19

1.2K 211 57
                                    

Beby meletakan kaleng soft-drink yang isinya telah kandas ke atas meja lalu menghela napasnya panjang. Ia mengusap wajahnya lalu mengangkat tangannya untuk melihat jam di pergelangan tangannya. Pukul setengah lima sore. Mungkin ia akan bermalam lagi di tempat tongkrongan anak muda zaman sekarang seperti malam-malam sebelumnya. Lagi pula jika ia ingin pulang, dimana rumahnya? Bukankah dia telah meninggalkan Naomi demi Shania yang jelas-jelas tidak mengharapkan kehadiran dirinya lagi?

Lagi-lagi Beby menghela napasnya panjang. Yang ia punya hanyalah mobil serta kartu kredit dimana ia menyimpan uang tabungannya. Cintanya telah hilang. Hilang sebab perbuatannya sendiri. Bukan, bukan sepenuhnya salah Beby. Jikalau ingatannya tidak hilang, tidak mungkin ia menghabisi orang-orang yang menyelamatkan hidupnya.

Beby mengusap wajahnya lalu meletakan kepalanya di atas meja. Air mata perlahan jatuh membasahi pipinya. Tubuhnya begetar. "Aku jahat, aku tidak pantas ada di muka bumi ini. Aku jahat." Gumamnya pelan. Sebelah tangannya terangkat untuk memukuli kepalanya sendiri. Ia menyesal. Menyesal akan semua perbuatannya.

Beby mengangkat kepalannya saat merasa tangannya di tahan oleh seseorang. Beby mengerutkan keningnya lalu mengusap air mata dengan sebelah tangannya yang bebas. "V-Vino? A-Anda sedang apa?" Tanya Beby sedikit terkejut.

Vino menghela napasnya lalu melepas tangan Beby dari genggamannya. Vino menarik kursi kosong disebelah Beby lalu menatap Beby dengan tatapan prihatin. "Lo mau bunuh diri lo sendiri?"

Beby menggeleng cepat. "Lantas, ngapain lo mukul-mukul kepala?" Beby mengangkat bahunya menjawab pertanyaan Vino. "Kali ini, gue mau minta bantuan sama lo."

"Apa?" Jawab Beby cepat.

Vino menghela napasnya. "Mungkin ini bakal ngerugiin lo juga. Tapi, ini permintaan Nona Shania. Dia ingin semua ini selesai." Jelas Vino.

Beby diam sejenak lalu kepalanya mengangguk pelan tanda ia setuju. Keluarga Shania sudah memberikan banyak bantuan kepada Beby, kali ini, dia yang akan membantu keluarga Shania sebagai bentuk balas budi.

Vino berdeham. "Kamk semua, mau jeblosin kawanan Farish ke penjara. Keputusan kami sudah bulat." Jelas Vino. "Lo, kita minta lo buat jadi saksi."

"Saya setuju." Jawab Beby tanpa berpikir sedikitpun.

Kening Vino berkerut heran. "Lo yakin? Lo nggak mau berpikir dulu atau apa?" Tanya Vino meyakinkan.

Beby menggeleng cepat. "Saya yakin."

"Penjara lho, Beb." Kata Vino sedikit cemas.

"Tidak apa-apa. Bilang ke Nona Shania, anggap saja ini sebagai permintaan maaf dan sebagai balas budi saya kepada keluarganya." Jelas Beby yakin. Beby tersenyum tipis. "Setidaknya saya tidak akan tersiksa lagi memikirkan kesalahan saya kepada keluarga Nona Shania."

Vino diam sejenak lalu tersenyum tipis. Ia menggenggam tangan Beby. "Gue dan yang lain janji bakal bebasin lo. Lo nggak perlu khawatir."

Beby menggeleng. "Jangan. Biar saja menerima hukumannya. Anda tidak perlu memikirkan soal itu." Kata Beby lalu setelah itu tersenyum. "Saya hanya minta satu hal, Vin."

"Apa itu?"

"Tolong jaga Naomi dan Sinka. Mereka ada di desa. Anda tau bukan tempatnya?" Tanya Beby serius. Vino mengangguk. "Ya, permintaan saya hanya itu. Dan tentunya, jaga Shania dengan baik."

"Kalau soal itu, gue jamin bakal aman." Jawab Vino sambil tersenyum tipis.

"Oke, kapan kita ke kantor polisi?" Tanya Beby. "Malam ini. Lebih cepat, lebih baik. Come on." Beby beranjak dari duduknya. Ia berjalan menuju mobilnya.

Back to me, please [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang