Blood Fire

12.9K 1K 41
                                        

"Kurasa anda tidak perlu mengantarku Dok."

Hujan deras mengguyur perjalanan kami. Bukan aku dan Thorn melainkan Dokter Morris dan aku.

Oh God.

Aku benar-benar seperti boneka tak bernyawa bagi Thorn. Seenaknya ia melemparku ke sana sini sesuai keinginannya.

"Layla, boleh aku tanya sesuatu?" Dokter Morris mengurangi kecepatan mobil yang membawa kami.

"Ya," jawabku singkat. Ya Tuhan, tak pernah kusangka akan begini nasibku.

Entah bertemu Thorn adalah keberuntungan atau kesialan bagiku.

Dia yang begitu misterius, dan aku tak sedikitpun bisa membaca apa yang ada di dalam pikirannya.

"Apa kalian benar-benar suami isteri?" Tanya pria itu.

Aku menatapnya. Sebenarnya seberapa dekat pria ini dengan Thorn. "Dok-"

"Morris saja. Aku tidak sedang bekerja dan kita tidak sedang di Rumah Sakit." Ralat sang Dokter.

"Ah ya," aku tertunduk. Memainkan buku-buku jemariku. "Thorn... sebenarnya pria seperti apa?"

Dokter Morris terkekeh. "Kau tidak menjawabku dan malah balik bertanya Layla."

"Tidak bolehkah?" Pandanganku kembali padanya.

"Tidak, tentu saja kau boleh menanyakan apapun tentang Thorn padaku. " Dokter Morris melihat spion sejenak dan kembali menatapku.

"Thorn eh, si pria dingin yang sangat tertutup." Gumamnya.

"Yeah anda benar." Aku dengan segera mengiyakan.

"Dan memiliki banyak wanita simpanan."

"Yeah anda be- APA?!" Ini hal baru yang kuketahui tentang Thorn. "Wanita?"

"Ya. Hei Layla, jangan katakan kau lagi-lagi tidak tahu tentang ini." Dokter Morris terbahak.

"Aku memang tidak mengetahuinya." Tegasku. "Ceritakan lebih detail lagi."

"Satu hal, Thorn sangat.... sangat.... teramat kaya hingga kau tidak akan pernah tahu berapa banyak harta yang ia miliki." Dokter Morris tersenyum miring. "Jadi, bisa kau bayangkan betapa mudahnya bagi Thorn untuk mendapatkan beberapa orang wanita dalam waktu yang bersamaan."

"Kau gila." ucapku tanpa sadar.

"Salah. Bukan aku tapi Thorn lah yang gila. Agak sinting lebih tepatnya" Dokter Morris tampak tidak terima.

"Tapi Dok-"

"Morris."

"Oke, Morris. Bukankah Thorn sempat berpacaran selama tiga tahun dan bertunangan dengan Vancessa." Posisi tubuhku sudah benar-benar menghadap Morris kini.

"What?! Thorn akan marah jika mendengarnya Layla. Vancessa sejak dulu memang mengejar Thorn tapi sayangnya Thorn hanya menganggapnya sebagai teman."

Jadi.... aku dibohongi?! "Lantas bagaimana dengan Bella, Thorn merebutnya dari Aidan bukan."

"Nah, kau benar-benar mengigau rupanya. Layla dengarkan baik-baik, Thorn tidak pernah merebut Bella dari siapapun. Dan Aidan.... apa Thorn menceritakan tentang Aidan padamu? Tidak biasanya."

Kuputuskan untuk tidak menjawabnya.

"Kuperingatkan padamu Layla, Thorn mungkin memang dingin dan seorang pemain ulung, tetapi dia-" Morris mengambil ponsel dari sakunya. "Ada apa?" Ia menjawab.

Aku termenung. Melihat ekspresi Morris yang tampak sangat terkejut membuatku bertanya-tanya apa yang tengah terjadi.

"Kurasa kita harus putar arah." Ujar Dokter muda itu.

Thorn Mc AdamsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang