1. Lima Tahun Kemudian

2.9K 246 0
                                    


Raya

Seberkas cahaya menyilaukan mata. Pandanganku yang hitam pun menjadi kemerahan. Aku membuka kedua mata dan suara ECG menyambutku. Tut... Tut... Tut...

Rasa lega dan bosan bercampur setiap aku mendengar suara itu. Sudah tidak terhitung berapa kali aku tidur dalam posisi duduk seperti ini.

Hari itu ketika bengkel meubel rubuh, kayu plafon menghantam kepala Bapak dan mengenai titik vital yang membuat Bapak mengalami pendarahan dalam. Hal itulah yang menyebabkan ia koma sampai sekarang.

Aku melarikan pandangan pada alat-alat penopang kehidupan di sisi ranjang di seberangku. Mulai dari infus, tabung oksigen, ventilator, pacemaker, semuanya ada di sana. Tapi itu saja tidak cukup untuk membuat Bapak bangun.

Tiba-tiba, suara gordyn membuat aku menoleh. Senyumanku pun mengembang saat melihat gadis berseragam putih-biru itu.

"Nggak sekolah?" tanyaku sementara dia berjalan mendekat sambil melepas tas dan menaruhnya di kolong tempat tidur.

"Nggak ah, males. Classmeeting doang." jawab Nataya, adikku.

"Oooh.." tanggapku sambil manggut-manggut.

"Uni nggak kerja?" tanya Nataya kemudian.

"Iya, entar." jawabku. Nataya nggak perlu tahu kalau kontrak kerjaku sudah habis.

"Ni, lihat buku TTS aku nggak?" tanyanya lagi.

"Enggak."

"Yaahh... di mana ya." katanya lebih pada dirinya sendiri.

Aku yang baru bangun hanya mengawasi Nataya dengan tatapan kosong sementara anak itu sibuk mencari. Lalu tiba-tiba saja dia diam.

"Kenapa?" tanyaku.

Nataya nampak seperti ingin bicara sesuatu, tapi ragu.

"Ada apa sih? Jangan bikin orang penasaran deh!" kataku lagi.

"Uni, bulan depan aku ada karya wisata ke Jogja. Boleh ikut nggak?" tanyanya kemudian.

Aku diam.

"Tapi kalo nggak bisa, nggak apa-apa kok, Ni." ujarnya langsung.

Aku menatap Nataya dengan iba. Dia tidak pernah minta apa-apa, bagaimana aku tega menolak yang satu ini? Akhirnya, aku pun memaksakan diri untuk tersenyum.

"Boleh kok. Berapa bayarnya?" kataku akhirnya.

Nataya baru mau menjawab saat Bule datang dan menyuruhnya untuk ke luar sebentar. Anak itu pun menurut dan aku berjanji akan membahas ini lagi dengannya nanti. Lalu perhatianku pun tertuju pada Bule.

"Ada apa Bule?" tanyaku.

"Tagihan rumah sakit udah ada lagi, Ray." jawabnya.

Hhh... Rasanya seperti besi seribu kilogram menimpa kepalaku.

"Kamu udah ada uang belum? Tabungan Bule udah habis. Apa pinjem tetangga aja ya?" Bule meracau panik.

Aku tidak tahu apa yang lucu, tapi tiba-tiba aku ingin tertawa. "Hahahaha... Nggak usah, Le. Nanti biar Raya aja yang usahain." jawabku kemudian.

"Kamu kok jawabnya gitu?" balas Bule dengan tampang ngeri.

"Trus Raya harus gimana dong, Bule?" tanyaku lagi, tak menghilangkan senyum di wajahku.

"Ray, jangan gitu! Kamu bikin Bule takut, tauk!"

Mendengar ucapan Bule aku malah semakin tertawa terbahak-bahak. Entah karena geli atau hampir gila.

Elmo & Prince CharmingtonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang