41 - Don't Leave Me Again.

784 39 6
                                    

"Gue sakit, Fal."

Setelah mengatakan hal itu, Naufal yang tadi di telfon oleh Zahra, langsung mengajak gadis itu masuk ke dalam cafe karena langit mulai menampakkan tanda-tanda akan hujan.

Naufal sudah menduga, gadis itu sedang dalam kondosi tidak baik. Zahra yang ia kenal tidak seperti ini.

Jangan salahkan hubungannya dengan Zahra. Selama kuliah mereka bersama. Jadi tidak ada salahnya mereka menjadi dekat. Apalagi Zahra banyak belajar dari Naufal.

Dan yang terakhir adalah Zahra sudah Naufal anggap sebagai sahabat sekaligus adiknya sendiri. Bahkan Airin, adik Naufal, sering berkomunikasi dengan Zahra tentang kedokteran, meski kakaknya sediri juga dokter. Tapi Airin bilang ia lebih suka bertanya-tanya pada Zahra. Dengan alasan Naufal terlalu genius untuk mengajarinya.

Di sisi lain, Fino menatap nanar dua orang yang tengah duduk bersama di dalam cafe lewat tembok kaca yang di pasang di bagian depan cafe. Dari seberang jalan, Fino dapat menangkap interaksi antara mereka bedua.

Pemandangan di sana membuatnya terluka. Bagaimana tidak? Meskipun sudah bertahun-tahun berlalu, mereka juga pernah saling memiliki perasaan lebih. Hal itu membuatnya meremas saku jaket yang kini ia kenakan. Bahkan tanpa ia sadari hujan mulai turun.

Bukankah seharusnya setelah ia pulang, ia disambut dengan senyuman Zahra. Bukanya pemandangan menyakitkan seperti ini.

Kembali ke dalam cafe, Naufal masih mendengarkan penjelasan Zahra. Mulai dari bagaimana Zahra bertemu dengan Fino. Hingga Zahra yang menemui Naufal.

"Dokter Sisilia?" tanya Naufal kaget. Pasalnya ia mengenal Sisilia. Dan rasanya ada yang janggal.

"Gue nggak bisa apa-apa kalau udah kaya gini, Fal." Zahra menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

Bebah hidupnya terlalu berat. Kebahagiaan yang awalnya nyata perlahan sirna. Dan Zahra sudah lelah menghadapi semua itu.

Menyendiri di cafe adalah pilihan terbaik menurut Zahra. Ia membiarkan Naufal pulang karena ada keperluan. Dan di sini, ia di temani secangkir cokelat panas dan handphone yang tergeletak di meja.

Zahra menyendiri bukan untuk menangis meraung-raung apalagi sampai garuk-garuk tembok karena pertemuannya dengan Fino beberapa jam yang lalu. Dia sudah bukan remaja labil yang harus memperlihatkan kesedihannya. Dan ia tak mau berlarut-larut dalam kesedihan. Meski ia tak bisa bohong jika hatinya terasa sakit.

Kegalauannya semakin terasa ketika lagu yang di putar di dalam cafe adalah lagu-lagu galau. Jika saja saat ini tidak hujan, Zahra sudah pulang dari tadi. Tapi tadi ia juga sudah berjanji dengan Kak Reno akan pulang bersama.

Berkali-kali Zahra menghembuskan nafasnya kasar. Seakan-akan ingin mengeluarkan masalahnya bersamaan dengan helaan nafasnya. Baru saja Zahra ingin meminum coklat panas, handphonenya bergetar menandakan ada pesan dari seseorang.

Abang Reno
Dek, nanti kamu pulang naik taksi ya. Abang nggak bisa jemput.

Abang Reno
Aneh ih pake abang-abang gitu.

Me
Yah, kok gitu sih? Nggak asik. Tapi ya udah deh ya. Aku mah bisa apa.

Me
Kan udah kesepakatan BANG 😂

Abang Reno
Ati-ati deh ya

Abang Reno
Ya udah semerdeka lo aja, dek

Love Story (SEDANG DIREVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang