***
Januari, by Glenn Fredly.
"Berat bebanku...
Meninggalkanmu...
Separuh napas jiwaku,
Sirna...
Bukan salahmu
Apa dayaku...
Mungkin benar cinta sejati,
Tak berpihak
Pada kita...
Kasihku
Sampai disini kisah kita
Jangan tangisi keadaannya
Bukan karena kita berbeda..."
Eve menarik senyum simpulnya sepanjang lagu yang ia dengarkan dari bibir pria itu. Menitikan air mata berulang kali, sumpah mati Eve tak berniat menghapus tangisannya.
"Dengarkan...
Dengarkan lagi
Lagu ini, Melody rintihan hati ini..."
Menutup mata, Evelyn tak sanggup melihat pria pemetik gitar itu terus menyenandungkan irama lirik tersebut.
Hatinya tak kuat.
Evelyn menyerah dengan menyentuh bagian dadanya yang terasa sesak.
Nyatanya di bagian inilah mereka harus benar-benar berakhir.
"Selamat tinggal, kisah sejatiku...
Ohh... Pergilah..."
"Cukup!" Eve berteriak. Namun pria di depan sana tak menghiraukan.
"Dengarkan...
Dengarkan lagi,
Lagu ini... Melody rintihan hati ini..."
"Kumohon, hentikan!" Ia mengiba tidak mau membuka mata. Terlalu pedih rasanya. "Aku tak sanggup lagi, tolong hentikan." Dan pada detik-detik akhir rintihannya, pria itu luluh. "Aku kesakitan. Aku kesakitan." Rintih Eve lagi dengan tubuh merosot kelantai.
Kesunyian setelah irama tadi berakhir terburai oleh hentak sepatunya. Ia membungkuk, menyelimuti punggung bergetar tersebut dengan lengannya, mereka tak mengatakan apapun sepanjang pelukan itu berlangsung.
"Akan selalu mencintaimu, Eve..."
Evelin menggeleng lemah. Ia sandarkan wajahnya yang berlumur air mata di dada berotot pria itu, terisak sadar tanpa sungkan sedikitpun.
"Aku akan selalu mencintaimu." Bisik pria itu lagi dengan mengecup puncak kepala Evelyn berulang kali. "Kebahagiaan kita tak seberapa'kan di banding dengan rasa sakit yang mungkin saja bisa kita toreh?"
Evelyn memilih bungkam. Menikmati saat-saat terakhir ia berada di pelukan pria terkasihnya, Evelyn akan menjual seluruh waktunya demi lima menit berada dalam dekapan hangat ini. "Aku mencintaimu." Lirihnya lemah, sambil terus melekatkan dekapan. "Aku mencintaimu... Dylan."
...Dylan.
Dan Dylan meresponnya dengan ciuman panjang di kepala Evelyn. "Aku tau, Eve. Dan akan selalu begitu."
Gelengan kepala Evelyn menghancurkan Dylan. Namun ia tetap berusaha mempertahankan wanita rapuh yang selama ini selalu berpura-pura tegar di hadapan semua orang. "Ini yang terakhir, Dylan. Ini akan menjadi yang terakhir."
Mengerang antara keputus asaan dan nekat menjadi gila. Dylan menghela napas kasar, memilih membenamkan wajahnya di antara surai ikal Evelyn, Dylan bersumpah tak akan kemana-mana bahkan sampai maut memisahkan mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Not Perfect Tears
RomanceNessa mengandung bayi Fabian. Namun semesta mengharuskannya menerima lamaran Dylan, saudara kembar Fabian. Nessa pikir, perihnya hanya sampai di situ. Namun Tuhan, tidak berkata demikian. Sebab alih-alih bahagia dengan pernikahannya, Nessa harus me...
