar gue galau" Gilang mengernyit bingung, seperti ada yang janggal di ucapan Dirgan barusan.

"kok jadi lo yang galau? Seharusnya lo biasa aja kan kalo ditolak orang yang lo gak suka, inget ini bagian dari rencana" Dirgan merutuki dirinya yang keceplosan.

Behind the FaultTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang