Stay with you

28.9K 2.1K 49
                                    

Aku duduk meringkuk di sisi Mr. Thorn. Tertunduk sambil memainkan buku-buku jemariku.

Sesekali pandangan mataku melirik ke arah Mr. Thorn yang terpaku pada sebuah arsip yang ada di pangkuannya.

Aku berusaha membuka pembicaraan. "Tuan-"

"Thorn," potong Mr. Thorn tanpa sedikitpun mengangkat wajahnya.

Aku berdehem. "Mr. Thorn, maafkan jika aku lancang. Tetapi, jika aku boleh tahu... mengapa anda bersedia membayarku dengan harga semahal itu?"

Mr. Thorn terdiam, kemudian mendelik padaku. "Tidak ada kata mahal dalam kamusku, Layla."

Aku menelan ludah dengan susah payah. Jelas ucapanku tadi mungkin telah menyinggungnya.

Bahkan hanya dengan sekali lihat, siapapun akan tahu betapa banyaknya uang yang dimiliki pria ini. Lihat saja mobil mewah yang saat ini membawa kami.

"Maafkan aku." Aku kembali tertunduk.

Mr. Thorn tidak menjawabnya. Ia hanya terus fokus pada kertas-kertas itu. Pena yang digenggamnya sesekali membuat coretan di beberapa tempat.

Tapi... betapa canggungnya suasana ini. Setidaknya, aku harus berterima kasih atas kebaikan hatinya karena telah menebusku, sekaligus karena telah memberiku pakaian.

"Mr. Thorn, terima kasih." Akhirnya kalimat itu meluncur juga dari mulutku.

Tapi bukan sebuah senyuman yang ku dapat sebagai balasan. Melainkan sebuah ekspresi mengejutkan yang diperlihatkan Mr. Thorn untuk yang pertama kalinya.

Pria itu menoleh ke arah luar jendela mobil. Terbelalak tanpa sedikitpun melepaskan pandangan dari kereta api yang melaju cepat di kejauhan.

Thorn segera berpaling dan membenamkan wajahnya di sisi leherku.

Merungkut seperti seorang anak kecil yang sedang ketakutan.

"Mr. Thorn, ada apa?" Tanyaku heran.

Bahu Mr. Thorn bergetar hebat. Peluh sebesar biji jagung bahkan mengalir deras dari keningnya.

"Mr. Thorn..."

"Diam!" Teriak Thorn.

Kedua mata Mr. Thorn perlahan terpejam. Bisa kulihat ia mulai mengatur napasnya.

Sampai suara kereta yang bising itu perlahan hilang dan Mr. Thorn kembali dengan kesadarannya.

"Layla," bisiknya.

Aku mengerjap. Setidaknya, mulai saat ini aku harus terbiasa dengan nama itu.

Nama yang diberikan oleh Mr. Thorn.

"A-apa?" Suasana yang benar-benar aneh.

Mr. Thorn mengangkat wajahnya untuk menatapku.

Begitu lekat, sekaligus intim.

Aku merasa tidak nyaman dengan situasi ini. Dia terus saja menatapku, tanpa sedikitpun berkedip.

Seolah mataku yang memang memiliki warna tidak umum ini membuatnya takjub.

"Mari kita membuat perjanjian." Ucap Thorn.

Aku memundurkan sedikit tubuhku. Memberi jarak di antara wajah kami yang nyaris tanpa celah.

"Perjanjian seperti apa?" Tanyaku.

Mr. Thorn menurunkan pandangan seraya memposisikan tubuhnya. Duduk tegap sambil kembali menggoreskan tinta di atas kertas-kertas itu.

"Rahasiakan tentang bagaimana kita bertemu kepada siapapun yang nantinya kau temui."

"Tentu Mr. Thorn," aku pasti akan melakukannya. "Tetapi, soal uang itu... suatu saat aku pasti akan mengembalikannya padamu." Aku mengatakan hal yang tidak mungkin bisa kulakukan meski aku harus bekerja seumur hidupku.

Thorn Mc AdamsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang