23. Tulips

5.2K 478 165
                                    

Happy reading ^^

***

BAMBAM POV

Sudah dua minggu Mark bersikap aneh padaku.

Iya, aneh.

Sejak aku menolak ajakan untuk menjadi kekasihnya, dia terlihat dingin dan cuek.

Seperti sekarang. Mark baru saja menjemput Nathan dari sekolahnya. Dia mencium kening Nathan, lalu tersenyum padaku singkat, dan bergegas keluar restoran tanpa ada sapaan apalagi obrolan.

Aku yang melihat Mark berlalu merasa tidak tenang entah karena apa.

Cih. Aku berdecih pelan pada diriku sendiri.

Perasaan macam apa ini? Padahal jelas sekali aku yang menolaknya terang-terangan. Kenapa jadi aku yang menyesal? Kalau dia benar cinta, dia seharusnya berusaha. Bukan menghindar dan menyerah begitu saja. Kekanak-kanakan sekali.

Aku pikir pilihanku untuk tidak menerima Mark adalah pilihan yang tepat. Karena aku belum bisa melupakan Jackson sepenuhnya. Ditambah lagi, Jackson sering berkunjung menemuiku, Nathan dan Dylan. Alhasil, masih ada perasaan tidak enak pada Jackson kalau saja aku dan Mark memiliki hubungan lebih.

Tapi, tapi kenapa semakin Mark menghindar semakin aku ingin dekat dengannya?!

Sialan!

Dengan kesal, aku berbalik lalu kembali melanjutkan pekerjaanku seperti biasa.

Terserah Mark mau bersikap seperti apa. Aku tidak peduli.

***

"Mark. Masuk, masuk."

Aku mendengar suara Mama yang menyuruh Mark masuk kedalam rumah. Kulihat jam di pergelangan tangan, masih jam tujuh pagi.

"Terimakasih, Nyonya," ucap Mark.

"Kau ini, masih formal seperti biasa. Panggil Mama saja."

Mendengarnya, aku meringis entah kenapa.

Aku menuruni tangga, dengan jemari yang sibuk memasang kancing pada kemeja bagian atas. Saat berada tepat di depan Mama, aku menyapa, dan mencium pipinya sayang.

Disana Mark tersenyum singkat dan menunduk pelan padaku. Aku pun membalasnya.

Yang benar saja. Sikap Mark belum berubah, masih dingin padaku.

Mama menyuruh Mark duduk di sofa ruang tamu. Saat mereka sudah mendaratkan bokongnya disana, aku bergegas ke dapur mengambil segelas air untuknya.

Tak lama, aku menaruh air itu diatas meja tepat di depan Mark. Lagi-lagi dia hanya tersenyum singkat tanpa mengucapkan terimakasih atau semacamnya. Kemudian aku menyusul duduk di samping Mama.

"M-ma, apa Nath sudah siap?" tanya Mark. Dia terlihat canggung mengucap kata 'Ma' disana. Jelas saja aku tahu bagaimana rasanya. Karena hal itu pernah aku rasakan saat Ibunya Mark memaksaku memanggilnya 'Mama'.

Dan sekarang, Mark mau tak mau harus mengikuti apa yang Mamaku katakan.

Lagi pula, kenapa Mama bersikap seperti itu? kenapa Mama jadi ikut-ikutan Mrs. Tuan? Dan untuk apa Mama menyuruh Mark memanggilnya seperti itu? Padahal panggil 'Nyonya atau tante' saja sudah cukup.

Ibu-ibu memang sulit dimengerti.

Atau aku yang terlalu bodoh untuk tidak bisa mengerti?

Entahlah.

Mama berniat bangun dari duduknya; ingin memeriksa Nathan sudah siap atau belum. Tapi aku menahannya.

"Biar Bam saja, Ma."

Ma Babies [ MarkBam JackBam ] √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang