Bella

15.2K 1.1K 44
                                    

Suasana hening seketika.

Tidak ada suara apapun yang keluar dari bibir Thorn setelah mengatakan hal itu.

Meski satu detik kemudian-

"Dan kau pikir aku memiliki alter ego?" Ucap pria itu.

Tawa Thorn seketika membahana. Membuatku kaget bukan kepalang.

Jadi... yang dia katakan tadi....

Thorn menggeser tubuhku dan mengambil buku yang ada di atas meja. "Jangan konyol Layla, akulah Thorn mc Adams. Kalaupun ada perbedaan dengan sikapku, itu hanyalah aku yang sebenarnya, yang tidak kau ketahui." Sudut bibir pria itu meninggi, seakan tengah menertawakanku.

"Jangan terlalu banyak menonton tv sayang." Ucapnya lagi sebelum keluar dari kamar hotel dan meninggalkanku begitu saja.

Sementara aku hanya bisa menggigit bibirku sendiri. Menahan kesal yang tak terlampiaskan.

Andai saja Arnera masih di sini dan tidak diam-diam menyelinap pergi tanpa sepengetahuanku maka sudah pasti aku akan menyeretnya agar bersumpah di depan Thorn kalau ia lah yang telah mengatakan semua hal konyol itu.

***

Ini sudah hari ketiga kami berada di negara ini.

Untuk apa tepatnya aku pun masih belum tahu. Karena Thorn tidak pernah mengatakan apapun. Tidak pernah melakukan apapun selain bersenang-senang.

Seperti saat ini. Kami berada di pantai Jumeirah. Berjemur layaknya para turis asing yang seolah tidak pernah bertemu sinar matahari.

"Thorn boleh aku bertanya?" Aku menoleh ke arah pria itu.

Thorn tidak menatapku. Matanya tetap terpejam di balik kacamatanya. "Apa?"

"Kenapa kau membawaku kesini?" Tanyaku.

Kali ini Thorn melepas kacamatanya. Ia melihatku dengan malas. "Bukankah akan lebih baik jika kau jauh dari ibu dan adikku."

"Yeah aku tahu," pikiranku mulai melayang pada dua wanita berisik yang ada di kediaman Thorn.

Ibu Thorn yang tak henti-hentinya ingin tahu bagaimana aku bisa menikah dengan Thorn serta adik perempuannya yang seakan ingin membunuhku dengan tatapan sinisnya.

"Sejujurnya bukan hanya karena itu aku membawamu kesini Layla." Ujar Thorn pada akhirnya.

Aku bergegas menghampiri kursi Thorn dan duduk di sebelahnya. "Benarkah? Jadi untuk apa kita kesini?"

"Pesta dan... bertemu seseorang," kata Thorn. Ia memasang kembali kacamatanya. "Dua orang lebih tepatnya."

"Siapa mereka dan untuk apa?" Tanyaku bertubi-tubi.

"Hanya sepasang kekasih konyol yang dulunya adalah sahabatku." Tukas Thorn.

"Sahabat?" Ini adalah kemajuan. Thorn mulai terbuka terhadapku.

"Dulu." Gumam Thorn. Ia lantas bangkit dan duduk seraya menatapku dari balik kacamatanya. "Dengar, aku tidak ingin kau terlalu dekat dengan mereka."

"Kenapa?"

"Karena Vancessa pasti akan mengetahui kebohongan ini." Suara Thorn terdengar serius. Jauh lebih serius dibanding biasanya.

"Siapa itu Vancessa?" Ini adalah kali pertama Thorn menyebut nama seorang wanita didepanku.

"Vancessa adalah mantan tunanganku." Thorn menekankan suaranya. Seolah, ia benar-benar sangat terpaksa menyebut kalimat itu.

"Apa dia meninggalkanmu?" Aku menebak asal dan semoga Thorn tidak tersinggung dengan ucapanku.

Thorn Mc AdamsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang