Part 15

175 16 0
                                    

Aelke membuka matanya akibat cahaya matahari pagi yang menerobos masuk melalui jendela kamar Sandra itu. Aelke terkejut mendapati sebuah handuk yang dilipat setengah basah berada di atas keningnya.

"Pagi, Aelke," sapa Sandra yang tengah membuka tirai. "Pagi, juga." Sapa Aelke balik sambil menyingkirkan handuk itu dari keningnya. Aelke terkejut saat menyadari ada seseorang yang tertidur di sisi kanan ranjangnya. Aelke menatap orang itu dengan bingung sebelum menatap Sandra meminta penjelasan.

"Semalam, abis nonton bola, Morgan sempetin diri ngeliat keadaan kamu. Dia takut kamu kenapa-napa dan ternyata Morgan bener. Badan kamu panas banget jadi, dia nyuruh aku pindah ke kamarnya dia sementara dia ngompres kamu semalaman." Cerita Sandra. Aelke tersenyum tipis. Dia sangat senang sepertinya.

"Rafael?"

"Rafael baru pulang ke rumah kalian tadi. Nanti juga ke sini lagi." jawab Sandra.

Tak lama kemudian, Morgan menggeliat sebelum akhirnya bangun dari tidurnya. Morgan mengangkat kepalanya dan mencoba membuka matanya. "Udah pagi, ya?" tanya Morgan. Aelke hanya diam.

"Udah jam delapan." Jawab Sandra.

"Oh." Hanya itu reaksi Morgan sebelum bangkit berdiri dan berjalan ke luar dari kamar. Morgan tidak menyapa Aelke. Jangankan menyapa, melirik saja tidak.

Aelke menatap kepergian Morgan dengan bingung. Morgan memang membingungkan. Sulit ditebak bagaimana sikap aslinya. Terkadang dia sangat ramah dan terkadang dia juga terlalu cuek, terkesan dingin.


***


Aelke sudah bersiap dan menunggu Rafael menjemputnya pulang. Sandra sudah berangkat pukul sembilan pagi tadi. Meninggalkan Aelke di rumah itu hanya bersama dengan Morgan yang sepertinya masih tertidur pulas.

Aelke berjalan ke luar rumah, lebih tepatnya ke tanaman yang tampak terawat rapi di halaman rumah Sandra itu. Sandra pasti pecinta kebun. Dia merawat kebunnya dengan sangat baik.

Aelke tiba-tiba saja tertarik dengan pohon bunga mawar yang berada di sana. Aelke secara perlahan mengulurkan tangannya ke pohon tersebut dan Aelke menjerit saat seekor ular menggigit sebelum melilit tangannya.

Aelke berusaha melepaskan lilitan ular tersebut namun, ular tersebut malah semakin berjalan maju untuk melilit seluruh bagian tangan kanannya. Aelke menjerit merasakan tangannya yang hampir remuk akibat lilitan kuat itu.

"Astaga, Aelke! Natha!"

Morgan yang baru ke luar dari rumah segera berlari menghampiri Aelke. Morgan memegang kepala ular tersebut sebelum mencoba melepaskan badan ular yang melilit tangan Aelke. Setelah ular itu terlepas, Aelke bisa bernafas lega walaupun, tangan Aelke tampak memerah akibat lilitan ular tersebut.

Morgan berusaha menenangkan ular tersebut dan segera berlari ke arah akuarium cukup besar yang tidak diisi air. Morgan meletakkan ular piton albino berwarna putih dan kuning itu ke dalam akuarium secara perlahan dan menutup akuarium dengan kawat yang dibentuk sedemikian rupa. Lalu, menggembok kawat tersebut.

Setelah itu, Morgan mendekati Aelke. Secara refleks, Morgan meraih tangan kanan Aelke dan memeriksanya secara perlahan. Raut wajah Morgan terlihat sangat panik.

"Kamu gak apa-apa, Ke?" tanya Morgan. Aelke menganggukkan kepalanya. "Iya, gak apa-apa."

Morgan membuang nafas lega sambil melepaskan tangannya dari tangan Aelke. "Syukur, deh. Maaf banget atas kejadian tadi. Aku gak tau kalo Natha itu lepas dari kandang. Dia emang sedikit liar makanya harus selalu ada di dalam kandang." Ujar Morgan.

"Natha?" tanya Aelke bingung.

"Itu nama ular yang tadi lilit tangan kamu. Ya, namanya Natha. Peliharaan aku." jawab Morgan menjelaskan.

"Kamu melihara ular?" tanya Aelke tidak percaya. Gila. Morgan memelihara binatang liar di rumah saudara sepupunya?

"Iya. Gak banyak, kok. Cuma dua. Yang satu Natha yang satu Egon. Tapi, kalo Egon ada di rumah, bukan di sini. Yang di sini cuma Natha. Tenang aja." Jawab Morgan santai. Aelke tak tau mengapa Morgan bisa berkata sesantai itu di saat ada ular berbahaya di sini.

"Kenapa harus melihara ular, sih? Kan bahaya. Kenapa gak melihara anjing atau kucing aja? Mereka lucu." Komentar Aelke. Morgan tersenyum. "Kamu belom liat Snowy sama Betty, ya?" tanya Morgan. Aelke mengangkat sebelah alisnya. "Apalagi itu?"

"Nama anjing dan kucing peliharaan di sini," jawab Morgan.

Aelke menganga. "Ada hewan lagi selain ular, anjing dan kucing di sini?" tanya Aelke.

"Ada. Ada burung kenari di belakang. Ada ikan juga di kolam. Sandra katanya mau beli iguana nanti." Jawab Morgan.

"Ini rumah atau kebun binatang, sih?" Aelke berdecak pinggang. Morgan terkekeh mendengar pertanyaan Aelke.

"Ehm, Gan.." Aelke membuat Morgan menatap lurus kepadanya. Morgan mengangkat sebelah alis sambil bertanya, "kenapa?"

"Makasih, ya, atas semalam. Kamu udah bantu nolongin aku dari lima peneror itu." Aelke menggigit bibir bawahnya. Morgan tersenyum. "Semua cowok pasti akan ngelakuin hal yang sama kalo ngeliat seorang gadis berada dalam bahaya." Jawab Morgan. Aelke tersenyum tipis. "Makasih juga karena..err, kamu udah ngompres aku semaleman. Aku ngerepotin banget, ya?"

"Iya ngerepotin banget." Morgan melipat tangan di depan dada. Aelke mengerucutkan bibirnya. "Iya, maaf banget, deh kalo ngerepotin. Sebagai gantinya, gimana kalo aku traktir kamu makan siang?" tanya Aelke.

Morgan berpikir sejenak. "Boleh. Tapi, kayaknya kurang, deh. Secara, aku itu nolongin kamu dari maut. So, gantinya harus lebih besar, dong?" Aelke mengangkat kedua alisnya. "Oke. Kamu mau gantinya apalagi? Aku berusaha nurutin, deh."

"You don't need to do anything. All that you have to do is take care of yourself..for me."


***


Rafael baru menjemput Aelke pada pukul tiga siang. Selama menunggu Rafael, Aelke hanya duduk di ruang tengah, menonton televisi sementara Morgan kembali meneruskan tidurnya di kamar.

Rafael langsung melajukan mobilnya kembali ke rumah setelah menjemput Aelke. Aelke pergi dari rumah Sandra itu tanpa berpamitan terlebih dahulu kepada Morgan. Aelke hanya mengirimkan pesan singkat kepada Morgan.

"Raf, kita gak jalan-jalan, nih?" tanya Aelke saat mobil Rafael memasuki area rumah mereka. Rafael memicingkan matanya. "Jalan-jalan terus. Sekali-kali, diam di rumah gak apa-apa, kan? Gak trauma sama kejadian akhir-akhir ini apa?"

"Kejadian apa?" tanya Aelke pura-pura tidak tau.

"Kejadian semalam, kejadian beberapa hari lalu. Banyak kejadian buruk yang akhir-akhir ini kamu terima, kan? Kalo kamu masih mau hidup aman, untuk sementara, kamu diam di rumah dulu, oke?" ujar Rafael menekankan. Aelke memutar bola matanya kesal dan segera ke luar dari mobil Rafael.

Baru membuka pintu mobilnya, Aelke tersentak saat melihat sebuah anak panah melesat cepat melewatinya hingga ujungnya menabrak tiang penyangga di depan rumah Aelke dan jatuh. Aelke tercengang sementara Rafael segera ke luar dari dalam mobil dan berteriak, "WOY!" kepada seseorang yang terlihat berlari menjauh dari tempat itu.

Rafael menoleh ke arah Aelke dengan wajah panik. "Kamu gak apa-apa?" Aelke menganggukkan kepalanya.

"Ya, udah. Aku akan telepon Papa untuk minta penjagaan rumah ini harus diperketat." Rafael meraih handphone-nya dan berniat menghubungi ayahnya namun, Aelke segera mencegahnya. "Jangan, Raf. Gak usah bilang Papa. Aku gak mau dia kepikiran dan akhirnya kerjanya kacau. Aku gak apa-apa, seriusan." Aelke berusaha meyakinkan Rafael walaupun, dia masih syok.   

GuardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang