Part 3

235 23 0
                                    

Keesokan paginya, Aelke belum bisa kembali ke kampusnya. Kampus diliburkan seminggu untuk memperbaiki kerusakan yang ditimbulkan kemarin. Aelke tidak bisa tidur semalaman. Dia memikirkan tentang teror yang semalam dia dapatkan.

Beberapa menit yang lalu, Aelke membuang sendiri bangkai itu di tempat sampah yang ada di depan rumahnya. Aelke tidak bisa memberitahu Bi Ina atau bahkan Zio. Bisa-bisa, mereka akan melaporkan kejadian ini kepada ayah Aelke di Prancis sana. Aelke tidak mau membuat ayahnya cemas.

Selesai sarapan, Aelke kembali menuju ke kamarnya. Untuk mengurung diri dan menghabiskan seminggu liburannya ini di dalam kamar. Aelke sudah meminta Zio untuk membelikan beberapa novel pesanannya. Aelke malas pergi ke luar semenjak adanya teror atau apapun itu. Sangat mengganggu.

Aelke membaringkan tubuhnya di atas ranjang. Pikiran Aelke masih kacau akan pesan yang dikirimkan orang tak dikenal itu. Setau Aelke, dia tidak mempunyai musuh. Bagaimana bisa mempunyai musuh? Punya teman saja tidak. Hidup Aelke terlalu datar untuk dicemburui atau dibenci.

Aelke berpikir keras untuk menyiasati liburannya ini. Liburan dadakan yang untuk pertama kalinya membuat Aelke senang. Dulu, Aelke tidak suka liburan. Liburan akan membuatnya menghabiskan banyak waktu di rumah sepi bak pemakaman ini. Tapi, untuk saat ini, Aelke memang sangat butuh liburan dan menjernihkan pikiran dari pesan orang aneh semalam.

Aelke hanya diam saja menunggu Zio datang membawakan novel pesanannya. Tapi, sampai sekarang, Zio belum kembali. Aelke meraih handphone-nya dan membulatkan mata menatap layar handphone-nya. Ada sebuah pesan masuk di sana. Pesan masuk dari Morgan dan pesan itu masuk sejak dua jam yang lalu.

From: Morgan
Maaf semalam gak bales. HP lowbat dan harus dicharge. So, libur panjang, eh?

Aelke membulatkan matanya. Darimana Morgan tau jika Aelke mendapat libur panjang? Apa Morgan peramal? Ah, ya, tentu saja Morgan tau. Morgan ada dikejadian tempat kerusuhan itu terjadi. Morgan melihat banyak kerusakan yang harus diperbaiki tentunya.

To: Morgan
Yaps. Libur panjang di rumah. Boring.

Hanya itu balasan Aelke. Tak butuh waktu lama, Morgan membalas pesan Aelke itu.

From: Morgan
Gue bisa buat liburan loe menyenangkan.

Aelke mengangkat sebelah alisnya.

To: Morgan
Gimana caranya?

Setelah itu, Morgan tak membalas pesan Aelke lagi. Aelke menunggu lama hingga akhirnya Zio datang membawakan beberapa novel pesanan Aelke. Aelke mengunci kembali pintu kamarnya rapat-rapat setelah Zio pergi lalu, Aelke mulai membaca halaman pertama novel yang berjudul 'Hurt' itu.

Aelke baru membaca dua puluh lima halaman saat samar-samar mendengar pintu kamar—yang menuju ke balkon—terketuk. Aelke terkesiap. Siapa yang mengetuk pintu itu? Bagaimana bisa? Bukankah kamar Aelke berada di lantai dua?

Ragu-ragu, Aelke mendekat ke arah pintu itu. Aelke membuka pintu itu secara perlahan dan menatap ke sekelilingnya. Tidak ada apapun. Aelke memutuskan untuk berjalan ke balkon kamarnya itu. Tak lama kemudian, Aelke bisa mendengar suara desisan seseorang.

"Sssttt!"

Aelke mengedarkan pandangannya kembali. Tidak ada siapapun di sekitarnya. Atau rumah Aelke mulai dihuni oleh makhluk astral? Aelke memeluk tubuhnya sendiri. Merasa ngeri akan keberadaan makhluk astral itu.

Namun, pikiran Aelke itu lenyap saat dia melihat seorang pria melambaikan tangan kepadanya dari tembok besar pembatas rumah Aelke dengan jalanan. Dan yang lebih membuat Aelke terkejut adalah saat menyadari pria itu adalah Morgan.

Morgan memberi isyarat agar Aelke segera turun dan menghampirinya. Aelke menganggukkan kepala sebelum beranjak ke luar dari kamarnya. Mengendap-endap agar tidak ketahuan oleh Bi Ina yang tengah memasak dan Zio yang tengah menonton televisi.

Akhirnya, Aelke bisa ke luar dari rumahnya dan menghampiri Morgan yang tengah berdiri menyandarkan punggungnya di samping pintu mobil Honda CRV hitam miliknya.

"Kamu kenapa bisa..." Pertanyaan Aelke itu menggantung saat Morgan meletakkan jari telunjuknya di depan bibir Aelke. Meminta Aelke untuk diam tak bersuara. "Kita sama. Gue boring ngikutin kelas gak jelas itu jadi, gue cabut dari kampus, deh. Gue tau, kok, kampus loe lagi libur gara-gara kemaren."

"Tau dari mana?" Tanya Aelke.

"Dari mata-mata gue di sana. Gue kan punya banyak mata-mata. Loe baru tau, kan?" Ujar Morgan yang membuat Aelke memutar bola matanya dan berkata, "terserah."

"Jalan-jalan, yuk!" Ajak Morgan. Aelke mengangkat sebelah alisnya. "Loh, janjinya kan hari Sabtu sama Minggu. Sekarang hari Selasa." Ujar Aelke. Morgan menatap Aelke setengah kesal. "Ya, emangnya kenapa kalo hari ini? Loe boring, kan, di rumah? Gue juga boring. So, mungkin, kita harus refreshing bareng."

"Kita? Maksudnya?" Aelke memicingkan matanya. Morgan menarik nafas dan membuangnya perlahan. "Iya. Gue sama loe. Jadinya, kan, kita. Loe pernah belajar Bahasa Indonesia, gak, sih?" Morgan mulai gemas. Aelke menganggukkan kepalanya mengerti.

"Ya, udah, ayo!"

"Tapi, aku gak boleh ke luar rumah tanpa pengawasan Zio." Ujar Aelke lagi yang membuat Morgan semakin geram. "Duh, siapa lagi, sih, Zio? Kayaknya susah banget ngajak loe jalan, ya?"

"Zio itu bodyguard aku. Dia orang kepercayaan ayah aku. Kalo mau ngapa-ngapain aku harus sama dia." Jawab Aelke.

"Untuk hari ini, gak apa-apa, kan, bebas dari si Zio itu?"


***


Akhirnya, Aelke memutuskan untuk mengikuti apa yang Morgan katakan. Sejujurnya, Aelke juga jenuh jika terus berada di rumah. Aelke juga ingin melihat dunia di sekitarnya. Bukan hanya melihat isi rumah dan kamarnya.

Aelke mempersiapkan diri. Dia mengganti pakaian dan setelah itu, Aelke meletakkan guling di atas ranjang tidurnya dan menyelimuti guling itu hingga terselimuti dengan benar. Kemudian, Aelke menuliskan sebuah memo yang isinya adalah: 'sedang sibuk. Jangan diganggu!' lalu menempelkan memo itu di depan pintu kamarnya sebelum mengendap-endap ke luar melalui pintu belakang kamarnya.

Berhasil. Aelke berhasil ke luar dari rumahnya dan segera menghampiri Morgan yang sudah menunggunya. Morgan tersenyum lebar dan bertanya, "gimana rasanya ngelanggar peraturan? Seru, kan?"

"Seru! Berasa naik roller coaster." Aelke menjawab sambil terkekeh.

"Oke. Ayo, pergi!" Morgan membukakan pintu mobil untuk Aelke. Aelke hendak masuk ke dalam mobil Morgan namun, tiba-tiba saja Aelke menoleh ke belakang. Aelke merasa ada seseorang yang mengawasinya tadi. Tapi, tidak ada siapa-siapa di sana.

"Kenapa?" tanya Morgan. Aelke dengan cepat menggelengkan kepalanya. "Gak apa-apa, kok." Aelke masuk ke dalam mobil Morgan. Tak lama kemudian, Morgan melajukan mobilnya. Ditengah perjalanan, Aelke bertanya kepada Morgan, "kita mau ke mana?"

"Maunya ke mana?" Morgan balik bertanya sesekali sambil menoleh ke arah Aelke.

"Ke tempat yang belum pernah aku kunjungi?" jawab Aelke. Morgan menarik nafas. "Gue aja gak tau loe pernah ke mana aja." Aelke terkekeh dan berkata, "aku udah pernah ke Monas, Kota Tua, Ancol, Dufan, dan beberapa tempat wisata terkenal di Jakarta."

"So, gimana dengan wisata di luar Jakarta?"

"Gimana kalo kita ke mall aja?" tanya Aelke balik.

Morgan mengernyit. "Mall?"

"Iya, Mall. Yang gak terlalu rame. Dari dulu, aku kalo ke Mall, pasti bareng Zio terus. Gak seru. Gak bisa beli barang sepuas hati. Gak apa-apa, kan?" tanya Aelke. Morgan berpikir sejenak sebelum menganggukkan kepalanya.

"Oke. Let's shopping!"  

GuardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang