"Shan? Hei kamu mau ke mana?" tanya Devan dengan kening berkerut saat melihat Shania menggendong tas ransel berukuran besar sambil berjalan menuju pintu untuk keluar.
Devan mengikuti langkah Shania di belakangnya karena Shania sama sekali tidak menjawab pertanyaannya. "Shania, Papa tanya kamu. Kamu mau kemana?" tanya Devan sekali lagi.
Shania memutar tubuhnya lalu menatap sang ayah lekat-lekat. "Papa bilang udah nyari Beby kemana aja. Dan Papa bilang nggak ketemu. Tapi buktinya apa? Beby ada! Dan dia masih hidup dalam keadaan baik-baik aja. Papa nggak bener-bener serius cari Beby."
Mulut Devan terbuka dengan sempurna. Matanya mengerjap beberapa kali. "S-serius?"
"Apa wajah aku kurang meyakinkan?" tanya Shania sinis.
"Back to the point, Shania. Kamu mau kemana bawa tas ransel besar begini?"
"Aku mau susul Beby. Kesana. Papa jangan coba-coba buat larang aku." jawab Shania sambil melanjutkan langkahnya.
"T-tunggu dulu." Devan menarik tangan Shania menghentikan langkahnya. "Gak. Papa nggak akan izinin. Kenapa gak Beby aja yang datang kesini?"
"Papa gampang bilang kayak begitu. Kalau aja Beby nggak hilang ingatan, pasti dia udah kembali lagi kesini setelah kecelakaan itu." jawab Shania sambil menarik tangan yang berada di genggaman Devan. "Beby hilang ingatan. Dan aku harus bantu dia buat kembali mengingat segalanya." lanjut Shania sambil melanjutkan langkahnya.
Tidak sampai di situ usaha Devan. Devan langsung menarik tangan Shania kuat-kuat lalu memerintahkannya untuk masuk kembali ke dalam rumah. Dengan tatapan menusuk tentunya. Shania tidak bisa membantah kalau sudah di tatap seperti itu oleh ayahnya. Dengan menggerutu, Shania berjalan malas kembali ke dalam rumahnya. Shania melempar tas ranselnya ke lantai lalu berkacak pinggang. "Kenapa sih Papa larang aku buat kembali kesana?!"
"Setelah kejadian yang sudah menimpa kamu beberapa hari yang lalu disana kamu pikir Papa bakal lepasin kamu begitu aja?" bentak Devan. "Nggak, Shania!"
Shania mundur beberapa langkah saat mendengar suara berat milik ayahnya mulai meninggi. Shania takut sekali jika nada bicara ayahnya sudah berubah seperti ini. Shania mundur hingga ia menabrak tubuh seseorang. Ibunya. Ve.
Dengan cepat Shania memeluk tubuh ibunya erat-erat mencari perlindungan. Ve yang mendapatkan perlakuan sepertiitu dari anak semata wayangnya hanya bisa mengerutkan keningnya meminta penjelasan dari Devan yang berdiri tidak jauh darinya dengan sebelah tangan berada di pinggangnya dan sebelahnya lagi memijat pelipisnya.
"Shania. Dia mau pergi kesana. Kan kamu tau Ve kejadian yang menimpa Shania beberapa hari yang lalu." ucap Devan dengan nada cemas. "Aku gak mungkin biarin Shania pergi kesana lagi. Bahaya."
Ve mengangguk paham lalu beralih menatap sang putrinya yang masih setia memeluk tubuhnya. Tangan Ve terangkat untuk mengusap puncak kepala Shania. "Shania, tujuan Papa kamu itu ada baiknya juga. Papa nggak mau terjadi hal-hal yang tidak di inginkan di luar sana. Kamu kan tau, banyak yang mengincar keluarga kita di luar sana."
"Tapi tapi aku mau susul Beby, Ma. Aku mau kesana." lirih Shania pelan.
"Mama paham, sayang." Ve beralih mengecup kening Shania penuh kasih sayang. "Tapi kamu gak di izinin pergi sendiri kesana. Biar Vino yang antar kamu kesana. Gimana?"
"Ve...." desis Devan sambil menatap Ve tajam. Ve kembali membalas tatapan tajam itu yang langsung membuat Devan menunduk takut.
"Kamu bilang ke Vino buat anter ke tempat yang kamu tuju. Setelah itu, kamu harus menurut apa kata Vino. Jangan melakukan hal yang macam-macam. Telfon Mama kalau kamu sudah sampai disana. Ngerti?" ucap Ve panjang lebar sambil mengelus rambut hitam berkilau milik Shania.

KAMU SEDANG MEMBACA
Back to me, please [Completed]
FanfictionSekuel dari Your Protector. 29/8/16 - 7/7/17.