8

2.3K 262 29
                                    

"Untuk apa saya melindungi seseorang pada kenyataannya saya tidak ada yang melindungi?"

"Tapi...apakah anak Tuan senang dengan kehadiran saya disana nanti?"

Potongan-potongan percakapan yang entah terjadi kapan datang merasuki ke mimpi Beby. Beby melihat seseorang berpawakan tinggi dengan baju rapi menghampiri seorang gadis kecil yang entah itu siapa.

Beby membuka matanya dengan nafas tersengal-sengal serta keringat yang membasahi dahinya. Beby menyandarkan punggungnya di kepala ranjang sambil mengusap wajahnya.

"Dan lagi-lagi mimpi itu lagi." gumam Beby pelan. "Astaga, aku ini sebenernya siapa sih?"

Naomi membuka matanya saat mendengar seseorang bermonolog di sampingnya. Naomi mengucak matanya lalu ikut menyandarkan kepalanya di kepala ranjang. Ia menyentuh punggung Beby.

"Kenapa, Beb?"

Beby menoleh ke arah Naomi lalu menggelengkan kepalanya. "Mi aku ini siapa sih sebenernya? Aku ini siapa? Kenapa aku ada disini? Dan apa yang udah aku lupain?" tanya Beby bertubi-tubi.

Naomi menghela napasnya lalu mengusap punggung Beby memberikan ketenangan. "Beb shh, udah. Jangan di paksain. Aku percaya suatu saat nanti ingatan itu bakal kembali."

Beby menggeleng lalu mengacak-acak rambutnya frustasi. "Aku nggak bisa kaya begini terus-terusan Mi! Aku frustasi sama kilasan-kilasan yang bikin kepala aku sakit! Sakit Mi, sakit."

Naomi menghela napasnya lalu menarik kepala Beby untuk bertumpu di bahunya. Tangannya ia letakan di punggung Beby sambil sesekali mengusapnya. "Everything gonna be alright, Beb."

"Aku depresi." lirih Beby pelan.

"Shh, it's ok. I'm here for you. I promise." bisik Naomi.

*****

"Shan? Kamu ikut kan study tour ke desa yang Nabilah beberapa hari lalu kunjungin?" tanya Ve sambil memberikan dua lembar roti pada Shania.

Shania menghela napasnya. "Aku nggak tau Ma, aku males. Lebih baik aku di rumah."

"Lebih baik ikut Shan, Papa sedih ngeliat kamu kayak begini. Papa tau kamu sedih akan kehilangan Beby, tapi kamu nggak bisa terlalu berlarut sama kesedihan kamu." ucap Devan pelan yang langsung mendapat tatapan tajam dari Shania.

"Wajar aku sedih. Wajar aku depresi kaya begini. Papa pikir ngelepas seseorang yang udah jagain Papa selama beberapa bertahun-tahun itu gampang? Orang itu yang melindungi Papa dari segala bahaya. Rela nyawanya terambil cuma demi Papa. Rela dapet luka-luka di sekujur tubuhnya. Rela nahan semua rasa sakit semua itu. Nggak semudah itu, Pa." ucap Shania panjang lebar dengan nada sedikit membentak.

Ve yang melihat itu langsung mendekat ke arah Shania lalu mengusap punggung Shania guna menenangkannya. "Shh, udah Shan. Dev, udah gak usah bahas yang itu lagi."

"Aku nggak mau Shania berlarut sama kesedihan Ve. Kita udah cari Beby kemana-mana dan sama sekali nggak ada hasil." jawab Devan.

"Dan Papa nyerah begitu aja? Setelah apa yang Beby lakuin ke keluarga kita? Papa nggak inget? Dia yang nyelamatin nyawa aku. Berkali-kali. Bukan cuma sekali. Dia nyelamatin kita. Keluarga kita utuh karena dia. Ngerti?" bentak Shania lalu mendorong kursi ke belakang secara kasar lalu meninggalkan Devan yang hanya diam mendengar perkataan Shania yang memang ada benarnya.

Devan mengusap wajahnya. "Aku tau Ve. Aku tau Beby udah ngelakuin banyak ke keluarga kita. Aku juga frustasi. Kita sama sekali nggak nemuin jejak Beby dimana-mana. Pihak kepolisian juga nggak ada yang melapor tentang keberadaan Beby."

Back to me, please [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang