14. Sorry

1.6K 147 7
                                    



William

Mataku mengarah ke jam digital di balik setir. Pukul dua pagi.

Aku menghela nafas dengan berat.

Ini hari yang melelahkan. Dari pagi jadwalku dipadati pertemuan-pertemuan penting yang tidak ada habisnya dan semuanya baru selesai sekitar jam sebelas tadi.

Sebenarnya aku capek sekali. Kalau boleh, aku mau langsung tidur setelah pekerjaan selesai. Tapi itu berarti aku harus kehilangan momen malam ini.

Aku berusaha memfokuskan pandanganku yang agak kabur. Jalan tol dini hari ini sangat lengang, cenderung bikin ngantuk. Tanpa kusadari, mataku terasa semakin berat dan untuk sepersekian detik aku sempat hilang kesadaran. Tapi, tiba-tiba saja suara bergetar yang lumayan keras mengejutkan aku. Aku pun langsung terjaga.

Perlu beberapa detik untuk menyadari suara getaran itu datang dari ponsel yang kutaruh di console box. Tanpa menunggu lebih lama, kuraih ponsel itu dan mendekatkannya ke telinga.

"Ya, halo?" ujarku langsung.

"Kamu belum tidur, Sayang?"

Aku tersenyum mendengar suara itu. "Belum, Ma." jawabku yang langsung disambutnya dengan helaan nafas lelah.

"Kamu mau ke sini?" tanyanya lagi.

"Ehm," gumamku mengiyakan.

"Aduh.. ini udah jam berapa? Hari ini nggak usah dulu, deh. Besok kan masih bisa."

"Besok macet, Ma. Weekend. Lagian tanggung, William udah di jalan."

"Ih, kamu tuh ya kalo dibilangin! Ya udah, terserah deh. Awas aja kalo sampe sakit, Mama nggak mau ngurusin!"

Aku terkekeh mendengar nada sewotnya. "Iya, Ma. Iyaaaa... Nggak bakal sakit. Mama tidur aja, nggak usah nungguin. Ntar Mama masuk angin, lagi. Mama kan udah tua."

Dari ujung telepon Mama terdengar geli saat menjawab, "Kamu! Dari kecil digedein, makin kurang ajar aja! Awas ya, Mama suruh Ina ganti password pintu depan lagi biar kamu tidur di luar bareng kucing!"

"Yee, Ma, jangan gitu!" balasku geli.

Mama pun tertawa kecil. "Ya udahlah, kamu ati-ati ya. Jangan ngantuk! Assalamuallaikum,"

"Wa'allaikumsalam," Tut. Panggilan pun terputus.

Aku kembali memfokuskan diri ke jalanan. Tanpa bisa kukendalikan, pikiranku pun kembali ke empat hari yang lalu...

Aku memasukan kode ke kunci pintu otomatis dan setelah mendengar nada approval darinya, kudorong pintu itu dan menahannya sampai perempuan di belakangku lewat, baru aku ikut masuk ke dalam rumah.

Aku mengikutinya sementara dia melangkah ke ruang tengah. Di luar dugaanku, Mama, Ina, dan Opa ternyata sedang ada di sana, menonton TV. Suara langkah kami mungkin adalah hal yang membuat ketiganya langsung menoleh ke arah pintu masuk.

Raya berhenti di depan pintu. Begitu aku tiba di sebelahnya, dia menatapku sekilas sebelum menatap ke depan lagi. Pada saat yang sama, akhirnya mataku bertemu dengan tatapan heran yang datang dari ketiga orang yang ada di sana.

"Raya?" ujar Opa dengan ragu.

Wajar saja kalau mereka pangling. Raya yang sekarang memang berbeda jauh dengan Raya yang dulu.

"Lho, Kak Raya kok bisa ada di sini? Kakak bukannya lagi di Bali?" tanya Ina kemudian.

Aku langsung memutar kepala ke arah perempuan di sebelahku. Jadi Ina tahu?

Elmo & Prince CharmingtonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang