Another Extra Part. Enjoy :)
Raya
Suara denting sendok yang mengetuk-ngetuk permukaan mug terdengar lembut mengisi kesunyian dapur rumahku. Cahaya mentari yang menembus masuk dari balik jendela terasa begitu indah menerangi ruangan yang serba putih ini.
Layaknya langit yang begitu cerah di luar sana, senyuman di wajahku ini rasanya tidak bisa hilang. Sekuat apapun aku berusaha menahannya, kedua sudut bibirku tetap saling menarik hingga mempertontonkan deretan geligi yang gendut-gendut ini.
Pekikan kecil keluar begitu saja seiring dengan khayalku yang terus melambung. Oh, astaga, betapa senangnya aku hari ini...
"Pagi Sayang," ujar suara berat dan serak yang tiba-tiba muncul di belakangku berbarengan dengan sepasang tangan yang melingkari pinggangku ini. Selanjutnya, kurasakan sebuah kecupan hangat mendarat di kepala bagian belakang.
"Pagi," jawabku. Aku pun berbalik menghadap laki-laki itu. "Ini saya buatin kamu teh." kataku sambil menyodorkan mug di tanganku ke arahnya.
William menatapku dengan keberatan. "Kok teh? Kan kamu tahu saya sukanya..."
"Nggak ada kopi item, udah kebanyakan! Udah jangan bawel, minum aja deh!" potongku langsung.
William pun menghela nafas dengan berat, namun akhirnya dia menerima mug itu dan menegak habis isinya. Setelah itu, ia pun meletakkan mug itu di atas kabinet dan mengurung aku diantara kedua tangannya yang panjang dan kabinet.
Dia pun menatapku dengan sepasang matanya yang tajam sambil menyeringai menggoda. "You're such a hottie." ujarnya.
Beberapa tahun lalu, kalau dia melakukan ini aku pasti akan langsung jatuh lemas. Tapi sekarang, 'sihir' William sudah berkurang jauh. Namun, biar begitu, hal ini masih bisa membuat aku ketawa-tawa norak sampai sekarang.
"Oh, please deh, Will. Kamu harus mikirin cara lain untuk ngegoda saya." ujarku cuek.
"Aaahhh!! Nggak asik!" sahutnya kecewa.
William pun melepaskan genggaman di meja kabinet, lalu berjalan ke arah meja makan dan duduk.
Aku hanya tersenyum memerhatikan tingkahnya.
Sudah setahun sejak aku dan William memutuskan untuk menikah. Sejak itu, kami memutuskan untuk tinggal di rumahku yang lama. Awalnya rumah ini mau dikontrakkan saja, tapi setelah kami mempertimbangkan kalau kami sama-sama nggak punya waktu untuk cari rumah lagi dan kalaupun kami bisa tinggal di griya tawang, itu nggak selamanya karena aku dan William sama-sama mau anak-anak kami kelak merasakan main di halaman rumah, bukan di lobby hotel. Jadi akhirnya kami memutuskan untuk tinggal di sini. Selain itu, lokasi rumah ini juga strategis. Dekat dari mana-mana, terutama kantor ku, kantor William, dan kontrakan Nataya.
Nataya sudah tidak tinggal denganku sejak beberapa tahun lalu. Dari tahun pertama kuliah, dia sudah memilih untuk tinggal di sebuah rumah kontrakan bersama teman-temannya. Dulu aku kira para penghuni rumah itu akan lengser satu-persatu seiring rampungnya usaha mereka meraih gelar masing-masing. Namun, sampai sekarang, walaupun anggota geng yang masih kuliah itu tinggal satu-dua, ternyata mereka masih kerasan untuk tinggal sama-sama.
Aku sendiri juga sering mengunjungi mereka. Meskipun usia kami terpaut sangat jauh dan terkadang obrolan kami tidak nyambung, tapi aku cukup dekat dengan teman-teman satu kontrakan Nataya. Malah, mereka semua sudah aku anggap seperti adik sendiri. Begitupun sebaliknya.
"Kamu mikirin apa sih?" ujar sebuah suara menyadarkan aku.
Pada saat itu, ternyata aku sedang tersenyum lebar.
William menatapku dengan heran. "Kamu kenapa deh?" tanyanya lagi.
Oke, cukup cerita soal Nataya, karena hari ini ada sebuah peristiwa penting. Peristiwa yang bisa mengubah hidupku dan suamiku.
Aku tidak mau menyembunyikan senyumanku. Sebaliknya, aku tersenyum makin lebar seraya aku mengambil langkah demi langkah mendekati suamiku.
William menatapku curiga. Matanya tidak berhenti mengikutiku hingga aku duduk di atas pahanya dan melingkarkan kedua tanganku di lehernya.
"Kamu kenapa sih? Aneh banget, tumben."
Aku pun langsung menarik wajahnya mendekatiku dan menghujani sekujur wajahnya dengan ciuman. Dari pipi, dahi, hidung, dagu, bibir, semuanya.
William ketawa-tawa kegelian. Lantas, aku menarik wajahku menjauhinya dengan tangan yang tetap melingkar di bahunya. Kemudian, aku pun mendekati laki-laki itu lagi dan mendaratkan ciuman yang panas dan dalam sekaligus manis di bibir laki-laki itu.
William membalas ciumanku dengan antusias. Ia membiarkan aku bermain dengan bibirnya sementara dia mulai menggerayangi bagian belakang tubuhku. Tapi tiba-tiba dia menarik diri, "Ada apa sih? Kamu bikin salah ya?" tanyanya.
"Sshhh..." jawabku lalu melanjutkan 'serangan'.
Pertahanan William yang dibangun dengan susah payah itu akhirnya jebol saat aku mendengar dia mulai melenguh nikmat dan sesuatu di dasar dirinya mulai mengeras.
Pada saat itulah aku memutuskan untuk berhenti. "Okay, enough." ujarku setelah melepaskan bibirku dari bibirnya dan bangkit dari pangkuannya.
"WHAT?!" William jelas-jelas kesal.
"I said, enough." ulangku.
"Why?" tanya William tidak mengerti.
"Kalo kita lanjut, it'll be rough."
"And like it rough. Better. Sooo... much better." sahut William kesal.
"But we can't."
"Yes, we can."
"We can't. Coz it'll harm the baby."
"Yes, we can. Coz.. What?"
William bengong menatapku sementara aku memekik kegirangan.
"Will, we're gonna have a baby!" ujarku lagi.
Untuk beberapa detik, William masih bengong sambil menatapku dengan tidak percaya. Beberapa detik selajutnya, dia mulai ketawa-ketawa pelan. Kemudian beberapa detik berikutnya, akhirnya dia ketawa-tawa girang dengan suara keras sekali sampai aku kaget.
"I'M GONNA HAVE A BABY!!! WOOOOO!!! HAHAHAHAHAHA!!!" teriaknya sambil mondar-mandir tidak jelas. "OMG!! YA ALLAH, ALHAMDULILLAH!! MY WIFE IS PREGNANT!!! HAHAHAHA!!!"
Aku hanya tertawa mengawasi tingkah suamiku.
Tiba-tiba saja William mendekatiku dan memelukku dengan erat. "Makasih ya, Sayang," katanya lembut. "Mulai hari ini saya nggak akan debat kamu, apapun yang terjadi."
Aku pun membalas pelukan William. "Apapun?" tanyaku memastikan.
William pun melepaskan pelukannya, hanya untuk mengecup bibirku. "Apapun." jawabnya kemudian. William pun menatapku dengan lembut, "I love you, Ray. I madly in love with you. More and more since this little one has come." Lalu, William pun menghujani wajahku dengan ciuman hangat dan memelukku dengan sayang.
"I love you." ujarnya lagi.
"I love you too."
KAMU SEDANG MEMBACA
Elmo & Prince Charmington
RomanceWilliam Wijanarko. Laki-laki kaku berkarakter kuat dan dominan, serta tampan dan mapan. Terlahir sebagai pewaris utama dari kekayaan keluarga Wijanarko, keluarga konglomerat yang tidak pernah keluar dari urutan lima teratas keluarga terkaya di Indon...