2 - Perfect

2.7K 152 20
                                    

SUDAH DIREVISI

💛

SEKOLAH akan menjadi satu hal yang sangat ia hindari jika saja tak ada tuntutan hidup yang mengharuskannya menuntut ilmu. Jika tidak bagaimana ia bisa melewati kehidupan di dunia yang semakin lama semakin mengerikan ini. Jujur, ini berlebihan. Tapi tak ada kata yang lebih pantas dari itu.

Setelah beberapa minggu libur, hari ini akan menjadi hari pertamanya menjadi siswa SMA. Baju OSIS sudah melekat di tubuhnya. Sekali lagi ia menatap dirinya di cermin. Menampakkan baju putih biru dengan dasi berlambang SMPnya dulu. Bahkan nama dada yang sudah satu tahun menempel di sana masih bagus dengan tulisan Naufal Rafa Pradista. Rasanya baru saja ia naik kelas sembilan, mengapa cepat sekali berubah menjadi sepuluh?

"Kakak! Cepetan turun!" Naufal sudah tau pasti jika itu adalah teriakan adiknya, Airin.

"Iya! Bentar lagi kakak turun!" teriak Naufal menjawab Airin.

Setelah mengambil jaket dan tas hitamnya, Naufal melangkahkan kakinya menuju ruang makan untuk sarapan. Airin dan mamanya sudah berada di sana menunggunya. Jangan tanyakan ayahnya karena Naufal tak akan mau membahasnya.

Setiap sarapan keluarga Naufal memang membudayakan untuk diam dan tenang dalam makan. Mereka jarang sekali mengobrol saat makan seperti ini, kecuali jika memang itu penting.

Naufal sesekali melirik jam di tangannya. Masih ada waktu tiga puluh menit, tapi Naufal ingin segera berangkat. Jika terlalu siang dan sudah mulai ramai siswa terutama siswi yang datang, hal itu akan berdampak buruk padanya. Setidaknya ia harus meminimalisir terjadinya badmood di pagi hari.

"Ma, Naufal berangkat ya?" pamit Naufal sembari mencium tangan mamanya.

"Kak, bareng dong. Temen Airin hari ini nggak bisa diajak bareng," pinta Airin.

"Nggak ah, males!" jawab Naufal tersirat nada bergurau di sana.

Airin memberengut kesal. Kemudian memicingkan mata ke arah Naufal. Dalam hatinya ia mengumpat, dasar menyebalkan!

Naufal yang melihat ekspresi adiknya itu menahan tawa. Airin sangat tidak cocok bila seperti itu. Airin yang biasanya cerewet kini bisa menatap ngeri seperti itu pada kakaknya. Dan Naufal merasa lucu dengan ekspresi Airin itu.

"Udah, sana berangkat!" perintah mama ketika beliau sudah selesai merapikan meja makan.

"Ya udah, ma. Naufal berangkat dulu." Naufal yang memang sudah bersalaman dengan mamanya langsung melenggang pergi meninggalkan Airin.

"Kakak! Tunggu!" teriak Airin yang terdengar hingga pelataran rumahnya.

Kelakuan mereka memang tampak konyol. Bahkan hubungannya dengan ibu dan adiknya terlihat harmonis. Tapi jangan nilai Naufal hanya dari sana. Karena di baliknya ia mempunyai banyak rahasia.

---

Tepat di depan papan pengumuman, Naufal menjelajahkan matanya untuk mencari kelas barunya. Dia bukan mencari namanya, melainkan tempat dimana kelasnya berada. Tadi ia sudah membaca daftar kelas dan ia ditempatkan di kelas sepuluh IPA 1.

Dengan langkah santai, Naufal melewati koridor sekolah. Wajah datar dan sikap cuek akan menjadi andalannya jika sudah berada di luar rumah. Dan di pagi ini ia sudah mendapatkan hadiah pada hari pertamanya.

Bukannya dia yang peringkat satu itu ya?

Dia pintar, ganteng lagi. Idaman banget.

Kira-kira seperti itu bisikan-bisikan yang sampai di telinganya. Hal ini menjadi faktor utamanya malas datang ke sekolah. Ketenangan tak pernah ia dapatkan setiap berada di sekolah.

Tapi masa bodoh dengan semua itu. Baginya sekolah untuk menuntut ilmu. Bukan untuk mengurusi hal-hal seperti itu.

Sebenarnya bukan hanya itu alasannya. Naufal terlalu malas seperti itu karena ia benci menjadi laki-laki pengumbar senyum dan pengumbar tampang. Ia tak mau seperti ayahnya.

Dia terlalu sibuk dengan dunianya, tanpa tau perasaan mamanya. Dan Naufal membenci itu.

Kurang beberapa langkah lagi ia sampai di kelasnya. Ia rasa belum ada yang datang karena keadaan masih begitu sunyi. Hal ini akan menguntungkan baginya. Tak ada gangguan dan ia bisa bebas memilih tempat duduk.

Namun harapannya sirna, ada satu gadis yang tengah duduk di dalam kelas. Sesuai dugaan, gadis itu melihatnya. Well, sebegitu kuatkah pesonanya?

Naufal yang tak mau ambil pusing hanya diam dan mencari tempat duduk yang nyaman untuknya. Tak sengaja matanya menangkap gadis yang menjadi teman satu kelasnya itu.

Naufal menghela nafas. Untung saja temannya yang satu ini sepertinya tak tertarik untuk mengaguminya.

"Sudah gue duga! Lo udah dateng jam segini." Fahri, sahabatnya sejak SMP yang kebetulan satu kelas lagi dengannya, tiba-tiba muncul dan langsung duduk di sebelahnya.

Naufal berdecak malas, "Apaan sih lo? Heboh!"

Fahri terkikik geli. Sahabatnya ini masih sama. Dingin, cuek dan menyebalkan.

🌜

Mungkin bagi sebagian orang, bel pulang sudah seperti harta karun yang harus segera diambil. Pasti jika bel pulang sudah berbunyi banyak siswa yang sudah beres-beres sebelum diperintah. Bahkan hal itu bisa terjadi jauh sebelum bel pulang berbunyi.

Tapi berbeda dengan Naufal yang sudah pasti menanti kesepian dibanding bel pulang. Dia lebih suka pulang akhir daripada cepat-cepat pulang dan bertemu dengan orang-orang.

Bukannya tidak mau, tapi ia mengantisipasi jika akan terjadi hal yang tidak diinginkan.

Tapi mau pulang se sore apaapun jika sekolah belum tutup pasti masih ada orang berkeliaran di sekolah, termasuk gadis yang sedari tadi masih asyik merapikan bukunya. Sepertinya pemikiran tentang gadis pagi tadi yang tidak tertarik padanya salah. Mungkin.

Dasar! Semua perempuan sama saja.

Dengan gerakan cepat Naufal langsung keluar dari kelas, mengabaikan sekolah yang masih lumayan ramai.

Zahra.

Masa bodoh dengan nama itu. Meski tiba-tiba muncul di pikirannya.

🌜

Author note(s)

Hi!
Setelah menghilang dari wattpad hampir sebulan, lebih mungkin. Akhirnya...
Dan mungkin ini mengecewakan karena dikit, banget.

Kalau ada yang tanya, kok ada yang beda?
Iya, emang. Ya pokoknya ini hasil rombakan.
Tapi jalan cerita nggak akan berubah. Hanya kata-katanya yang aku tambah.
Thanks :)

Salam cinta
(istri) Guanlin.

Love Story (SEDANG DIREVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang