11

170 52 4
                                    

oi enjoy ya!


Karena semua tugas telah dibagikan pada anggota jurnalistik lainnya. Mau tak mau, Laras harus bekerja bersama dengan Dimas. Bisa dibilang, Dimas tanggung jawabnya Laras sebagai ketua.

Minggu pagi, tim jurnalistik sudah berada di sekolah karena ada pemotretan untuk majalah. Minggu indah gue tersita karena hal gila yang gak ada gunanya gerutu Dimas.

Setelah pemotretan, Dimas dan Laras menuju rumah Ghia yang menjadi target pembahasan majalah.

"Dim, lo gak lupa kan kalo entar ke rumah Ghia?" Tanya Laras yang melihat Dimas menuju parkiran.

"oh iya bareng gue aja, Ras" tawar Dimas.

"beneran? Okay" Laras pun menaiki motor Dimas. Seperti biasa, motor Dimas melaju cepat membuat Laras adem-panas dan terus melafalkan doa.


"lo tau rumahnya Ghia?" laras menepuk dahinya sial, gue lupa nanya.

"mending lo nepi dulu deh" motor Dimas pun berhenti di pinggiran. Laras menelpon Ghia untuk menanyakan rumahnya. Setelah mendapatkan alamat, mereka berdua meluncur ke tujuan.

Akhirnya mereka tiba di rumah besar milik Ghia. Ghia-mantan gue yang paling bohai secara dia kan model-model gitu komentar Dimas.

Ghia menyambut mereka dengan ramah. Laras melaksanakan tugasnya yaitu mewawancarai Ghia sedangkan Dimas hanya memotret.

---

"Ras mau anter gue ngisi perut gak?" Laras mengangguk setuju.

"boleh, gue juga laper" kekehnya. Dimas membawa Laras ke café favoritnya.

"mau pesen apa Ra?" Laras melihat buku menu dengan seksama. Anjir, mahal semua. Gue bokek ni batin Laras.

"es teh mint aja deh" ucap Laras menutup buku menu.

"seriusan Ras? Mesen es teh? Enggak makan? Tadi lo bilang laper" Dimas menggelengkan kepalanya tak percaya ini cewe jauh-jauh cuma mesen es the mint doang, gue terkesan.

Aduh gimana ni? "kalo gue sedih gue biasanya minum es teh mint, Dim. Aneh ya gue?" Laras menghela nafas lega karena alibinya berhasil.

"kok lo sedih? Gak aneh kok" hibur Dimas.

"santai aja kali. Udah lah Dim, kasian mbaknya nungguin" Dimas pun memesan makanannya.

"yakin lo gak makan? Gue pesenin ya? Makan dong" pinta Dimas. Entah kenapa, gue punya firasat buruk maka dari itu gue nolak komentar Laras dalam hati.

"enggak usah, gue udah makan banyak tadi" Dimas pun menyerah.


Disinilah Laras terbengong menatap Dimas dengan makanan yang ia makan. Ck, orang ini kaya gak pernah makan aja.,cepet amat.

"lo pasti mau kan? Sini gue suapin" Dimas mengulurkan sendoknya pada Laras. Kapan lagi coba disuapin cogan? eh engga deng.

"eh enggak usah" tolak Laras. Beberapa menit kemudian, makanan milik Dimas pun habis.

"Pulang yuk" ajak Laras kemudian memanggil pelayan untuk meminta bill.

"ini bill-nya" tuh kan gue bilang, mahal. Masa es teh 20 ribu, mending gue beli di depan kompleks cuma 2 ribuan *eh bukan promosi pikir Laras. Laras pun mengeluarkan uang dari kantongnya, ia tak ingin membebani Dimas.

"Udah Dim? Kok lama banget?" Tanya Laras yang melihat Dimas yang mengorek-orek isi tasnya.

"Ras, DOMPET GUE KETINGGALAN" pekik Dimas yang membuat jantung Laras hampir copot. Ditambah lagi tatapan horror dari pengunjung café. Bunuh gue sekarang...

"seriusan Dim? Terus gimana dong?" mereka berdua menggeledah isi tas mereka, siapa tau ada recehan yang bersembunyi di lipatan tas. Eh ini ada 50 ribu, eh bukan ini mah kertas.

"gue gak ada uang" ucap mereka berbarengan ketika selasai mengobrak-abrik isi tas. Sial, coba aja gue gak ganti tas, pasti gak jadi kaya gini rutuk Dimas pada dirinya sendiri.

"Dim, coba aja lo jujur sama mbak-mbaknya" ujar Laras yang sama paniknya dengan Dimas.

Pelayan tersebut mendatangi mereka "mbak, kan gini aduh gimana ya bilangnya?" ujar Laras seraya menyodorkan uang 20 ribunya.

"seharusnya uangnya 90 ribu, kurang lagi 70 ribu dek" coba aja jubah transparan Harry Potter dijual, udah gue beli sekalian pabriknya batin Dimas menggerutu. Ia benar-benar malu.

"mbak, kita lupa bawa uang" tunduk laras begitupun Dimas. Kenapa kita? Kan gue aja yang gak bawa uang pikir Dimas. Pelayan tersebut terlihat shock sepertinya jantungnya kumat.

"iya mbak, saya lupa bawa dompet. Saya bakal lakuin apa aja asal ini terbayarkan" kata Dimas menatap dalam-dalam pelayan tersebut.

Pelayan tersebut berbicara pada manager-nya karena masalah dua pelajar SMA yang lupa membawa uang padahal gayanya sudah highclass. Di meja tempat Laras dan Dimas sunyi karena mereka sibuk dengan pikirannya masing-masing. Aduh gue bakal diapain ya? Di gantung di pohon cabe? Eh engga lah pikir Dimas kemana-mana.

Pelayan tersebut mendatangi mereka lagi "kata manager saya, kalian harus mencuci piring kotor di dapur dan mengelap meja hingga bersih" membuat mata Dimas membesar. What the? Gue aja gak pernah bersih-bersih di rumah, masa gue bersih-bersih di café orang rutuk Dimas. Ini semua karena kecerobohannya sendiri.

"tenang aja, gue bantuin kok" ujar Laras dengan senyuman manisnya. Okay, gue merasa bersalah.

Dengan perasaan malu campur aduk, mereka berjalan menuju dapur dan mulai membersihkan piring-piring kotor. Duh, keliatan gak ya kalo gue gak pernah cuci piring? Tanya Dimas pada hatinya.

"Dim, awas piringnya pecah. Lo pasti jarang nyuci piring ya?" kekeh Laras.

"kok lo tau?" kenapa gue sama dia selalu kena masalah yang gak masuk akal sih? Kaya bersihin gudang sekolah, beresin perpustakaan dan nyuci piring orang Dimas hanya bisa menggelengkan kepalanya mengingat ia selalu terkena hukuman jika bersama laras.

"jangan ngelamun terus Dim, dimarahin lo baru tau rasa" suara laras memecah lamunan Dimas membuat Dimas kembali berkutat pada tugasnya.


Semua tugas sudah diselesaikan oleh mereka berdua, jam menunjukan pukul 7 malam. Dimas mengantar pulang Laras dengan motornya.

"makasih Dim tumpangannya" Laras turun dari motor Dimas setibanya di depan gerbang rumah Laras.

"iya-iya, btw tadi tuh seru tau" Dimas tersenyum mengingat-ingat kejadian tadi ketika ia tak sengaja mengenai baju laras dengan busa dan disitulah terjadi peperangan busa.

"ya ampun DIMAS" pekik laras yang melihat sebagian jaket tosca-nya basah karena tumpahan busa.

"ampun Ras" Laras tersenyum jahil dan melemparkan Dimas dengan busa juga.

"awas lo ye" mereka saling perang busa membuat dapur café kotor.

"sini lo" busa-busa hasil cucian memenuhi sebagian besar dapur. Mereka saling kejar-mengejar tak peduli dengan keadaan dapur yang kacau balau.

"apa-apaan ini? Apa yang kalian lakukan? Bersihkan sekarang" manager café kaget setengah mati melihat kedua bocah ingusan yang sedang bermandikan busa sabun cuci piring. Disitulah tawa mereka reda karena mendapat pekerjaan tambahan LAGI.


oi selamat puasa yaaa, lagi bentar dapet thr ni.

Behind the FaultTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang