38 - Selamat Tinggal, Sayang.

923 50 4
                                    

Hari ini adalah hari terakhir Zahra bertemu di Indonesia dengan Fino sebelum cowok itu pergi ke London. Rasanya Zahra ingin menahan Fino agar tidak pergi kemana-mana. Kalau bisa ia ingin mengurung cowok itu di rumahnya. Agar dia tak bisa kemana-mana.

Tapi itu hanya akan membuat Fino tak bisa meraih cita-citanya, menurut Zahra. Diusianya yang hampir menginjak 18 tahun itu, ia masih sedikit labil. Kurang bisa bersikap dewasa.

Bahkan masalah kecil yang ia buat mampu merusak segalanya. Sebaiknya Zahra mengubah dirinya. Tapi sepertinya akan sulit mengubah seorang Zahra.

Saat ini saja, Zahra terus memeluk lengan Fino. Ia seperti anak kecil yang tidak mau di tinggal ayahnya pergi. Zahra terus saja mengatakan bahwa Fino harus tetap di sini.

Dan sampai saat ini, Fino terus berkata jika ia pergi tak selamanya. Ia terus menenangkan Zahra yang terus merengek seperti anak kecil. Dan Tasya, Fahri, Deo, serta Naufal dan Maureen yang baru saja datang, hanya menetap pasangan aneh di depan mereka.

Sepertinya keadaan berbalik. Dulu Fino dengan sikap konyol dan tak tau malunya mendekati Zahra. Dan sekarang, lihat saja, Zahra melakukan hal kekanakan itu di depan teman-temannya.

"Zahra, aku harus pergi sekarang," kata Fino lembut kepada Zahra.

"Yah. Beneran nih sekarang?" tanya Zahra sembari memanyunkan bibirnya.

Fino menganggukkan kepalanya. "Nanti kalau udah sampai, aku telfon kamu deh," katanya.

Zahra menggigit bibir bawahnya. "Bener ya? Ya udah. Jaga diri baik-baik ya, Fin. Jangan goyah iman kamu," canda Zahra meski matanya berkaca-kaca.

"Iya. Yang kemarin-kemarin itu nggak beneran kok. Imanku kuat. Goyahnya kalau lagi sama kamu," kata Fino yang sedikit tersirat unsur lelucon.

Zahra memukul kepala Fino. "Dasar!" katanya.

"Fin, beneran lho ya? Jangan aneh-aneh di sana. Ibadah juga jangan lupa. Makan teratur. Jaga pola makan. Jangan lupain aku juga ya?" kata Zahra sembari meneteskan air matanya. Di saat seperti ini, Zahra bisa berubah menjadi sosok yang cengeng.

Fino dengan segera mengusap air mata Zahra. "Jangan nangis dong," lirihnya.

Zahra memeluk Fino dengan erat. Kemudian ia terisak di dalam pelukan Fino.

"Udah lah Ra, ikhlasin Finonya," kata Fahri.

Zahra langsung melepas pelukan Fino, kemudian memukul pelan kepala Fahri. Seharusnya kalian tau pukulan pelan milik Zahra sebanding dengan pukulan gajah yang sedang mengamuk.

"Lo pikir Fino mau mati apa?" pekik Zahra.

"Lah, yang bilang lo ya. Gue enggak bilang gitu," kata Fahri membela diri.

"Ih, Fahri kok lo minta diapain gitu!" Zahra mendengus kesal ke arah Fahri.

"Mau diapain emang?" goda Fahri sambil menaik-turunkan alisnya.

Tiba-tiba, Fahri merasakan pukulan keras mendarat di atas kepalanya. Dan pukulan tersebut berasal dari Fino yang menatapnya dengan tajam. "Enggak usah godain pacar gue!" katanya sembari menarik Zahra menjauh dari Fahri dan mendekat ke aranya.

Zahra yang diperlakukan seperti itu hanya senyum-senyum sendiri. Hal yang dilakukan oleh Fino membuktikan bahwa cowok itu cemburu.

"Yah, padahal kan gue penasaran gue mau diapain sama Zahra," kata Fahri sok menyesal.

Fino yang sudah siap-siap untuk memukul Fahri lagi, segera di tahan oleh Zahra. "Udah lah, Fin. Bercanda, juga."

"Ya, udah. Gue berangkat dulu. Bye!" pamit Fino begitu saja.

"Ya udah pergi sana! Hus, hus! Nggak usah balik lagi!" kata Zahra yang sudah memalingkan wajahnya kemudian menyilangkan kedua tangannya di depan dada.

Fino menghampiri Zahra, lalu mencubit hidung gadis itu. "Jangan ngomong gitu. Waktu nggak ada yang tau. Bisa aja aku nggak bisa balik beneran," katanya.

"Ih, kok gitu sih," rengek Zahra karena perkataan Fino itu membuat dia takut.

Fino tersenyum. Kemudian ia melihat ke sekelilingnya. Ia beruntung menemukan orang-orang seperti mereka.

Dan saat ini ia harus pergi dari mereka. Pastinya saat di London ia akan menemukan teman baru dan kehidupan baru pula.

Jika diperbolehkan memilih, ia ingin tetap di sini. Hanya saja ia tak ingin mengecewakan papanya. Ya, meski papanya itu orang yang sibuk dan jarang memperhatikannya. Tapi beliau tetaplah orang tua Fino.

Dan satu lagi yang membuatnya sulit untuk pergi. Gadis di sampingnya, Zahra. Baru saja kemarin mereka baikan, sekarang sudah harus menerima keadaan.

Tapi Fino beruntung. Lebih dari satu tahun hubungannya dengan Zahra berjalan dengan baik. Meski beberapa bulan akhir-akhir ini, Zahra menjauh. Dan kini Fino tau apa alasan Zahra saat itu menjauh. Ya, Zahra tak ingin terlalu sedih jika harus berpisah dengannya. Gadis itu ingin belajar hidup tanpa Fino. Meski ujung-ujungnya dia juga yang terluka.

Bertahun-tahun di London pasti Fino akan sangat merindukan Zahra. Dari keceriaan, kemanjaan, dan sifatnya yang lain.

"Aku pasti bakal kangen banget sama kamu," kata Fino semberi mengelus rambut Zahra.

Zahra yang merasakan usapan lembut di rambutnya, tersenyum. Kemudain Fino ikut tersenyum. Senyum yang mampu meluluhkan setiap wanita yang melihatnya.

Melihat Fino tersenyum saja membuat Zahra ingin menangis. Ia terlalu takut dengan kemungkinan-kemungkinan buruk yang akan terjadi pada Fino. Terutama hati cowok itu.

Tapi, Zahra harus lebih percaya pada Fino. Cowok itu sudah percaya padanya. Lalu mengapa ia tidak percaya saja pada Fino?

"Gue pergi ya," pamit Fino pada Zahra dan teman-temannya.

Fino dan Deo bersiap untuk berangkat. Dan sebelumnya Fino memeluk Zahra lagi. Sebelum benar-benar pergi, Fino berkata, "Selamat tinggal, Sayang."

Zahra menepuk pelan pundak Fino. "Merinding tau, kamu bilang gitu."

Dan Fino benar-benar pergi saat ini.

.....

tbc
.....

Horor ya part ini. :v
Maaf dikit banget, dan lama update :(

Vote commentnya..

Follow ig: @annisanblz

Love Story (SEDANG DIREVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang