Part 16

173 16 0
                                    

Morgan baru bangun dari tidurnya pada pukul tiga sore. Pria itu melihat pesan masuk di handphonenya. Ada pesan masuk dari Aelke yang mengatakan jika dia sudah dijemput Rafael sejak pukul dua belas tadi dan ada juga pesan dari nomor yang dia tak kenali.

From: Unknown
Tempat biasa jam setengah empat.

Morgan menarik nafas dan bangkit dari tidurnya. Pria itu beranjak menuju ke kamar mandi untuk membasuh tubuhnya. Setelah itu, Morgan mengenakan kaus hitam dan jaket kulit hitam dengan celana jeans biru. Morgan memasukkan dompet dan handphone-nya di saku jaketnya sebelum meraih kunci motornya. Ya, motor. Morgan memang mempunyai motor ninja yang ada di garasi rumah Sandra.

Morgan berjalan cepat ke luar kamar, menuju ke tempat di mana motornya berada. Morgan memakai helm sambil menaiki motor dan segera melajukannya dengan cepat ke tempat biasa, tempat yang Morgan yakini sebagai tempat yang sering dia kunjungi.

Saat tengah melintas di sebuah jalan yang cukup sepi, secara tiba-tiba sebuah motor melaju cepat hendak menyusul Morgan dengan seorang pria yang ditumpangi memegang balok besar. Setelah mendekati Morgan, pria itu memukul punggung Morgan dengan balok besar itu sehingga Morgan merintih kesakitan dan kesulitan mengatur laju motornya.

Morgan jatuh dari atas motor yang masih melaju. Tubuh Morgan terseret di atas aspal dan Morgan berusaha mati-matian menghentikan laju motornya. Motor itu baru berhenti melaju saat menabrak pembatas jalan dan tubuh Morgan ikut menabrak pembatas jalan itu juga. Morgan terbaring lemas di jalan dengan pakaian robek dan kepala yang mengeluarkan darah akibat menabrak pembatas jalan.


***


Untuk menghilangkan kebosanannya, Aelke memutuskan untuk meneruskan hobi lamanya. Menggambar. Kali ini, yang menjadi objek gambar Aelke adalah boneka teddy bear yang dia menangkan bersama Morgan saat bermain di Time Zone beberapa waktu lalu.

Aelke mulai membuat sketsa dengan pensil namun, saat salah dan hendak menghapus kesalahannya itu, secara tiba-tiba, kanvas yang Aelke gunakan robek. Aelke mengernyit. Bagaimana kanvas itu bisa robek? Bukankah bahan kanvas itu cukup tebal?

Aelke menggerutu kesal dan mulai menyingkirkan kanvas robek itu dan mulai mencari kanvas yang lainnya. Namun, Aelke menghentikan pencariannya saat mendengar nada dering handphone-nya. Aelke meraih handphone-nya dan tersenyum lebar membaca nama yang tertera di sana.

Morgan.

Aelke segera mengangkat telepon tersebut. "Halo? A-apa?!"


***


Aelke berjalan cepat melewati lorong rumah sakit, menuju ke ruangan tempat Morgan berada. Akhirnya, Aelke bisa melihat Sandra bersama beberapa orang yang Aelke tidak kenali duduk dengan kepala tertunduk di depan sebuah ruangan yang Aelke yakini sebagai ruangan tempat Morgan berada.

"Sandra," panggil Aelke. Sandra yang awalnnya menundukkan kepala segera mengangkat kepalanya dan berhambur memeluk Aelke.

"Aelke, Morgan..." Sandra tidak bisa membendung kesedihannya lagi. Aelke balas memeluk Sandra dan berusaha menahan diri agar tidak menangis walaupun, di selama perjalanan menuju ke rumah sakit, Aelke menangis.

Sandra melepaskan pelukannya dan menghapus air matanya. "Morgan gimana, San?" tanya Aelke panik.

"Kecelakaannya. Udah satu jam lebih dokter nanganin dia dan belum ke luar juga." Jawab Sandra.

"Kenapa bisa kayak gini?" tanya Aelke.

Sandra menggelengkan kepalanya. "Gak tau. Polisi bilang, ini kecelakaan tunggal karena Morgan terlalu ngebut dan akhirnya jatuh. Tapi, entah kenapa, aku yakin banget kalo Morgan gak mungkin jatuh sampe luka separah ini." jelas Sandra. Aelke mulai gemetar membayangkan apa yang terjadi pada Morgan di dalam sana.


Tak lama kemudian, pintu ruangan itu terbuka. Seorang pria berjas putih ke luar sambil menatap sekelilingnya. Pria paruh baya yang tadi duduk menundukkan kepalanya itu bangkit berdiri bersamaan dengan yang lainnya. Pria paruh baya yang Aelke yakini sebagai ayahanda dari Morgan itu bertanya kepada dokter, "gimana keadaan anak saya, Dok?"

"Lukanya gak terlalu parah. Kepalanya membentur tepi jalan, untungnya, untuk bagian kepala, dia tidak mengalami masalah serius. Tapi, ada sesuatu yang mengganjal di pikiran saja melihat kondisi punggungnya." Ujar dokter itu tanpa membicarakan keadaan Morgan secara intim.

"Punggung?"

"Ya. Ada memar membekas di punggungnya. Dugaan saya, dia jatuh dari motor karena ada sesuatu yang mengenai punggungnya itu." jawab Dokter itu. Mendengar ucapan Dokter itu, pikiran Aelke melayang pada para peneror itu.


***


"Terus keadaan Morgan gimana? Kamu udah liat keadaan dia?" tanya Rafael yang baru saja datang. Aelke ke rumah sakit memang menggunakan taksi. Aelke ingin mengajak Rafael tapi, Aelke tidak menemukan Rafael di manapun.

"Kepalanya luka dan untungnya, luka luar, bukan luka dalam. Tangan dan kakinya juga luka karena keseret di aspal. Untungnya, Morgan pake helm, celana dan jaket yang cukup tebal jadi, ya, gak terlalu parah. Bisa meminimalisir." Jawab Aelke menghela nafas.

"Udah liat keadaan dia?" tanya Rafael lagi.

Aelke menganggukkan kepalanya. "Udah. Kepalanya diperban, tangan dan kakinya juga. Tadi waktu aku ke sana, sih, dia masih gak sadarin diri. Dikasih obat bius sama dokter karena luka di tangan dan kakinya harus dijahit."

Rafael menarik nafas. "Syukur, deh, kalo dia gak kenapa-napa kalo terjadi sesuatu sama dia, entar yang duduk di sebelah aku pingsan." Aelke balas menatap Rafael galak. "Apaan, sih?" Aelke memukul lengan Rafael dan Rafael terkekeh.


Aelke meminta izin kepada Rafael untuk menemani Sandra menjaga Morgan di rumah sakit. Padahal, ada banyak orang yang sudah menjaga Morgan tapi, Aelke tetap bersikeras untuk ikut menjaga Morgan. Biar bagaimanapun juga, Aelke masih merasa ada keganjilan pada kecelakaan Morgan.

Aelke melirik ke Sandra yang tengah mengetik sesuatu di laptopnya. Ya, Sandra memutuskan untuk menemani Morgan di sini sekaligus mengerjakan semua pekerjaannya. Sandra beberapa tahun lebih tua dari Morgan dan Sandra sudah bekerja di salah satu perusahaan swasta, sebagai staff administrasi.


***


Aelke terbangun dari tidurnya mendengar suara lembut Sandra. Aelke menggeliat sebentar sebelum akhirnya memicingkan matanya menatap Sandra yang tersenyum kepadanya. "Sarapan, yuk, Ke." Ajak Sandra. Aelke menganggukkan kepalanya dan bangkit berdiri. Aelke melirik sedikit ke arah Morgan yang masih memejamkan matanya.

"Morgan belum bangun?" tanya Aelke. Sandra menggelengkan kepalanya. "Belum. Kata dokter, obat bius Morgan dosisnya lumayan tinggi makanya, dia tidurnya lama. Kemungkinan besar, nanti siang baru sadar."

"Itu gak bahaya?"

"Enggak, kok. Tenang aja. Dokter yang kemarin itu yang ngasih obat bius. Dia emang udah jadi dokter langganan keluarga Winata. Jadi, ya, keamanannya dijamin. Gak usah takut Morgan kenapa-napa, Ke. Tenang aja." Ujar Sandra setengah menggoda Aelke. Aelke hanya terkikik geli.

"Ya, udah. Mau makan di mana?" tanya Aelke.

"Di kantin bawah aja, ya?" ujar Sandra. Aelke menganggukkan kepalanya setuju. "Terus, Morgan kita tinggal sendiri?" tanya Aelke lagi.

"Ada temen-temennya Morgan di depan. Mereka yang akan jagain Morgan." jawab Sandra meraih dompetnya.

"Temen-temennya Morgan?" Aelke mengangkat sebelah alisnya.


***


"Hai, gue Ilham." ujar pria tubuh tegap itu sambil menjulurkan tangannya di depan Aelke. Aelke hendak menjabat tangan pria bernama Ilham itu namun, teman Morgan yang lainnya mendorong Ilham sehingga Ilham nyaris jatuh terjungkal.

"Hai, gue Dicky." kali ini, pria yang tadi mendorong Ilham itu yang hendak menjabat tangan Aelke dan kejadian itu terulang lagi. Teman Morgan yang lain mendorong Dicky ke arah Ilham sehingga, Dicky menabrak Ilham.

"Gue Rangga. Nama lengkapnya Rangga Dewamoela. Lahirnya di..." belum sempat pria bernama Rangga itu melanjutkan ucapannya, Ilham dan Dicky menarik pria itu agar menjauh. Lalu, ketiga pria itu saling menyerang satu sama lain seperti anak kecil yang memperebutkan permen lolipop.

"Udah, deh, kalian bertiga jangan bikin keributan di sini. Ini rumah sakit! Gue sama Aelke mau sarapan dulu. Loe bertiga jagain Morgan, oke?" ujar Sandra menenangkan mereka bertiga. Ketiga pria itu akhirnya berhenti bertengkar dan berdiri tegap sambil hormat ke arah Sandra. "Siap, Miss."

Aelke terkekeh melihat tingkah lucu ketiga teman Morgan itu sebelum berjalan bersama Sandra menuju ke kantin rumah sakit.  

GuardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang