Bangun-bangun, aku melihat Boyd ketiduran disampingku dengan nyenyak. Ah, ternyata semuanya hanyalah mimpi.
Aku berdiri dan membuka pintu kamar Mitsu pelan-pelan, dan ternyata dia sudah bangun. "Mama, mama!" katanya sambil memintaku menggendongnya.
Setelah menggendongnya, aku berjalan ke bawah untuk memberinya makan. Tiba-tiba, aku melihat ayah. "Ayah? Kenapa ayah disini?" tanyaku agak kebingungan.
Bukan hanya ayah, aku juga melihat kantong mata yang sangatlah kelihatan di bawah matanya. Mukanya seperti gak percaya dan matanya membesar, berkaca-kaca. Akupun menaruh Mitsu di karpet.
"K..kamu gak ingat?" katanya, "Ingat apa?" tanyaku balik. Tanpa mendengar jawaban, tiba-tiba ayah sudah melompat untuk memelukku.
"Leyna... kalau kamu gak ingat, gak apa-apa deh, yang penting kamu selamat," katanya sambil menangis. Aku yang masih bingung, memeluk balik ayah.
Lalu, aku teringat mimpiku. "Tunggu, a..apa aku diculik, ayah?" tanyaku ke ayah sambil mendorong pelan ayah agar aku bisa melihat mukanya yang gak berubah, hanya mengangguk saja.
"I..itu bukan mimpi?" tanyaku lagi. Ayah membalas dengan menggelengkan kepala. Aku hampir terjatuh mendengarnya. Setelah sadar, aku langsung lari ke kamar untuk melihat Boyd.
Aku melihatnya masih tertidur nyenyak, tapi aku dengan cepat membuka selimut dan kemejanya. Melihatnya, mataku sampai berkaca-kaca.
Lebam dan luka dimana-mana, dan yang kupikir sedang tidur nyenyak, ternyata sedang bernafas dengan berat, seperti kesakitan parah. "Boyd..." kataku, menangis pelan.
Tapi, aku menghapus air mataku dan menghadap ke ayah, yang berlari mengejarku, "Ayah, panggil ambulans, cepat!" kataku memerintahnya, "Ah, i..iya!" katanya, mengeluarkan HPnya.
Aku mengambil ember berisi air dan lap, dan pelan-pelan membersihkan lukanya. Sambil mengelap darahnya yang ada dimana-mana, seperti sayatan pisau.
"Kamu kayak gini gara-gara aku.... maafkan, Boyd," kataku sambil lanjut membersihkan lukanya. Lalu, aku mendengar suara ambulans.
Aku masuk ke ambulans bersama Boyd, yang masih mengerang kesakitan. Selama perjalanan, Boyd menggenggam tanganku dengan erat. "Aku tau sakit, maafkan aku, Boyd," kataku pelan.
Setelah sampai, susternya berteriak ke satu sama lain, dalam paniknya, yang bisa kudengar adalah, "Pasiennya sudah kehilangan terlalu banyak darah!" "Luka ini beberapa ada yang dalam!"
Aku berhenti setelah dilarang melanjuti. Selama dia di dalam, yang bsia kulakukan adalah berdoa sambil ditemani ayah yang terus-terusan merangkulku sambil membawa Mitsu.
Lalu, dokternya keluar.
AKu langsung berdiri, dan menghampirinya, "G..gimana suamiku, Dok?" tanyaku khawatir. Melihat dokternya tersenyum, bebanku seperti terangkat.
"Dia baik-baik saja Bu. Tapi, dengan luka seperti ini, orang akan berasumsi dia berantem. Apa yang dia lakukan sebelum ini, Bu?" tanyanya dengan mengangkat 1 alis.
Tapi, ayahku berdiri dan bilang ke dokternya, "Kemarin ada sesuatu yang membuatnya harus berantem. Yang penting, dia sekarang baik-baik sajakan, Dok?" dan dokternya mengangguk.
"Apa aku bisa melihatnya?" tanyaku, "Silahkan, Bu," katanya sambil menunjukkan kamar Boyd. Aku pelan-pelan masuk, dan melihat Boyd terbalur dengan perban dimana-mana.
"Boyd... maafkan aku... maaf," kataku sambil duduk di sampingnya. Dia hanya melihatku dan mengelusku pelan-pelan. "Aku yang seharusnya minta maaf."
"Padahal aku sudah janji buat melindungi kamu dan Mitsu, tapi... kalian berdua diculik dalam kurun waktu yang pendek, dan semuanya karenaku."
"Tapi, aku gak pernah ngira sih, penculikmu itu membawa pisau lipat yang tersembunyi," lanjutnya sambil ketawa sedikit, "Ini bukan waktunya buat ketawa, Boyd! Lihat saja semua perban ini!"
Tiba-tiba, Mitsu berteriak senang, "Papa, papa!" katanya sambil meminta digendong Boyd, "Mitsu, papa lagi gak bisa gendong kamu sekarang," kataku, tapi Boyd membantah.
"Gak apa-apa, Leyna. Minimal, Mitsu gak bakalan stress, kan?" katanya sambil tersenyum lembut. Akupun mengalah dan membiarkannya menggendong Mitsu.
Melihat Mitsu berteriak senang sambil memeluk-meluk Boyd, kesedihanku sedikit terangkat. Akupun mengelus rambut Mitsu dengan pelan.
"Dan, tentang janjimu itu?" kataku, yang membuat Boyd agak lompat, "Aku pikir kamu sudah memenuhinya, karena pada akhirnyakan, kamu yang menyelamatkan kita berdua."
"Aku juga setuju dengan Leyna, Boyd," kata ayah setelahku. Boyd terdiam, dan perlahan-lahan, air mata mengalir di kedua pipinya. Mitsu melihat Boyd dengan muka khawatir.
"Papa?" tanyanya. Tapi, Boyd gak menjawab, dan makin lama tangisannya makin deras. Aku mengambil Mitsu, dan memeluknya sambil melihat Boyd yang menangis.
Setelah itu, Boyd yang agak malu karena dia menangis sebanyak itu, berusaha terlihat tenang. "T..tapi kalau begini, aku terpaksa gak kerja selama beberapa hari dulu, ya."
"Oh iya, ya! Aku belum telpon Roy. Aku keluar dulu, ya, buat ngasih tau!" dan akupun keluar untuk menelpon Roy.
-Boyd's POV-
Setelah Leyna keluar dan meninggalkan Mitsu di karpet yang sudah disediakan susternya khusus untuk Mitsu, dia membiarkan Terry dan aku sendiri (bersama Mitsu) di ruangan.
Untuk beberapa saat, ada keheningan yang pedih. Lalu, Terry duduk di kursi tempat Leyna tadi duduk, dan mulai berbicara.
"Aku mau berterima kasih ke kamu," katanya singkat. "Tapi, karena akulah mereka berdua jadi berada di dalam bahaya," balasku. Mendengarnya, Terry tersenyum pelan.
"Dan, kamu langsung bergerak untuk menjamin keselamatan mereka, gak kayak aku dulu," katanya. Diapun mengelus kasar rambutku, yang membuatku bilang "Aduduh," dengan pelan.
Lalu, Leyna masuk, "Wah, kok kayaknya kalian lagi seru ya? Apa aku harus keluar lagi?" katanya sambil ketawa sedikit.
Setelah itu, kita semua berbicara hingga Terry balik membawa Mitsu ke rumah.
-Boyd's POV End-
Selama beberapa hari, hampir seminggu, Boyd berada di rumah sakit. Kadang, Roy datang dan bercanda dengannya, kadang dia bicara bisnis.
Ayah dan ibunya Boyd juga datang. Di kunjungan mereka, aku agak tegang, karena aku jarang bertemu dengan mereka. Walau aku disuruh tenang saja, aku gak bisa.
Akhirnya, Boyd pun keluar dari rumah sakit. Ayah datang untuk menjemput kita, dan selama menunggu, Boyd bercerita tentang perkelahiannya itu.
Mendengarnya, aku hanya ingin bertanya, "Kamu kok bisa jago berantem kayak gitu?" ke dia. Yang akhirnya beneran kutanya.
"Ya, sebenarnya aku dulu itu anak yang sangat, sangat nakal. Aku sering berantem, hanya karena aku mau. Yaaa... gara-gara itu, aku bisa melindungimu, jadi aku bersyukur, deh."
Dan yang gak aku bilang ke dia, aku juga bersyukur kamu baik-baik aja.
KAMU SEDANG MEMBACA
My CEO Husband [COMPLETED]
Любовные романыKehidupan biasa + Penemuan luar biasa = ??? Baca apa yang terjadi berikutnyaa :v Cliché? Biarin!