14

1.9K 226 62
                                    

1 tahun kemudian.

Terlihat Shania dengan penampilan sedikit lebih dewasa sedang berjalan menuju mobilnya dengan wajah yang tidak karuan. Ia membuka pintu mobilnya lalu masuk ke dalamnya. Ia melempar asal tasnya ke kursi di sebelahnya lalu menstater mobilnya.

Hari ini, entah sudah terhitung berapa lama semenjak kepergian pengawal kesayangannya itu. Namun rasa itu masih sama dan akan tetap sama sampai waktu yang tidak dapat di tentukan. Shania masih suka tenggelam dalam kesedihannya. Dan ia lebih memilih untuk menyendiri. Shania melakukan segala aktifitasnya secara malas-malasan. Hal itu sempat membuat kedua orang tuanya bingung dan putus asa melihat anak satu-satunya tidak ada gairah untuk menjalankan hidupnya lagi.

"Kenapa sih?" tanya Shania dengan nada sedikit kesal. "Aku di jalan pulang. Gak usah over." lanjutnya lalu melempar ponselnya ke dashboard.

Shania mengusap wajahnya. Ia menghela napasnya. "Argh!" geramnya sambil mengacak-acak rambutnya. "Ck, udah berapa lama ini? Kenapa bayang-bayangnya selalu ada di kepala gue sih?" gerutunya sebal.

Beby membidik pistolnya ke arah salah satu butik yang berada di pusat kota. Mata hitam setajam elangnya melirik ke kanan dan ke kiri menunggu kode selanjutnya. Salah satu temannya mengangguk menandakan iya. Beby langsung menekan tuas pistol dan meluncurlah peluru mengarah pada butik incarannya. Namun meleset. Pelurunya mengenai kaca mobil seseorang yang langsung membuat pemilik mobil tersebut keluar.

Beby meringis saat merasa kepalanya sedikit nyeri kala melihat seseorang pemilik mobil tersebut. Beby menggelengkan kepalanya lalu langsung memberi aba-aba untuk menyerang.

Sekitar 10 orang yang merupakan komplotan dari Beby keluar dari persembunyiannya masing-masing. Setengah dari mereka mengurus orang incarannya yang ada di dalam butik, setengahnya menjaga di luar.

Shania langsung menjerit saat seseorang memelintir tangannya ke belakang. Mario. Shania meronta-ronta. "Sialan Mario! Lepas!" teriak Shania. Mario makin mengeratkan cengkramannya.

"Ke butik! Sekarang. Keadaan darurat!" Vino memutuskan panggilan secara sepihak lalu melirik Gracia yang ada di sebelahnya. "Kita gak bisa nyerang sekarang. Tapi Nyonya dan Nona muda dalam keadaan bahaya." bisik Vino.

Gracia tersenyum. "Ini yang kita tunggu Vino. Kita udah di latih matang-matang. So, jangan banyak bicara. Kita bisa ngatasin ini." jawab Gracia bersiap keluar dari persembunyiannya.

Gracia berlari menyerang Mario yang memang posisinya paling dekat. Gracia memberikan tendangan langsung di belakang tubuh Mario. Mario terhuyung sehingga ia melepaskan cengkramannya di tangan Shania.

"Gak papa?" tanya Gracia pada Shania. Shania mengangguk. Gracia kembali menyiapkan ancang-ancang untuk menyerang Mario yang sekarang sedang menatapnya tajam. "Masih mau menyerang?"

Vino menahan tangan Beby saat hendak menarik tangan Ve. Beby mengalihkan pandangannya menatap Vino tajam. Beby menggeram lalu menarik tangannya. Ia meninju wajah Vino lalu memberikan tendangan di perut Vino. Vino meringis. Biasanya Beby ada di pihaknya. Namun sekarang berbeda.

"Sadar!" teriak Vino di depan wajah Beby. Vino membalas tinjuan dari Beby. Darah segar langsung mengalir di sudut bibir Beby. Vino tersenyum remeh. "Lo salah. Salah besar."

Beby menyeka kasar sudut bibirnya lalu mendorong Vino ke belakang hingga membentur tembok. Beby melayangkan pukulan bertubi-tubi di wajah Vino hingga Vino tumbang.

"Shan! Lari!" teriak Nabilah yang baru saja keluar dari dalam mobilnya. Nabilah melirik ke arah Jeje yang berlari cepat menuju butik. Nabilah mengeluarkan pistol dari saku celananya lalu mengarahkan pada Mario yang masih saja mengincar Shania. "Mundur lo banci!"

Back to me, please [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang