oi ini part 12-nya, selamat baca!
Matahari pagi menyinari seluruh penjuru kota. Dengan semangatnya, Laras melangkahkan kaki menuju halte bus berada. Ia menunggu beberapa menit hingga bus kota tiba.
"OII LARAS, SINI" merasa namanya terpanggil, Laras pun menolehkan kepalanya pada sumber suara bass itu.
"DIMAS, LO DISINI?" pekik Laras juga. Penumpang lainnya hanya menatap mereka dengan tatapan aneh.
"iya gue disini, di samping lo, di dalam bus" seru Dimas.
"gue juga tau, kok lo naik bus? Emang motor lo kemana?" Tanya Laras menepuk pundak Dimas.
"oh-eh itu ban motor gue bocor" kata Dimas bohong. Sebenarnya ia bisa saja menggunakan mobil- mobilnya yang terparkir di garasi rumahnya.
"udah lo bawa ke bengkel?" Dimas pun mengangguk.
Setibanya di sekolah, mereka berjalan beriringan dan sesekali tertawa karena lelucon yang dilontarkan Dimas. Banyak sapaan yang ditujukan kepada mereka dan cewe penggossip sekolah mulai menggosipkan mereka.
"mereka pacaran ya?"
"ihh cocok banget"
"gak nyangka gue, seorang Laras akhirnya punya pacar"
"Dimas mah terlalu ganteng buat laras mending sama gue"
Tak bisa dipungkiri Laras senang ketika ia digossipkan berpacaran dengan Dimas namun beda hal-nya dengan Dimas yang menghiraukan hal tersebut.
"LARAS SERIUSAN LO PACARAN SAMA DIMAS?" teriak Mia ketika laras menginjakan kaki di depan kelas.
"engga lah, lo mah percaya aja ama gossip receh" komentar Laras. Kalo beneran ya gue senenglah.
"serius? Berarti gue masi ada kesempatan dong? Eh bercanda" Laras pun mengendikkan bahunya.
"nanti kenalin gue sama Dimas dong, kan kasian cogan dianggurin gitu" ingin sekali Laras menggeplak kepala sahabatnya itu.
"cogan ae lu pikirin, tuh buku jangan dianggurin juga" Mia hanya terkekeh dan menunjukan kedua tangannya membentuk peace.
---
Bel istirahat pun berbunyi, seperti janjinya Dimas menunggu Laras di kantin. Gue inget banget, waktu gue rebutan meja sama laras dan ini mejanya gue yang nempatin.
"Ras sini" panggil Dimas yang melihat Laras dan sahabatnya di pintu kantin dan berjalan menghampiri Dimas.
"hi Dimas kenalin gue Mia" Dimas hanya tersenyum kecil menanggapinya sedangkan Mia dengan bawelnya menceritakan tentang dirinya. Ck, gue gak peduli lo ngomong apa. Yang gue pentingin cuma gimana cara buat Laras jatuh sama gue gerutu Dimas dalam hati.
"iih Dimas dengerin gue ngomong" gerutu Mia kesal
"iy-iya gue denger" balas Dimas.
"eh gue mesen duluan ya" laras pun bangkit dari tempat duduknya yang sekarang diduduki oleh Kevin.
"gue ikut juga" Dimas mengejar Laras yang memesan batagor.
"ngapain lo ikut-ikut?" Tanya Laras saat Dimas berada di sebelahnya.
"emang gak boleh? Gue kan pingin makan juga" balas Dimas yang membuat Laras menahan malu.
"kan kasian sahabat gue yang pingin deket sama lo, malah lo tinggalin" tambah Laras setelah memesan batagor.
Dengan gemasnya, Dimas mencubit pipi Laras "biarin, gue kan pinginnya sama elo" balas Dimas yang membuat Laras salah tingkah.
"udah ah" sedangkan Dimas terkekeh melihat Laras yang salah tingkah. Baru juga gue gituin, lo udah salah tingkah.
Dengan langkah besarnya Laras berjalan menuju ruangan jurnalis. Sesampainya disana, suasana masih sepi karena anggota lainnya sedang beristirahat. Laras menghidupkan macbook-nya untuk merevisi karya-karya yang akan dipublikasikan di majalah sekolah nanti.
"Ras, ngapain sendiri? Gue temenin ya" Laras hafal betul suara bass itu.
Dimas memberikan sekaleng coke yang ia beli di kantin tadi "makasih Dim" Dimas mengangguk dan memperhatikan layar macbook dengan seksama. Hey, bukannya itu gue ya? Oh iya itu gue pas DBL. jangan-jangan ni cewe penguntit lagi.
"Lo suka sama dia?" Tanya Dimas berpura-pura. Ia merasa senang karena Laras diam-diam menyimpan fotonya saat bermain basket.
"apa? Ya enggaklah malahan gue benci sama dia" jleb banget coy, dalem lagi komentar Dimas.
"coba lo cerita ke gue kaya gimana orangnya" ujar Dimas semangat. Kira-kira gue kaya gimana ya di mata Laras?
"okay, sebenernya gue gak deket sama itu orang cuma sebatas kenal doang. Namanya Dirgan, Mau yang jujur atau yang bohongan?" kini Laras mengalihkan pandangannya pada layar macbook pada Dimas.
"yang jujur aja" Laras menghela nafas panjang.
"jadi gue gak pernah suka sama yang namanya Dirgan, emang sih dia good looking tapi gue gak suka sama sifatnya yang sok berkuasa itu. Terus gue jadi sering kena hukum kalo bareng dia" jelas Laras.
"seriusan?" Laras hanya mengangguk.
"dan muka dia mirip kaya lo bedanya lo ngerti sopan-santun" tambah Laras.
"kayanya dia most wanted ya?"
"banget, semua cewe digebet. Jijik gue liatnya" Dimas hanya terkekeh.
"kalo sifatnya berubah jadi baik, kira-kira lo suka gak sama dia?" Tanya Dimas lagi, ia benar-benar dimakan penasaran.
"kayanya iya deh, ngapain sih lo nanya begituan? Jangan-jangan lo LGBT ya?" Laras tertawa sedangkan Dimas mendecak kesal.
"gini-gini gue punya mantan banyak ya" kata Dimas sombong.
"emang ada yang mau sama lo?"
"entar lo yang selanjutnya" kata Dimas yang membuat Laras menelan ludah.
---
Rapat jurnalis pun berakhir pada sore hari. Laras dengan cepat mengakhiri rapat karena ia tidak ingin tertinggal bus untuk yang kesekian kalinya.
"Ras bareng gue aja yuk" tawar Dimas.
"bukannya lo gak bawa motor ya? Gimana kalo naik bus aja" Dimas menepuk dahinya pelan, ia lupa akan motornya yang ia tinggalkan di bengkel.
"ayoo" mereka berdua berjalan menuju halte dan tak lupa dengan tangan Dimas yang merangkul pundak Laras, membuat detak jantung Laras berdetak lebih cepat.
Di dalam bus pun Dimas masih merangkul Laras membuat Laras nyaman tapi tidak dengan jantungnya itu. Duh, kenapa coba jantung gue? Padahal cuma rangkulan aja, alay lo tung pikir Laras.
"Dimas, gue mau pulang" rengek Laras karena bus telah berhenti di halte dekat rumahnya.
"oh iya maaf" kemudian Dimas melepas rangkulan tersebut yang membuat Laras mendesah kecewa.
"duluan ya, bye" pamit Laras yang diikuti lambaian tangan dari Dimas. Liat aja, entar lo jatuh ke tangan gue batin Dimas.
vomments yak, tunggu chapter selanjutnyaaa.

KAMU SEDANG MEMBACA
Behind the Fault
Teen Fiction"Is it a fault if am I love with you?" Entah mereka harus senang atau sebaliknya. Senang karena orang yang dihindari menjauh dan sedih karena orang yang selama ini berada di sampingnya menghilang dari kehidupan. Inilah cerita dibalik sebuah kesala...