Chapter 13

6.9K 542 17
                                    

Taehyung pov

Aku benar-benar seperti mimpi. Bagaimana hal ini bisa terjadi?

Aku benar-benar tidak siap. Setelah mendengar itu hatiku benar-benar terpukul, aku menangis sejadi-jadinya.

Aku sudah tidak peduli dengan pandangan orang yang berlalu lalang yang kebetulan lewat di hadapanku.

Aku masih terduduk menangis di depan pintu dengan kepala sesekali ku hantukkan di tembok.

Rasa sakit di kepalaku ini tidak sebanding dengan hatiku yang telah hancur

Tuhan, aku tidak sanggup hidup seperti ini ㅠ.ㅠ

Kenapa semua orang yang ku sayang meninggalkanku?
Apa aku punya salah?

Tolong beri aku kesempatan, aku akan jadi orang yang lebih baik lagi. Aku janji.

Hiks hiks

Aku masih menangis penuh emosi.
Meratapi nasibku yang begitu menyedihkan.

Di sela tangisku, aku mendengar suara handphoneku berbunyi. Ku lihat layar itu dengan tidak menghentikan tangisku. Mataku sedikit kabur karena banyak menangis, tapi aku masih bisa membaca nama si penelpon. Ku tekan tombol hijau.

"Yeoboseo, Hyung? K-kau dimaㅡ

Ku dengar suara yang sangat ku kenal di seberang sana.

Dia menghentikan ucapannya, mungkin karena mendengar suaraku. Sebenarnya aku belum berbicara tapi isakku yang duluan sampai di telinganya.

"Hyung kau kenapa? Kau dimana sekarang?
Aku dengar suaranya memburu bersamaan napasnya yang kasar.

Aku yakin saat ini dia sedang khawatir mendengar aku menangis.
Aku masih belum bisa bicara, ada setumpuk emosi menumpuk di dadaku. Begitu menyesakkan. Menguras begitu banyak tenaga sehingga rasanya melumpuhkan organ-organku. Aku susah bernapas.

Jujur saja aku sudah melupakan kejadian yang lalu. Aku sudah tidak menyalahkan jungkook. Aku sudah membaca semua pesannya dan aku mulai mengerti. Aku sadar aku hanya salah paham. Aku sudah tidak memikirkan hal itu lagi, mengingat sesuatu yang lebih penting yang harus ku hadapi.

Dari lubuk hatiku yang paling dalam aku yakin kalau dia tidak mungkin setega itu padaku. Tapi aku tidak punya banyak waktu untuk membalas pesan-pesannya karena aku terlalu sibuk kemarin.

Aku sudah tidak marah padanya dan sepertinya dia yang ku butuhkan sekarang.

Dengan sekuat tenaga aku mencoba untuk mengeluarkan suaraku. aku berperang melawan isakku yang semakin menjadi-jadi.

"Jung-kkook, aku masih terisak yang membuat kata-kataku terbata menyebutkan namanya.

~bis-sa kau kesini se-sekarrang?" Akhirnya kata-kata panjang itu keluar juga. Aku benar-benar susah bersuara, leherku tercekat.

"Beritahu aku hyung, kau dimana?

Ku dengar pertanyaan di seberang sana ada nada khawatir.

"Ak-akku di rum-mahh ssakk-itㅡ,

ㅡeom-ommaku meninggal kook-kie" aku menangis lagi.

Ya Tuhan aku butuh seseorang sekarang, seseorang yang menepuk bahuku.

Aku butuh seseorang yang mengatakan semuanya akan baik-baik saja.

Aku butuh seseorang yang memapah tanganku, aku benar-benar tidak bisa berjalan sekarang kakiku mati rasa.

Aku skarat.

.

.

.

Jungkook pov

Aku masih belum percaya, benarkah yang di katakan tae hyung?

In ha ahjuma meninggal?
Kenapa tiba-tiba sekali?

Perasaan terakhir bertemu dia baik-baik saja walaupun dia kelihatan semakin kurus semenjak kepergian suaminya, appanya tae hyung tapi aku yakin dia baik-baik saja.

Aku masih belum mengerti, ku langkahkan kakiku cepat melewati lorong-lorong rumah sakit menuju ruang yang telah di sebutkan tae hyung tadi di telpon.

Setelah melewati beberapa belokan akhirnya sampai juga.

"Hyung!!"

Ya Tuhan, aku benar-benar tidak tega melihat pemandangan di depanku. Ku lihat hyung kesayanganku sedang bersandar di dekat pintu ruang ICU dengan mata yang bengkak, rambutnya berantakan. Dia benar-benar kacau sekarang.

Rasanya tidak tega aku melihatnya. langsung kupeluk lehernya. Ku usap-usap surai cokelatnya berharap dia bisa menghentikan tangisnya tapi tidak, tangisnya tumpah dia makin menangis sejadi-jadinya.

Ah, hatiku terkikis rasanya perih, getaran kepalanya yang terisak menyalurkan rasa sakit di hatiku. Aku bisa merasakannya buktinya air mataku juga menetes.

"Kook-, kook-kieㅡ

ㅡ eom-eommaku ..

Dia mulai berbicara sambil sesegukan sama seperti waktu dia menjawab telponku sebelumnya.

Aku makin menenggelamkan kepalanya didadaku. Ku pejamkan mataku kuat, membuat beberapa butir kristal sukses jatuh dari kedua ujung mataku.

"Hyu- hyung, yang sabar ya" Aku tidak tahu harus berbuat apa agar dia bisa tenang. Aku tahan sekuat mungkin tangisanku, aku tidak boleh nangis.

Bagaimana aku bisa menguatkan hyung kesayanganku ini kalau aku juga ikut menangis?

Ku kecup pucuk kepalanya, sungguh aku sayang sekali pada orang ini. Aku ingin melindunginya, aku ingin menjadi tameng yang membuatnya tidak terluka.

Kali ini tanganku mengusap-ngusap belakangnya berharap energiku bisa tersalur padanya. Aku harap dia punya kekuatan lebih agar sanggup menjalani hari-hari selanjutnya.

TUBERCULOSIS

VanilakookieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang