Part 16 : Dan Perlahan Tabir itu Tersingkap

20K 2.3K 237
                                    

Dylan terpaksa absen menemani Nessa ke dokter hari ini. Masalah di restoran ternyata tak sesederhana itu saja. Sebab selain masalah gas yang bocor kemarin, Dylan mendapati laporan bahwa salah seorang kasir di salah satu cabang restorannya kedapatan melakukan kecurangan. Dalam artian adalah perihal penggelapan uang yang ternyata sudah di lakukan dalam kurun waktu setahun belakangan ini.

Hal itu luput dari pengamatan manager restoran tersebut, di karenakan sang kasir mengambil uang tersebut sedikit demi sedikit, dan bukan sekaligus.

Jadi sebagai gantinya, hari ini Nessa akan di temani oleh ibu mertuanya dan juga tante Dylan. Ibunya Evelyn tentu merasa tak keberatan ketika Dylan menghubunginya pagi tadi.

"Jadwal kunjungannya siang'kan?" Dylan bertanya ketika ia sudah sampai di depan pintu. Dan sebagai istri, Nessa tentu mengantar suaminya sampai di teras rumah.

Nessa hanya mengangguk sembari memulas senyuman. Dylan bukanlah pegawai kantoran yang sibuk dengan tas kerja dan beberapa atribut kantoran lainnya. Ia adalah pemilik restoran, jadi Dylan tak perlu membawa serta hal merepotkan tersebut.

"Nanti kalau sempat aku susul ke sana ya?"

"Nggak apa-apa kok, Mas. Kan ada mama sama tante Alif nanti. Jadi nggak masalah kok." Nessa tak ingin terlalu membebani pria itu. Walau status Dylan adalah suaminya, tetap saja hal itu tak pernah membuatnya merasa di benarkan ketika membuat pria itu repot hanya karena ia dan bayinya. "Mas ngurus masalah resto aja. Aku nggak apa-apa kok." Ia melanjutkan. Berusaha meyakinkan pria itu.

Tetapi wajah Dylan tak terlalu yakin. "Kalau masalahnya sudah beres, aku susulin kamu ke sana. Sekalian makan siang bareng kalau bisa." Dylan bersikukuh untuk tetap menjalankan tanggung jawabnya. Dan Nessa merupakan alasan utama akan tanggung jawab tersebut. Dan bayi dalam kandungan Nessa adalah prioritas.

Dylan bisa merasakan ke sungkanan Nessa terhadapnya. Ia bisa melihat keengganan wanita itu pada dirinya. Status suami-istri yang mereka sandang tidaklah terlalu kuat untuk menjadi pondasi pernikahan mereka. Pasalnya tak ada perasaan yang melatari hubungan mereka saat ini.

Semua hanya berkutat mengenai tanggung jawab.

Dylan bisa melihat keresahan di mata wanita muda itu. Wanita malang yang terpaksa terjerat dalam drama rumit keluarga mereka.

"Nessa," wanita itu menatap Dylan. "Aku tidak tau bagaimana hubunganmu dengan Fabian di masa lalu. Tapi satu hal yang harus kamu tau, Fabian adalah orang baik. Yang kemudian tersesat karena kesalahanku."

Dylan mengakui salahnya, walau hanya tersirat, ia berharap beban di dadanya dapat sedikit terangkat.

"Aku tidak akan menyebutmu salah saat kamu terpesona pada Fabian, hingga dengan mudah jatuh hati padanya. Karena aku tau, jatuh cinta itu sulit di kendalikan." Dylan tersenyum tipis, tapi lekukan bibirnya menampilkan ironi. "Sebab tak ada yang sederhana dari cinta. Mereka rumit, dan kita terlalu bodoh untuk meyakinkan diri bahwa kita mampu mengurainya."

Sama seperti cintaku, batin Dylan merespon sendu.

Mata Nessa hanya mampu membidiknya. Tak mengatakan apa pun, Nessa hanya berharap dapat merekam semua yang Dylan katakan. Dylan sangat jarang bicara panjang dengannya. Jadi setiap momen seperti ini tiba, Nessa tak akan melewatkannya.

"Anak ini bukan kesalahan, Nessa." Dylan berjalan mendekat. "Selalu anggap dia sebagai berkat dan tolong hindari pemikiran bahwa ke hadirannya adalah hasil dari sebuah akibat." Selama ini Dylan tak pernah memikirkan anak dalam hidupnya. Jangankan anak, pernikahan saja tak pernah sanggup ia bayangkan.

Cintanya kepada Evelyn ia rasa cukup. Jadi ia tak membutuhkan hal lain selain rasa itu.

Dan kini, status baru membuatnya menjadi asing. Membuatnya berpikir bagaimana harus mencoba melangkah dan mengambil sikap. Ia adalah calon Ayah, karena kini istrinya sedang mengandung. Sekaligus calon Paman untuk anak dari adik kandungnya sendiri.

Not Perfect TearsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang