Raya
Tiga tahun kemudian.
Tut tut tut tut tut tut... tut...
Suara lagu tema Mario Bross itu semakin lama terdengar semakin keras. Masih dengan mata terpejam, aku meraba-raba kasur dan bawah bantal untuk mencari ponsel. Setelah ketemu, ku dekatkan benda kotak berukuran enam inch itu ke telinga.
"Aloooh?" sapaku, ngantuk.
"Di mana?" ujar suara di ujung telepon.
"Menurut kamu?" jawabku dengan kesal. Laki-laki menyebalkan itu pun tertawa.
"Keluar dong! Saya di depan rumah kamu nih." katanya kemudian.
Aku pun langsung memeriksa jam di ponsel dan mengintip langit melalui lubang ventilasi.
"Ini masih jam satu pagi! Kamu gila, apa kurang kerjaan?" omelku langsung.
William pun tertawa lagi. "Hahaha... Ya udah, cepet keluar." ujarnya dan... Tut. Hubungan telepon diputus.
Hiiiih, cowok gila! Aku pun mencampakkan ponselku di kasur sambil menghempaskan tubuh ku kembali ke posisi tiduran dan meraih guling, lalu ku peluk guling itu erat-erat.
Aku baru mau lanjut tidur saat seseorang mengetuk kaca jendela kamar dengan sesuatu yang terdengar seperti kunci mobil. Aku pun langsung menggeliat dengan gemas sambil memekik kesal. Iiiiiiiih!!! Orang ini benar-benar!
Mau tidak mau, aku bangun dari kasur.
Dengan darah yang sudah naik ke kepala, aku berjalan ke arah jendela dan membuka gordyn dengan kasar. Lalu di sana lah kutemukan sesosok laki-laki yang membuat aku mendengus seperti banteng itu.
"Nggak paham ya kalo ini jamnya orang tidur?!" geramku dengan suara berbisik.
"Tapi sekarang udah bangun kan? Ayo keluar!" jawabnya ngeselin dan tanpa merasa berdosa, dia langsung ngeloyor pergi ke arah teras depan.
Rasanya aku ingin sekali menggetok kepala William.
Dengan kesal akhirnya aku berbalik untuk mengambil guling dan selimut, lalu menyusul William. Nggak usah ganti baju, bodo amat! Pake daster, daster deh!
Saat aku tiba di teras, William sudah duduk menyelonjor di atas bale. Dia langsung tersenyum geli saat melihat aku, tapi aku terlalu ngantuk untuk peduli. Aku pun langsung menaruh guling di samping laki-laki itu dan mengatur posisi untuk lanjut tidur. Dan pada saat itu lah aku sadar kalau ada empat gelas kopi berlogo Starbucks di sebelah William.
"Masih aja ngopi udah jam segini!" gumamku sambil menarik selimut sampai dagu.
"Kenapa?" tanya William begitu mendengar ucapanku yang kurang jelas.
"Kamu tuh harus berapa kali sih dibilangin, malem-malem jangan ngopi! Nyusahin aja! Kalo insomnia gini siapa yang digangguin? Saya!" jawabku sambil merem.
William pun terkekeh, tapi kemudian hening.
Selama beberapa detik selanjutnya, yang terdengar hanyalah suara angin dan jangkrik yang saling bersahutan. Aku pun membuka mata lagi. Saat itu William terlihat sedang menikmati kopinya dengan pandangan menerawang. Heran, akhirnya aku bangun dan duduk bersila. William pun nampak kaget melihat gerakanku.
"Kok bangun?" tanya William langsung.
"Kok diem?" Aku balik bertanya.
William pun tersenyum. "Kamu mau digangguin?" tanyanya kemudian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Elmo & Prince Charmington
RomanceWilliam Wijanarko. Laki-laki kaku berkarakter kuat dan dominan, serta tampan dan mapan. Terlahir sebagai pewaris utama dari kekayaan keluarga Wijanarko, keluarga konglomerat yang tidak pernah keluar dari urutan lima teratas keluarga terkaya di Indon...