Aelke mengurung diri di kamar. Dia merasa sangat bersalah karena ketiduran cukup lama dan melupakan janjinya dengan Morgan. Saat Aelke mengecek handphone-nya, banyak pesan dan panggilan tak terjawab dari Morgan, dua jam yang lalu. Sudah beberapa jam yang lalu.
Aelke bangun dari tidurnya baru beberapa menit yang lalu. Yang Aelke lakukan pertama kali setelah bangun adalah berlari ke arah balkon kamarnya untuk mengecek apakah mobil Morgan masih berada di luar rumahnya. Tapi, faktanya, tidak ada mobil Morgan di sana. Aelke merutuk dirinya sendiri. Bagaimana dia bisa lupa janjinya dengan Morgan? Bodohnya, jika mau tidur, kenapa Aelke tidak memasang alarm yang akan membangunkannya nanti?
Aelke mengirimkan sebanyak mungkin pesan permintaan maaf kepada Morgan. Isinya di antara lain: 'Gan, maaf, tadi ketiduran'; 'Gan, marah, ya?'; 'Serius, Gan. Gak bohong. Ketiduran. Ngantuk banget soalnya'; dan lain-lain.
Aelke menunggu cukup lama agar Morgan membalas pesannya dan Morgan baru membalas dua jam kemudian.
From: Morgan
Besok jam 10 pagi di Hardrock.
***
Keesokan harinya, Aelke benar-benar menepati janjinya untuk menemui Morgan di Hardrock Cafe. Aelke sudah tiba di sana sepuluh menit sebelum pukul sepuluh. Rafael yang mengantarnya. Setelah mengantar, Aelke meminta Rafael untuk pergi beberapa saat dan kembali pukul satu siang karena Aelke akan bicara dengan temannya.
Aelke menunggu dengan tenang di dalam cafe. Sesekali matanya menyapu seisi ruangan. Mencari keberadaan Morgan. Aelke juga sempat mengirimkan pesan dan menghubungi Morgan namun, tidak ada balasan sama sekali.
Dua jam berlalu. Aelke masih menunggu Morgan di sana. Aelke mulai gelisah. Bagaimana jika Morgan tidak datang? Apa Morgan benar-benar marah padanya? Apa Morgan berniat balas dendam padannya?
Beberapa belas menit kemudian, Aelke kembali mengirimkan pesan kepada Morgan lagi. Berusaha berpikiran positif tanpa berpikir negatif tentang pria itu.
To: Morgan
Lagi di mana, Gan? Jadi gak? Udah nungguin lama nih.
Dan tak lama setelahnya, Morgan mengirimkan balasan yang sedikit membuat Aelke tercengang dan berusaha setengah mati agar tidak menangis di sana.
From: Morgan
So, loe udah ngerasain apa yang gue rasain kemarin waktu nunggu loe, kan? Kita seimbang. Gue benci orang yang ingkar janji. Gak usah hubungin gue lagi.
***
Rafael tidak tau apa yang terjadi dengan Aelke. Sejak Rafael menjemputnya pukul satu siang, Aelke hanya diam saja. Aelke langsung masuk ke dalam mobil dan seakan menghindari tatap muka dengan Rafael. Rafael bingung dengan sikap majikannya yang satu ini.
Sesampainya di rumah, Aelke juga langsung beranjak menuju ke kamarnya. Rafael berusaha menahan diri untuk tidak ikut campur dengan urusan pribadi Aelke namun, melihat mata Aelke yang berkaca-kaca, Rafael tidak tega. Pria itu berjalan menyusul Aelke.
Sebelum sempat Aelke membuka pintu kamarnya, Rafael sudah bisa menahannya. Aelke hanya diam namn, sedetik kemudian, Aelke berhambur memeluk Rafael. Sangat erat. Menangis di dada pria tampan itu.
Rafael yang tak mengerti apapun hanya bisa tercengang sebelum dengan ragu, membalas pelukan Aelke dan mengelus punggung gadis itu sambil berkata, " aku rela jadi sandaran kamu saat kamu menangis asalkan, setelah itu, kamu berjanji untuk gak menangis lagi dan menggantikan tangis kamu dengan senyuman."
***
Morgan duduk di cafe seorang diri. Di depannya, secangkir Colin kesukaannya yang sudah lebih dari setengah jam ia abaikan. Morgan tidak tau apa yang dia lakukan di cafe itu. Dia hanya duduk di sana tanpa melakukan apapun yang berarti selain, memainkan jari-jarinya mengetuk sisi demi sisi handphone-nya.
Kaki Morgan juga seringkali bergerak tak karuan. Menimbulkan bunyi 'tak tak tak' secara cepat tapi, Morgan tidak peduli. Pria itu tengah berada di dalam sebuah dilema saat ini. Dilema besar. Apakah dia harus menghubungi Aelke atau tidak. Sejujurnya, Morgan merasa sangat bersalah atas kejadian yang dia sengaja tadi. Dia membiarkan Aelke menunggu di Hardrock selama kurang lebih tiga jam.
Akhirnya Morgan menyerah. Pria itu segera mencari kontak nama Aelke dan berusaha menghubungi gadis itu. Morgan ingin minta maaf dan meminta Aelke mengabaikan pesannya beberapa saat lalu. Baru terdengar nada sambung, seseorang meraih handphone Morgan dan membuat Morgan membulatkan matanya.
Morgan menoleh dan menatap malas seseorang di dekatnya yang mengambil handphone-nya itu.
"Aelke?"
Morgan hanya diam saat seseorang itu membaca nama yang tertera di layar handphone Morgan. Morgan berusaha mengabaikan orang itu dan meraih secangkir Colinnya. Morgan menyirup minumannya sebelum akhirnya berkata dengan tegas, "bukan urusan loe dan kembaliin handphone gue!"
***
From: Morgan
Lupain apa yang gue minta sebelumnya. Maaf. Bisa, kan, kita mulai semuanya dari awal lagi?
Aelke menarik nafas membaca pesan itu. Sudah beberapa jam Aelke memikirkan pesan singkat Morgan yang Morgan kirimkan sebelumnya. Yang berisikan pesan jika Morgan tidak mau bertemu dengan Aelke lagi. Itu sangat menyiksa Aelke. Aelke lebih memilih harus menunggu Morgan berjam-jam di sebuah cafe daripada harus benar-benar hilang hubungan dengan pria itu.
Aelke tersenyum tipis sebelum mengetikkan balasan untuk Morgan.
To: Morgan
Aku tau kamu marah dan kesel sama aku. Jadi, ya. Kita bisa mulai semuanya dari awal. Lupain apa yang terjadi sebelumnya.
Aelke menunggu balasan Morgan, seperti biasa. Tak lama kemudian, Aelke mengira Morgan akan mengirimkan pesan singkat balasan untuknya namun, secara tak terduga, Morgan justru meneleponnya. Aelke ragu untuk mengangkatnya. Tepat sedetik sebelum sempat Aelke mengangkat telepon itu, pintu kamar Aelke terbuka. Aelke mengurungkan niatnya dan memilih untuk mengabaikan saat melihat siapa yang membuka pintu kamarnya.
"Rafael?"
Rafael memicingkan mata menatap Aelke. "Lagi ngapain?" tanya Rafael. Aelke melirik handphone-nya sejenak sebelum meraih handphone itu dan berkata, "lagi baca berita online. Kenapa, Raf?"
"Makan malam udah siap. Mau makan di bawah atau aku bawain ke sini?" tanya Rafael.
Aelke berpikir sejenak. "Duluan aja, Raf. Aku ke bawah nanti."
"Oh, ya udah. Cepetan, ya? Kan gak enak makan makanan yang dingin." Ujar Rafael sebelum menutup pintu kamar Aelke.
Setelah memastikan Rafael sudah benar-benar pergi, Aelke segera mengirimkan pesan kepada Morgan.
To: Morgan
Jangan nelepon sekarang. Lagi ada bodyguard, nih. Bisa mati kalo ketauan.
Setelah itu, Aelke meletakkan handphone-nya di bawah bantal dan segera berjalan ke luar dari kamarnya untuk makan malam.
***
Keesokan paginya, Aelke dikejutkan dengan kehadiran ayahnya di meja makan. Padahal, semalam, Aelke makan malam sendiri dan ayahnya belum mengirimkan pesan jika dia akan pulang hari ini.
"Papa? Kapan pulang? Kenapa gak nelepon aku? Kan, aku bisa jemput Papa." Ujar Aelke sambil memeluk singkat ayahnya yang tengah duduk di sofa sambil membaca koran.
"Kejutan, kan?" ujar ayah Aelke, Nicky, kepada anak gadisnya itu.
"Tapi, aku kan pengen jemput Papa gitu. Bytheway, Papa kapan pulang?" tanya Aelke lagi sambil duduk di samping ayahnya.
"Tadi pagi. Rafael yang jemput Papa." Aelke mengangkat alis mendengar ucapan ayahnya itu.
"Papa udah ketemu sama Rafael?" tanya Aelke. Nicky menganggukkan kepalanya.
"Papa yang kirim dia ke sini buat gantiin posisi Zio?"
Nicky mengangkat sebelah alisnya. "Gantiin Zio?" Aelke menganggukkan kepalanya. "Iyalah, Pa. Dia gantiin Zio sementara, kan?" tanya Aelke.
Nicky terkekeh sebelum berkata, "Aelke, tugas Rafael di sini itu..." ucapan Nicky terpotong oleh suara seseorang yang menjawab dengan nada sangat santai, "melindungi dan menjaga adiknya serta menjadi kakak yang baik untuk dia, kan?" Aelke menoleh ke sumber suara dan mendapati Rafael yang berdiri dengan tangan terlipat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Guard
FanfictionAelke selalu butuh pelindung dan Morgan datang sebagai pelindungnya.