***
Pasti ada sebab mengapa sampai saat ini ia masih sendiri. Mungkin ada luka yang ingin ia sembuhkan. Mungkin juga, sedang membentengi hati dari perihnya rasa sakit. Atau mungkin saja, ia hanya sedang menunggu seseorang yang tepat. Seseorang yang tak hanya menghargai hatinya yang pernah tersayat, tetapi juga melindungi hati itu agar tak kembali berdarah.
Dan kini Nessa tahu kenapa hingga detik ini Evelyn tak kunjung menikah. Jangankan menikah, memperkenalkan kekasih di depan umum pun ia tak pernah.
Kemudian alasan dari kesendirian itulah yang membuat Nessa meringis. Ia merintih di sela tarikan napasnya yang memburu. Terluka dan menganga tanpa seorang pun menyadari perasaannya.
Demi Tuhan, ia juga punya hati. Tetapi kenapa tak seorang pun peduli?
Duduk bersandar di hadapan jendela, Nessa tak kuasa menahan pedih yang mengiris nadi. Sekuat apapun ia sebagai seorang wanita, ia selalu saja harus kalah dengan air mata. "Untuk apa air mata ini, Tuhan?" ia bukan ingin mengeluh, ia hanya sedang bertanya. Ia butuh alasan, agar tak malu pada dewi jalang yang bersemayam di jiwanya. "Kenapa rasanya sesakit ini?"
Ia pernah mendengar, bahwa Tuhan akan cemburu bila ciptaan-Nya terlalu berharap pada yang bukan Dia. Lalu inikah kecemburuan Tuhan yang ingin menyadarkannya?
Nessa tak pernah berpikir hidupnya kan serumit ini. Ia membayangkan, bahwa sebesar-besarnya masalah yang akan di hadapinya adalah pandangan remeh dari masyarakat mengenai dirinya yang mengandung tanpa menikah. Tetapi semua itu sudah ia tuntaskan dengan pernikahan mewah yang di selenggarakan untuknya. Nessa pikir itu saja sudah cukup. Hingga selanjutnya ia tertampar lagi oleh kenyataanm, bahwa semua itu belum cukup.
"Seharusnya kita cuma berdua aja," elusnya pada perut yang membuncit. "Kita nggak sepantasnya melalui hal ini." Seandainya dulu ia tak mengangguk saat Dylan menawarkan tangan, tentu keadaan tak akan berjalan seperti ini. "Saya sudah gagal, maafkan ibu, nak."
Meraung pada takdir pun percuma, semua sudah terjadi. Tuhan tak akan sebegitu murahnya member kebaikan dengan mengulang waktu.
"Kamu seharusnya bahagia, bukan seperti ini." Ia mulai meratap dengan lengan memeluk perutnya. Nessa terisak dan membiarkan air mata jatuh di atas permukaan tempat tumbuh janinnya. "Kamu nggak layak di perlakukan seperti ini, nak." Air matanya jatuh bercucuran, Nessa tak bisa mengadu pada kakaknya. Ia tak mau membuat kakaknya itu terbebani oleh air matanya.
Ini kesalahannya.
Ini perbuatannya.
Lalu Nessa menggigil membayangkan kelak bayinya kan bernasib malang.
"Mama cuma pengen jatuh cinta. Dan ternyata itu pada orang yang salah."
Obsesinya pada Fabian—sang Casanova—berbuah busuk untuk hidupnya. Karma yang ia tanggung lebih memiluhkan dari sekadar di campakan setelah pasangan kencan kita mendapatkan sex partner yang baru.
Buah dari ketidak benaran perilakukanya adalah jatuh cinta pada pria yang hatinya sudah tertambat pada wanita lain. Dan seharusnya ini bukan kesalahan Dylan.
Ini salahnya.
Cinta itu masalah hati. Dan hati, selalu punya cara sendiri untuk menentukan nasibnya.
Dan kini nasib Nessa terdampar di antara hidup dan mati percintaan para pecinta yang karam.
Lalu di antara mereka semua, manakah yang paling banyak berkorban?
Tentu saja bukan Nessa. Karena ia adalah pemain baru dalam kerumitan cinta itu sendiri.
Ia baru menyelam, dan sekarang ia sadar, bahwa dasar samudera itu dingin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Not Perfect Tears
RomanceNessa mengandung bayi Fabian. Namun semesta mengharuskannya menerima lamaran Dylan, saudara kembar Fabian. Nessa pikir, perihnya hanya sampai di situ. Namun Tuhan, tidak berkata demikian. Sebab alih-alih bahagia dengan pernikahannya, Nessa harus me...
