Di Sekolah...
"Oke anak anak sudah jam istirahat, tugasnya selesaikan di rumah ya, dan kita akan membahasnya besok", kata guru IPA ku sambil berkemas untuk keluar kelas karena jam pelajarannya sudah selesai.
Jam istirahat pertama pun dimulai, tetapi aku lagi gak mood ke kantin. Tawaran teman-temanku yang mengajakku ke kantin, aku tolak semua.
Di kelas aku hanya duduk dan mengambil handphone yang ada di dalam tasku. Aku hanya terdiam dan mataku tertuju pada pesan Gibran semalam.
Aku masih memikirkannya, aku malu, takut, dan menyesal. Sampai aku bepikir "Apakah Gibran marah padaku?" , kataku dalam hati.
Ahh tidak! Dia sendiri kan yang memaksaku untuk jujur. Mana mungkin aku menyalahkan diriku sendiri, batinku.
Tiba-tiba seorang temanku yang bernama Tika masuk ke dalam kelas sendirian sehabis dari kantin, dan tatapan Tika tertuju padaku, lalu Tika mencoba melangkah mendekatiku.
"Bel, lo kenapa?" , tanya Tika.
Aku yang masih main hp mencoba menoleh ke arah Tika yang sudah berada di dekat bangkuku sambil berdiri.
"Hmm ya? gue gapapa kok" , jawab gue bohong.
"Yakin? Tapi lo hari ini terlihat beda Bel, lo lemas banget. Lo seperti ada masalah", tanya Tika yang peka akan perubahan sikapku di hari ini.
"Ehmm, gak kok Tik. Gue gapapa serius", jawabku masih bohong untuk meyakinkan Tika.
"Yaudah deh kalo gitu", -Tika.
"Iya", jawabku singkat.
Tika sedang duduk di belakangku sambil meletakkan makanan dan minumannya di atas mejanya. Tiba-tiba dia bertanya lagi.
"Bel, lo serius baik-bik aja? Jangan bohong! Muka lo itu yang buat gue gak yakin. Terus mata lo??" , Tika terkejut ketika melihat mataku.
"Sepertinya tadi malam lo habis nangis ya?", tanya Tika dengan tatapan intimidasi ke arahku.
"Gak kok Tik. Gue masih merasa ngantuk aja. Tadi malam gue gak bisa tidur", jawabku sambil berpura-pura menguap.
"Cerita aja sama gue Bel. Hmm.. jangan jangan lo lagi ada masalah sama Gibran? Bener?" , tanya Tika yang langsung paham akan situasi ini.
Tika adalah teman sekelasku juga. Aku sering sekali curhat juga padanya, dan dia selalu menenangkan perasaanku. Dia juga tahu kalau aku menyukai Gibran.
"Iya Tik. gue akui , kemarin sore gue udah jujur ke Gibran", jawabku jujur.
"Apa?! lo serius?? Kok bisa?, bukannya tadinya kata lo gak mau jujur ke Gibran yaa??", -Tika.
"Iya memang. Tapi dia udah curiga sama gue terus Tik, sejak Nisa bilang ke Gibran. Terus Gibran maksa gue buat jujur. Akhirnya yaudahh deh", jelasku jujur.
"Gibran maksa lo?? Hiiihh sungguh aneh sekali dia. Terus bagaimana responnya?", tanya Tika yang penasaran akan respon dari Gavin.
"Ya gitu deh. Dia cuma bilang maaf kalo misal dia gak peka sejak awal, gitu", jawabku.
"Hmm.. terus kenapa lo nangis? Seharusnya lo happy dong tanggapannya tidak terlalu menyakitkan", kata Tika.
"Gue nangis karena jawabannya dia itu dan kata-katanya itu lho Tik", jawabku jujur.
"Oke oke. Gue tahu ko apa yang lo rasakan sekarang. Lo takutkan kalo Gibran menjauhi lo?", tanya Tika yang sudah tahu apa yang aku rasakan.
"Iya", jawabku sambil menundukkan kepala dan pandanganku ke bawah meja.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Still Like You
RomanceEntah berawal darimana perasaan ini muncul? Yang ku tahu, dari awal aku sudah menolak untuk jatuh cinta dengannya, sahabatku sendiri, tetapi apa? hati berkata lain, dan akupun tidak bisa menolak itu semua. Salahkah apabila diriku sampai saat ini m...