Part 5

171 17 0
                                    

Aelke bangun dari tidurnya yang sangat nyenyak. Aelke berhasil kembali ke rumah tanpa menimbulkan kecurigaan apapun dari Zio dan Bi Ina. Aelke pulang sore sekitar pukul lima. Itu artinya, dia menghabiskan delapan jam penuh bersama Morgan. Hari yang menyenangkan.

Hari ini, Aelke tidak ke manapun. Sebenarnya, Morgan kembali mengajaknya jalan-jalan namun, Aelke menolak. Aelke tidak mau Morgan membolos kuliah lagi. Aelke baru tau jika Morgan adalah mahasiswa Bina Nusantara, kampus yang berada tak jauh darinya. Saat kerusuhan itu, Morgan bilang, sebenarnya, dia ingin ikut ke dalam kerusuhan namun, dia menggagalkan niatnya saat melihat Aelke terluka dari luar jendela yang pecah.

Aelke beranjak ke luar dari kamarnya untuk sarapan. Aelke duduk di kursinya yang biasa lalu, mengedarkan pandangannya.

"Bi Ina, liat Zio, gak?" tanya Aelke. Bi Ina yang tengah menyiapkan teh hangat untuk Aelke menjawab, "Zio pulang ke kampung, Non. Gak tau baliknya kapan. Dia gak sempet pamitan sama Non Aelke. Soalnya, katanya dia gak mau ganggu istirahat, Non."

Aelke membulatkan matanya. "Terus, Papa udah tau?"

"Udah, kok, Non. Zio juga udah bilang, kalo nanti, akan ada bodyguard penggantinya dia sementara. Bodyguardnya mungkin datang lusa." Ujar Bi Ina.

Aelke tersenyum lebar mendengar ucapan Bi Ina. Zio kembali ke kampungnya dan bodyguard baru datang besok atau lusa. Itu artinya, lebih memudahkan Aelke untuk pergi dari rumah bersama Morgan lagi, kan? Ah, tentu saja iya.


Selesai menghabiskan makanannya, Aelke kembali masuk ke dalam kamar. Aelke mengunci rapat-rapat pintu kamar dan meraih handphone-nya. Aelke tersenyum sumringah membaca pesan dari Morgan yang datang lima menit lalu.

From: Morgan
Makan siang jam satu?

Aelke segera membalas.

To: Morgan
Oke.

Dan setelah itu, Aelke sibuk mencari pakaian yang akan dia gunakan untuk makan siang bersama Morgan.


***


Tepat pukul satu, mobil Morgan sudah terparkir tak jauh dari rumah Aelke. Aelke sudah lancar mengendap-endap sekarang. Gadis itu akhirnya, kembali berhasil ke luar dari rumahnya yang sepi dan segera menghampiri mobil Morgan. Morgan menunggu di dalam mobil dan membukakan pintu mobil untuk Aelke dari dalam.

Sebelum masuk ke dalam mobil Morgan, Aelke kembali menoleh ke belakang. Ini untuk kedua kalinya, Aelke merasa ada orang yang mengintainya. Apakah peneror itu? Aelke segera menggelengkan kepalanya. Berusaha membuang semua pikiran negatifnya.


Mobil Morgan terparkir di sebuah restoran. Morgan memesankan makanan untuknya dan Aelke. Selagi menunggu makanan tiba, Morgan mengajak Aelke mengobrol.

"So, loe gak punya temen sebelumnya?" tanya Morgan. Aelke menggelengkan kepalanya. "Gak sama sekali. Aku berusaha menghindari mereka daripada mereka berhadapan sama ayah aku dan semuanya jadi runyam."

"Kenapa loe gak menghindar dari gue?" Pertanyaan Morgan kali ini berhasil membuat Aelke menelan ludahnya sendiri. Morgan benar. Aelke berusaha menghindari orang lain yang ingin dekat dengannya tapi, kenapa tidak dengan Morgan? Aelke justru ingin lebih dekat lagi dengan Morgan.

Aelke bersyukur karena dia tidak harus menjawab pertanyaan itu saat sang pelayan datang membawakan pesanan mereka. Morgan memesan chicken steak sementara Aelke memesan sushi. Morgan mulai memotong perlahan steaknya sebelum memasukkan potongan kecil steaknya ke dalam mulutnya.

Sedangkan, Aelke, mulai memotong sushinya. Baru di sushi pertama, Aelke nyaris menjerit mendapati keanehan di sushinya. Ke luar seekor kecoak dari sushi itu. Morgan yang tengah makan segera menepis kecoak itu dan memanggil pelayan. Morgan terlihat marah.

"Ini restoran apa, sih? Ada kecoak di dalam sushi?!" bentak Morgan kepada pelayan itu tanpa memperdulikan tatapan seisi restoran. Aelke bangkit berdiri dan segera berusaha menenangkan Morgan. "Udah, Gan, gak apa-apa." Ujar Aelke. Namun, Morgan seakan mengabaikan Aelke.

"Maaf, Tuan. Kami..." belum sempat pelayan itu melanjutkan kalimatnya, Morgan sudah kembali menginterupsi. "Mana manager restoran ini?"

Tak lama kemudian, seorang pria berdasi yang sepertinya adalah pemilik restoran menghampiri mereka. "Maaf, atas kekurang nyamanan Anda akan restoran ini. Kami akan membuatkan pesanan yang baru untuk Anda." Ujar sang manager dengan wajah kalut. Morgan terlihat menyeramkan saat marah.

"Gak perlu. Saya gak akan makan di sini lagi! Ini restoran paling buruk yang pernah saya kunjungi!" ujar Morgan sebelum menarik tangan Aelke dan mengajak gadis itu pergi dari restoran itu. Aelke hanya menurut walaupun, dia mulai panik juga.

Bukan, Aelke bukannya panik atas kemarahan Morgan. Aelke panik karena sebuah pesan masuk yang masuk di handphonenya saat Morgan marah tadi. Pesan masuk dari nomor tak dikenal.

From: Unknown
Gimana rasanya makan kecoak? Semoga kamu terbiasa sehingga nantinya, kamu gak akan kaget saat kecoak-kecoak itulah yang hanya bisa kamu makan.


***


"Atas kejadian tadi, maaf, banget, ya. Gue gak tau kenapa kayak gini karena ini juga kali pertama gue makan di sana." Morgan tak berhenti meminta maaf kepada Aelke sejak tadi. Aelke sudah berulang kali berkata, "iya, gak apa-apa." Namun, Morgan masih saja meminta maaf.

"Loe mau langsung pulang atau main dulu?" tanya Morgan. Akhirnya, Morgan berhenti meminta maaf.

"Kalo main, mau main ke mana emangnya?" tanya Aelke balik.

"Ke manapun yang loe mau." Jawab Morgan santai.

"Time Zone?"

"Kemaren kan udah. Ke tempat yang lain, lah. Yang lebih seru." Ujar Morgan. Aelke berpikir sejenak sebelum menjawab, "gimana kalo kita keliling Jakarta naik busway?"

"Kenapa harus naik busway? Gue kan bawa mobil." Ujar Morgan.

"Kan sensasinya beda, Gan. Sekali-kali gak naik mobil pribadi gak apa-apa, kan?" Aelke menarik turunkan alisnya. Morgan menarik nafas sebelum menganggukkan kepalanya. Setuju akan ide Aelke.


***


Morgan hanya bisa tersenyum melihat Aelke yang terlihat sangat senang melihat pemandangan kota Jakarta dari kaca busway. Sesekali, Aelke berdecak kagum dan meminta Morgan melihat apa yang dia lihat.

"Gimana kalo kita ke Monas, Gan, sebagai tujuan akhir kita sebelum balik lagi ke rumah?" tanya Aelke. Morgan menganggukkan kepalanya. "Oke."


Akhirnya, Aelke dan Morgan ke luar dari busway saat mereka sampai di terminal atau halte Monas. Untuk mencapai Monas yang lumayan jauh dari tempat pemberhentian busway itu, Morgan menghentikan sebuah delman dan mengajak Aelke menaiki delman itu untuk sampai di Monas.

"Ini pertama kalinya aku naik delman." Ujar Aelke buka suara. Dari tadi, dia hanya diam saja.

"Serius?" Morgan tampak tidak percaya.

"Dua rius. Aku kalo ke Monas itu naik mobil pribadi jadi, mana mungkin naik delman. Salah satu alasan aku ngajak kamu jalan-jalan pake busway itu, ya, ini. Biar kita lebih menikmati apa yang ada di sekitar kita tanpa terhalang kaca mobil." Jelas Aelke yang membuat Morgan tersenyum.

"Pernah naik ke puncak Monas dan lihat kota Jakarta pake teropong?" tanya Morgan. Aelke menggelengkan kepalanya.

"Kalo begitu, gue akan jadi orang pertama yang memperkenalkan Jakarta secara keseluruhan ke loe." Morgan tersenyum lebar.   

GuardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang