Part 26

20.5K 712 6
                                    

-Boyd's POV-

Perkataan Terry membuatku kaget setengah mati, hampir menjatuhkan gelas yang kupegang. "Hati-hati, nanti Leyna bangun," kata Terry memegang gelasnya dari dasarnya.

"M.. masih hidup gimana, Pak?" tanyaku dengan mata membesar, "Dia itu sebenarnya... pura-pura meninggal, bisa dibilang ya?" jawabnya sambil mengambil dan menaruh gelasku di meja.

"Setelah dia menikahiku, sering kali dia akan diserang dengan pisau dan segala macem, pas dia jalan di luar. Walau begitu, istriku selalu memasang senyum di mukanya. Tapi sekali itu, dia diculik dan diserang."

Dia melanjutkan, "Saat aku menemukannya, dia sudah pingsan dengan banyak sayatan di sekujur tubuhnya dan darah dimana-mana. Kondisinya sangatlah kritis. Dia langsung dibawa ke rumah sakit," lalu dia berhenti lagi dan menghela nafas.

Dia melihat ke kiri kanan, memastikan Leyna gak ada. Kayaknya, ini itu benar-benar sesuatu yang Terry gak mau Leyna tau sekarang. Dia melihatku dengan mata agak sedih.

"Untungnya dia selamat. Tapi, dia kasih tau kalau dia hidup, Leyna lah yang bakal jadi target mereka. Mereka hanya ingin aku depresi, agar aku berhenti membantu orang. Seberapa parah mereka? Akhirnya, kitapun sepakat untuk membungkam rumah sakitnya dan menulis dia meninggal."

Tiba-tiba, dia meneteskan air mata, "Jadi intinya, dia itu... dia dikatakan meninggal karena aku. Akulah yang lemah, gak bisa ngelindungin dia. Akulah yang payah, sampe dia yang harus berkorban. Seharusnya aku yang terluka, bukan dia."

Suara sunyi malam terpecahkan oleh tangisan Terry. Dia terus-terusan menangis sambil bilang, "Aku yang membunuhnya, aku!" sepanjang malam. Aku hanya bisa duduk di sampingnya, terdiam, dan berpikir.

Aku langsung kepikiran Leyna dan Mitsu. Apa mereka bakalan bernasib sama? Apa mereka berdua bakalan terluka? Aku mengepalkan kedua tanganku dan bertekad.

"Pak, aku bertekad. Aku janji di hadapan bapak sekarang, kalau aku gak akan membiarkan Leyna bernasib sama. Aku akan melindungi Leyna dan Mitsu!" kataku kepada Terry yang masih menangis.

Aku lalu menepuk punggungnya, "Aku yakin dia masih di luar sana, nungguin bapak," kataku. "Ah, namanya siapa, Pak?" tanyaku. Aku lupa menanyakan nama ibunya Leyna sampai sekarang.

"Namanya Saskiya. Kalau mau tau, Saskiya artinya pintar dan cantik, loh. Dan dia memang cocok untuk namanya itu," katanya. Mulutnya tersenyum pas dia bilang itu, tapi matanya cuman ada sedih doang.

"Dan mungkin kamu bener, kalo dia ada di luar nungguin aku, tapi, aku yang gak tega ngeliat dia," katanya. "Gak tega? Kenapa, Pak?" tanyaku penasaran.

"Ya, sehabis semua yang udah aku lakukan ke dia, masa sekarang aku lompat lagi ke tangannya?" "Maksud bapak yang udah bapak lakukan, itu aku yakin aku tau," kataku tersenyum.

"Bapak udah ngasih dia kasih sayang, udah bersamanya buat masa-masa susah, dan udah ngasih dia Leyna. Disitu, aku juga mau bilang makasih."

Itulah akhir dari percakapan cowok kita malam itu.

-Boyd's POV End-

Aku terbangun, menyadari aku udah di kasur. Ah, ayah dan Boyd udah pulang pasti pikirku. Aku lalu mendengar 2 orang ngobrol di lantai bawah. Dari suaranya, udah pasti ayah dan Boyd.

Aku lalu bangun dan menuju ke bawah, tapi berhenti pas aku dengar ayahku bilang, "Ibunya masih hidup."

Aku kaget dan gak bisa gerak. Aku tadinya mau ngeluarin "Hah?!" tapi aku tahan di dalam. Aku langsung menutup mulutku dan bersembunyi, mendengar percakapan mereka.

Tiba-tiba, air mataku menetes, ibu masih hidup... ibuku... gumamku. Aku lalu mendengar Mereka berdua menuju ke atas, dan aku dengan cepat kembali ke kasur, pura-pura tidur.

Aku mendengar Boyd masuk kamar dan mengganti bajunya. Tengah mengganti, dia tiba-tiba berhenti dan aku mendengar dia jalan ke arahku.

Dia mengelus bawah mataku, "Mimpi buruk, ya," katanya sambil pelan-pelan tidur di sampingku dan memelukku, "Aku ada disini, gak pa-pa, kok" katanya lembut.

Setelah dia tidur, aku gak kuat lagi menahan air mataku. Aku akhirnya menangis tanpa suara, biar Boyd gak bangun.

Setelah puas menangis, aku balik badan melihat Boyd yang tidur dengan nyenyak, "Makasih, Boyd," kataku menciumnya. Lalu aku juga tidur, di tangannya Boyd.

Jam 5, aku bangun. Aku sadar Boyd belum bangun, jadi aku langsung pergi dan membuatnya sarapan dan bekal. 30 menit kemudian, dia turun, ditangannya ada Mitsu yang udah bangun.

"Pagi, Boyd, Mitsu," sapaku. Boyd lalu menutup mukanya dengan Mitsu dan menggerakkan tangan Mitsu, "Pagi, mama!" katanya dengan suara yang tinggi.

Aku ketawa sedikit, "Wah! Mitsu udah bisa ngomong! Yes! Yang pertama dia omongin itu mama, ya" kataku mendekatinya, "Ah! Enggak! Pasti yang pertama kali Mitsu bilang itu papa, deh!!" kata Boyd menurunkan Mitsu dari mukanya.

Aku mengambil Mitsu dan menaruhnya di kursi dia. "Dah! Papa juga makan, dong!" kataku menyuruh Boyd duduk, "Gak boleh! Kamu gak boleh panggil aku papa!" kata Boyd.

"Kamu harus panggil aku sayang," lanjutnya sambil menggelitiku. "Wah, keluarga yang harmonis sekali," tiba-tiba suara ayah terdengar. Aku hampir lupa kalo ayah masih di rumah kita.

Melihatnya, aku langsung teringat percakapan mereka berdua tadi malam. Aku berusaha memasang senyumanku, "Ah, ayah! Ayo, ayah juga sarapan!" kataku, pura-pura tersenyum.

Tapi, Boyd dan ayah sama sekali gak gerak. Mereka cuman ngeliatin aku. "Kenapa? Ayo, sebelum makanannya dingin," ajakku. Boyd dan ayah melihat ke satu sama lain, lalu mengangguk.

"Kamu denger percakapan kita tadi malam, ya?" kata Boyd dengan muka agak sedih dan khawatir, "Oh, kalian ngobrol tadi malem? Aku sih, udah tidur," kataku berusaha tersengar senang.

"Jangan bohongin kita, Ley. Dan yang paling penting, jangan bohongin dirimu sendiri," kata ayah sambil turun. Perlahan-lahan, senyumanku memudar dan ditukar dengan air mata.

"Kenapa ayah gak pernah bilang?" kataku. Suaraku terdengar pecah, "Maaf, Leyna, ayah gak tau kapan mau kasih tau kamu," jawab ayah pelan sambil memegang tanganku.

Tapi, aku dengan cepat menyingkirkan tangan ayahku, "Aku tau kapan, 3 TAHUN YANG LALU!!!" kataku sambil berteriak dan menangis, "Selama ini ayah gak bilang karena ingin melindungku, tapi sebenanarnya itu cuman ngelukain aku aja!"

Ayah menarik tangannya dan terdiam mendengarku menangis. Boyd pelan-pelan mendekati dan merangkulku. Lagi-lagi, dengan cepat aku berdiri dan menyingkirkan tangannya.

"Bukannya ngasih tau ke anakmu sendiri, ayah malah ngasih tau suamiku doang. Aku ngerasa dikhianatin," kataku dengan nada mengancam. "Gak ada yang ngekhianatin kamu, Leyna!" kata Boyd.

Aku terdiam sebentar, "Dan Boyd, kamu bukannya memberihuku yang sebenarnya, malah mau membuatku percaya semuanya baik-baik aja," kataku menunjuknya. "Aku bukan anak kecil! Aku gak perlu lagi dibohongin biar aku seneng!"

Tiba-tiba, ada tangan yang dengan cepat menampar pipiku dengan keras. Sambil memegang pipiku, aku sadar kalau yang nge nampar itu nenekku. Nenekku, yang bahkan gak pernah teriak kalo ada aku.

"Leyna. Kalau kamu marah gara-gara kita semua bohong ke kamu buat ngelindungin kamu, percayalah sama nenek, kamu itu masih anak kecil."

My CEO Husband [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang