18 (Perpisahan)

116 5 1
                                    

Dia datang lagi, tapi mungkin hanya sebentar saja.

Aku masih terngiang-ngiang akan pertanyaan dia yang kemarin malam.

"Kenapa dia tanya begitu lagi? Apakah dia lagi dekat sama yang lain lagi?" . Setidaknya diriku tidak percaya akan alasan dia tadi malam, dan aku berkeyakinan bahwa ada sesuatu yang mungkin ingin dia sampaikan ke aku dari dulu.

Aku coba untuk mencari tahu dan mungkin juga itu adalah kepastian untukku.

Karena kepastian darinya tidak datang kepadaku, aku yang harus menjemput kepastian darinya dan mencari tau kepastian itu.

Akhirnya aku berencana untuk bertemu dengan Gibran, aku pun mencoba untuk menghubunginya.

Me: "Gib?"

Gibran: "Iya Bel?"

Me: "Lagi sibuk? Ada yang mau aku tanyakan sama aku omongin"

Gibran: "iya"

Me: "Kita bertemu sore ini di Taman Kota. Bisa?"

Gibran: "Sekarang banget?"

Me: "Iya, penting Gib".

Gibran: "Oke. Boleh".

Gibran pun setuju, dan aku mencoba untuk mempersiapkan diri bertemu dengannya.

******

Sore harinya,

Aku dan Gibran sudah duduk di kursi taman kota. 

Aku memulai pembicaraan terlebih dulu.

"kamu kenapa kemarin tanya kayak gitu ke aku? Memang kenapa sih?", tanyaku langsung ke Gibran.

"Gapapa sih,  kirain kamu udah gak suka sama aku, eh ternyata masih", jawab Gibran.

"Yakin gapapa?", tanyaku masih ragu.

"Iya Bel gapapa. Cuma mau memastikan aja", kata Gibran.

 "Memastikan buat apa Gib?", tanyaku lagi yang semakin merasa curiga dan tak tenang.

"Iya itu", kata Gibran tak jelas.

"Kamu lagi dekat sama seseorang ya?", tanyaku langsung pada intinya, karena aku memiliki firasat buruk.

"Gak terlalu dekat sih. Cuma teman Bel", jawabnya.

"Tapi lo suka?", tanyaku memastikan.

"Enggak", jawab Gibran singkat.

"Yakin? Bukannya dulu lo juga pernah bilang kalau kedekatan kamu sama Dinda itu fitnah? Tapi ternyata lo beneran suka dia. Terus yang ini?", tanyaku lagi. Emosiku mulai muncul, karena melihat Gibran yang tak pernah tegas dengan omongannya.

"Mungkin waktu itu alasanku biar semua orang gak tahu tentang hubunganku. Kalau yang sekarang aku gak nganggep dia lebih", jawab Gibran sambil menatapku.

"Tapi kenapa waktu itu gue tanya lo, lo gak bisa jujur?!", tanyaku.

"Ya karena aku gak mau nyakitin perasaan kamu Bel", jawab Gibran sambil mencoba mendekat padaku, tetapi aku mencoba untuk tetap menjaga jarak.

"Tapi lo tahu sendiri kan? gue orangnya gak suka dibohongin Gib! Gue bukannya ikut campur, tapi jujur gue lebih sakit waktu dengar kabar kedekatan lo sama dia dari orang lain. Itu udah buat gue sedih dan kecewa Gib!", jawabku. Seketika air mataku pun tak bisa di tahan lagi, pada akhirnya menetes.

I'm Still Like YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang