Aelke tidak bisa tidur lagi. Gadis itu sudah menghabiskan waktunya di balkon kamarnya. Hanya untuk memandang pemandangan sekitar di malam hari. Padahal, sudah seringkali Aelke melihat pemandangan yang tidak ada bagusnya itu.
Aelke tercekat saat melihat seseorang yang seperti memanjat pagar rumahnya. Aelke membungkukkan tubuhnya dan mengintip dari sela-sela dinding pembatas balkonnya. Aelke memperhatikan jelas-jelas penyelinap itu. Aelke meraih handphone yang dia genggam sedari tadi lalu, menekan nomor yang dia hafal. Nomor Morgan.
"Halo, Gan? Sstt. Aku ada di balkon dan aku ngeliat ada orang yang manjat pagar. Tu..tunggu, Gan. Morgan!" Aelke memanggil Morgan yang sudah mengakhiri teleponnya. Aelke menggigit bibir bawahnya ketakutan lalu, kembali melirik ke bawah. Penyelinap itu tengah berjalan mengendap-endap menuju ke pintu depan dan Aelke bisa melihat Morgan yang juga menyelinap dari pintu belakang.
Aelke menahan nafas ngeri saat melihat Morgan yang sudah berada di belakang penyelinap itu dan secara tiba-tiba, Morgan seperti membanting tubuh penyelinap itu tanpa perlu mengangkatnya. Lalu, Morgan menghujami penyelinap itu dengan banyak pukulan.
Tapi, penyelinap itu tidak mau kalah. Dia menubruk tubuh Morgan sehingga Morgan jatuh lalu, penyelinap itu merangkak mendekati Morgan dan memukuli wajah Morgan dengan beberapa pukulan hingga akhirnya, Morgan menendang selangkangan si penyelinap sehingga penyelinap itu meringis kesakitan.
Morgan meraih batu yang ada di dekatnya lalu, memukul si penyelinap dengan batu itu hingga dia pingsan dan tak sadarkan diri.
Setelah itu, Morgan berjalan ke tengah halaman dan mendongakkan kepala ke arah Aelke yang melihat perkelahian itu dengan ngeri. Aelke berlari ke luar dari kamar dan menuruni tangga hendak menghampiri Morgan.
Sesampainya di depan rumahnya, Aelke terkejut melihat penyelinap yang tidak dia kenal itu telah terbaring tak sadarkan diri. Aelke melewati penyelinap itu menghampiri Morgan yang menyentuh pipinya bekas pukulan penyelinap itu.
Morgan memicingkan mata menatap Aelke. "Kenapa loe gak tidur? Udah jam berapa ini?" tanya Morgan. Aelke menelan ludahnya. "A-aku gak bisa tidur. Kamu..kamu harus jelasin apa yang kamu lakukan ke orang ini? Kamu hampir ngebunuh diri kamu sendiri karena ini semua!" ujar Aelke panjang lebar.
"Dia gak akan bunuh gue. Yang akan dia bunuh itu loe." Morgan berkata penuh tekanan.
"Mak-maksud kamu apa?" tanya Aelke.
Morgan berjalan menghampiri si penyelinap yang pingsan itu lalu berkata kepada Aelke, "ambil tali atau apapun yang bisa digunakan buat ngiket orang ini." Aelke segera masuk kembali ke dalam rumahnya dan mencari apa yang Morgan pinta tadi. Setelah menemukan tali itu, Aelke kembali mendekati Morgan dan menyerahkan tali itu.
Morgan mengikat si penyelinap dengan tali lalu, menyeret tubuh si penyelinap menuju ke tempat di mana mobilnya berada. Morgan membuka bagasi mobilnya dan bersusah payah memasukkan penyelinap itu ke dalam bagasinya. Aelke tercekat melihat perlakuan kasar Morgan kepada penyelinap itu. Ya, Aelke tau jika itu penyelinap dan tidak patut di ampuni tapi, dia tetap saja manusia, kan?
Selesai memastikan jika bagasinya tertutup rapat, Morgan berjalan menghampiri Aelke yang membeku. Morgan menatap Aelke datar sebelum meraih handphone-nya dan menggerakkan ibu jarinya di touchscreen handphone-nya. Kemudian, Morgan mendekatkan handphone-nya di telinga.
"Anak buah loe ada sama gue dan loe bisa ambil dia di tempat biasa."
Setelah itu, Morgan mengakhiri panggilannya dan melirik Aelke yang masih membeku. Morgan berkata dengan datar, "ambil jaket kalo loe mau ikut gue." Aelke segera berlari masuk ke dalam dan meraih jaket yang tergantung di balik pintu kamarnya.
"Kita mau ke mana?" tanya Aelke.
"Ke tempat para pengecut." Jawab Morgan seraya masuk ke dalam mobilnya. Aelke mengikuti Morgan masuk ke dalam mobil yang sedetik kemudian, sudah berjalan ke luar dari pekarangan rumah megah tempat tinggal Aelke itu.
Sekitar lima belas menit kemudian, Morgan menghentikan mobilnya di sebuah gudang tua. Morgan ke luar dari mobilnya dan berjalan cepat untuk membukakan pintu mobil Aelke. Setelah itu, Morgan meraih tangan Aelke dan menggenggamnya erat saat berjalan memasuki gedung tua itu.
Aelke hanya bisa bersembunyi di balik tubuh Morgan saat sesampainya di dalam gudang tua yang ternyata ramai. Ramai oleh beberapa pria yang dari penampilannya saja sudah menjelaskan seperti apa mereka.
"Well, Raja Balapan kita datang. Bersama ceweknya, eh?" ujar salah satu pria yang bertubuh tegap. Morgan memutar bola matanya. "Dia bukan cewek gue. Gue gak mau basa-basi di sini. Mana Bisma?" tanya Morgan.
"Di sini." suara itu seakan menjawab pertanyaan Morgan. Morgan menoleh dan mendapati seseorang yang dia cari itu telah berada di sisi kanannya. Morgan mengeratkan genggaman tangannya. Aelke semakin takut dibuatnya.
"Gue minta loe berhenti teror cewek ini." Morgan berujar penuh penekanan.
"Mana Reza?" Pria bernama Bisma itu mengedarkan pandangannya. Morgan tak sabaran menjawab, "dia ada di garasi mobil gue."
Bisma terkekeh. "Great. Sejujurnya, gue gak butuh dia lagi. Seharusnya, loe buang dia ke jurang." Ujar Bisma yang membuat Aelke mengernyit. Bisma akhirnya melirik Aelke, mengerling tepatnya. "So, loe yang namanya Aelke?" tanya Bisma. Aelke awalnya ragu namun, akhirnya gadis itu menganggukkan kepala seraya menyembunyikan wajahnya di balik punggung Morgan.
"Gue minta loe berhenti teror dia." Morgan kembali berujar penuh penekanan sambil menatap Bisma tajam.
"Gak semudah itu, Gan. Loe tau itu. Loe pernah terlibat dengan kita." Kata Bisma.
"Gue akan bayar berapapun yang loe minta asal misi loe dari cewek itu loe hentiin." Morgan berkata dengan nada menghalus.
"Gue tau loe punya banyak uang, Gan. So, gue gak akan ngasih syarat pembebasan semudah itu kepada loe." ujar Bisma.
"Loe mau apa dari gue? Gue akan lakuin semuanya. Asal, loe bebasin dia dari teror murahan itu. Lagian, orang bego mana, sih, yang mau teror cewek ini?" Aelke sedikit tersinggung mendengar ucapan Morgan. Tapi, Morgan benar. Orang bodoh mana yang meneror Aelke seperti ini?
Bisma terkekeh. "Mungkin, klien gue itu iri akan kecantikan natural cewek di sebelah loe. Tapi, emangnya loe gak sadar kenapa cewek ini dapet teror akhir-akhir ini?" tanya Bisma. Morgan hanya diam tak menjawab dan menatap Bisma dengan penuh kebencian.
"Loe yang nyebabin cewek itu diteror. Loe ngerti apa yang gue maksud, kan?"
***
Mobil Morgan berhenti tepat di depan rumah Aelke. Morgan dan Aelke berada di gudang tempat para pria bayaran itu berada selama beberapa jam. Melakukan perundingan sebelum akhirnya, Morgan mengajak Aelke kembali ke rumahnya.
"Istirahat sana." perintah Morgan kepada Aelke yang belum beranjak dari mobilnya.
Aelke menarik nafas. "Gan, aku akan kembali ke dalam kamarku kalo kamu mau janji satu hal sama aku." Morgan mengangkat sebelah alisnya. "Janji apa?" tanya Morgan bingung.
"Jangan tinggalin aku, please." Aelke menggigit bibir bawahnya setelah mengucapkan itu. Morgan terdiam beberapa detik sebelum kembali menginterupsi Aelke. "Masuk kamar sekarang." Aelke membulatkan matanya. Gadis itu melipat tangan di depan dada dan tak mau beranjak sedikitpun.
"Aelke, loe gak tuli, kan? Gue nyuruh loe istirahat. Sekarang." Morgan menekankan.
Aelke bersikeras. "Aku, kan, udah bilang, aku akan kembali ke dalam kamarku kalo kamu..." belum sempat Aelke melanjutkan ucapannya, Morgan sudah menahan bibir Aelke bergerak dengan bibirnya sendiri selama beberapa detik. Aelke tercengang.
Setelah itu, Morgan menjauhkan wajahnya dari wajah Aelke lalu kembali menginterupsi. "Masuk ke kamar dan istirahat sekarang, oke?" tanya Morgan membukakan pintu mobil untuk Aelke. Aelke tak tau apa yang terjadi tapi, gadis itu akhirnya ke luar dari dalam mobil Morgan.
Aelke berjalan seperti robot masuk ke dalam rumahnya. Morgan melajukan mobilnya menjauhi rumah Aelke. Aelke masuk ke dalam kamar dan menguncinya. Gadis itu membaringkan tubuhnya di atas ranjang dan dia menyentuh bibirnya sendiri.
"My first kiss."
KAMU SEDANG MEMBACA
Guard
FanfictionAelke selalu butuh pelindung dan Morgan datang sebagai pelindungnya.