19

55 12 2
                                    

Double update, enjoy

Hari-hari telah berlalu begitupun dengan UN yang ditunggu-tunggu murid senior.
“gue takut nilai gue kecil” kata Laras lemas mengingat soal yang ditanyakan cukup sulit baginya.
Dimas menyubit pipi Laras gemas “engga bakal, kan kita sering belajar bareng” hibur Dimas.
“tapi kan elo lebih pinter dari gue, Dim” lagi-lagi Dimas menyubit kedua pipi Laras.
“sok tau deh, udah yuk kita hang out” ajak Dimas diikuti anggukan dari Laras.

Dengan seragam yang masih melekat di badan mereka, Dimas mengajak Laras mengunjungi taman hiburan untuk menghilangkan penat selama seminggu full UN.
“mau naik apa dulu?” Laras menunjuk salah satu rumah hantu yang dipenuhi orang mengantarai.
Dimas menarik tangan Laras semangat menuju rumah hantu tersebut dan membeli tiket di loket.

“lo engga takut kan Ras? Gue takut entar lo pingsan, terus gue males ngangkatnya” ucap Dimas bercanda diikuti dengan pukulan dari Laras.
“ih jahat banget” Dimas sangat gemas ketika Laras ngambek seperti itu.
“enggak lah, gue kan bercanda. Yayang Laras makin lucu kalo ngambek” kekeh Dimas.
“idih yayang-yayangan jijik”

Tibalah giliran mereka berdua untuk memasuki rumah hantu tersebut dengan beberapa pengunjung lainnya. Suasana gelap dan seram menyambut mereka berdua, membuat Laras mengeratkan pegangannya pada Dimas.

“AAAA POCONG” teriak Dimas menakuti Laras padahal tak ada pocong disana.
“DIM GUE TAKUT” Dimas tersenyum kemudian mengeratkan rangkulannya pada Laras yang menutup kedua matanya takut.
“dim? Dim? Lo dimana?” Tanya Laras karena orang disampingnya bukan Dimas.
“AAAA ADA TUYULL” teriak Laras karena di sebelahnya ternyata tuyul bukan Dimas, sedangkan Dimas berdiri di pojok ruangan tertawa melihatnya.
“udah-udah gue disini” kekeh Dimas membuat Laras memukul bahu Dimas karena bercandaannya.

Akhirnya mereka berdua keluar dari rumah hantu tersebut. Wajah Laras sudah memerah karena takut sedangkan Dimas sebaliknya.
“jangan ngambek dong, maafin gue ya” pinta Dimas karena Laras cemberut kesal.
“sumpah gue bener-bener takut dan lo malah diem dipojokan nontonin gue yang hampir dipeluk tuyul” jelas Laras marah.
“maafin gue Ras, gue gak bermaksud kaya gitu. Maafin ya” mohon Dimas dengan puppy eyes-nya yang membuat Laras luluh.
“iya gue maafin, janji gak kaya gitu lagi?” Dimas menautkan jari kelingkingnya dengan Laras.
“janji”

“ayo kemana lagi? Naik rollercoaster yuk” lagi-lagi Dimas dengan semangatnya menarik tangan Laras.
Setelah beberapa menit menunggu, giliran mereka pun tiba. Dimas memilih tempat paling depan dengan Laras di sebelahnya.
“beneran paling depan Dim? Gue agak takut” ujar Laras lesu.
“iya paling depan itu paling seru, lo mau pindah ke belakang? Ayo” tapi Laras menggeleng.
“okay kayanya bakalan seru” ujar Laras seraya menelan air liurnya gugup.

Rollercoaster yang mereka naiki pun berjalan dengan pelan-pelan untuk permulaannya. Jantung Laras sudah berdetak dengan cepat, ia tidak berani membuka matanya dan mengeratkan pegangannya.
“jangan ditutup matanya, coba perlahan buka matanya Ras. Nikmatin semuanya itu bakal seru” saran Dimas membuat Laras membuka matanya perlahan.
“jangan malu untuk teriak kalo bisa sampai tenggorokan lo serak, hehe dan put your hands up” tambah Dimas.
“AAAAAAA” teriak Laras padahal rollercoaster masih berjalan pelan.
“iya teriak sekeras itu” balas Dimas dengan kekehannya.

Empat putaran pun selesai, mendadak penglihatan Laras berkunang-kunang. “lo masih bisa jalan kan Ras? Kalo engga sini gue gendong” kata Dimas seraya membungkukan badannya.
“i-iya gue masih bisa jalan” kepala Laras benar-benar pusing. Rollercoaster kampret.
“is keras kepala” Dimas menggendong Laras menuju salah satu cafeteria yang cukup jauh.
“makasih Dim” Dimas hanya tersenyum menanggapinya.

Dimas merasa bersalah. Coba gue gak ngajak dia duduk di barisan depan mungkin Laras gak bakal pusing gerutu Dimas dalam hati.
“makan yang banyak Ras” Laras hanya mengangguk dan mulai melahapkan makanannya.

“udah enakan? Mau pulang?” tawar Dimas saat makanan mereka berdua sudah habis.
“udah, gue gak mau pulang mau nyoba wahana lainnya” kata Laras semangat.
“beneran? Gue takut lo malah sakit”

Laras menggeleng kemudian menarik tangan Dimas menuju salah satu photobox. Mereka memulai gaya yang normal, diikuti dengan gaya yang lebih gila seperti Dimas menyubit pipi Laras sedangkan Laras cemberut, kemudian Dimas mencium pipi Laras membuat Laras terkejut dan foto terakhir Dimas merangkul pundak Laras dengan senyuman lebar menghiasi kedua bibir mereka.

Hari beranjak sore, matahari perlahan menghilang menyisakan semburat jingga di ufuk barat. Laras dan Dimas masih menikmati indahnya pemandangan sore diatas bianglala raksasa.
“keren banget Dim” puji Laras dengan menunjukan tangannya pada perpaduan langit sore. Dimas mencuri kesempatan itu untuk memotret Laras dengan ponselnya beberapa kali tanpa diketahui.
“kerenan juga gue” Laras memutarkan bola matanya melihat tingkah pacarnya yang over PD.
“selfie yuk” ajak Dimas yang kenarsisannya mulai keluar.

Bianglala menjadi wahana terakhir yang mereka kunjungi. Sepanjang perjalanan, Laras tak henti-hentinya memasang senyumannya itu. Ia benar-benar senang apalagi dengan adanya boneka panda yang ia peluk sekarang.
“senyam-senyum ae lu, gue tau gue ganteng” kata Dimas diikuti dengan cubitan di pinggang Dimas.
“aaww sakit” ringis Dimas sedangkan Laras hanya tertawa.
“tuh makanya rasain”

“makasih Dimas, gue seneng banget hari ini” pekik Laras setelah turun dari motor Dimas.
Dimas menyubit pipi Laras kemudian mengacak-acak rambutnya “gue juga seneng tau, over seneng malah”
“udahlah, lo pulang gih udah malem. Gak baik keluar malem-malem entar lo dibegal” Dimas mengangguk dan mengecup pipi Laras singkat membuat Laras memanas.
“daaah Ras, hati-hati” kan seharusnya gue yang bilang hati-hati pikir Laras saat Dimas melajukan motornya.

“LARAS PULANG” teriaknya yang membuat Leo terkaget.
“kak lo waras kan?” Laras berjingkrak-jingkrak senang seraya memeluk panda.
“sumpah kakak gue mulai kambuh” gumam Leo dan memfokuskan matanya pada tayangan TV.
“gue seneng banget, Leo” ia mengambil snack yang di pangkuan Leo dan menghamburkannya.
“kak snack gue, gak mau tau ganti itu” geram Leo membuat Laras semakin senang. Ia berlari menaiki tangga menuju kamarnya.
“GUEE SENENG” teriaknya dengan bantal yang menutupi wajahnya agar teriakannya tidak terdengar keras.

Tunggu part selanjutnya ya

Behind the FaultTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang