18. It hurts

5K 462 123
                                    

***

Mendengarnya, aku mati rasa.

***

Aku tersenyum, tersenyum menahan sakit. Entah bagaimana seluruh tubuhku gemetar seperti ini. Bibirku terkatup sempurna, dengan gigiku yang bergemeletuk menahan rasa sakit dihatiku. Jantungku terasa berhenti berdetak, dan napasku seperti tercekat. Sesak.

Ini menyakitkan.

Sangat.

Aku tidak bisa berbuat apa-apa selain berdiam diri ditempat semula. Bahkan minuman yang ada di meja pun tidak tersentuh sama sekali olehku. Ingin sekali aku berdiri dan bertatap wajah dengannya, tapi... tapi aku tidak bisa. Kakiku sangat lemas, tidak bisa menumpu tubuhku sendiri.

Hingga kudengar suara geseran kursi di belakangku. Saat itu aku tahu mereka sudah selesai dan berniat meninggalkan kafe.

Langkah mereka jauh, semakin jauh, dan menghilang.

Entah sejak kapan dengan kurang ajarnya air mataku terus menerus berjatuhan. Aku sudah mencoba menahannya, tapi tidak bisa. Yang ada, tubuhku malah berguncang, dan napasku tercekat. Aku berusaha menahan semuanya, namun gagal.

Aku harus bagaimana?

Apa yang harus aku lakukan?

"Maaf, Tuan. Anda tidak apa-apa?" Aku menoleh, dan melihat seorang pelayan dengan raut kecemasan sedang berdiri tepat di sebelahku. Kuhapus airmataku, lalu tersenyum seraya menggelengkan kepalaku. Pelayan itu membalas senyumku, dan pamit kembali pada pekerjaannya.

Kemudian, setelah membayar pesanan, aku pun bergegas meninggalkan kafe itu.

***

"Phom Rak Khun."

"Kau milikku, aku milikmu."

"Aku sangat mencintaimu, Bam."

Tiba-tiba saja memoriku berputar ke masa lampau, mengingat kata-kata manis Jackson yang pernah dia ucapkan padaku.

Apa semuanya palsu?

Hanya kepura-puraan semata?

Lalu dua tahun ini untuk apa?

"Pa.. Papaa."

Aku tersadar saat suara Nathan memanggilku. Menoleh, aku melihat Nathan cemberut didepan sana.

"Papa kenapa, sih?" tanyanya penasaran.

Aku tersenyum. "Papa? Papa nggak kenapa-napa, kok," jawabku menyembunyikan semuanya dari Nathan.

"Terus kenapa Papa diem aja pas Nath panggil?"

"Maaf ya sayang, tadi papa nggak denger," balasku seraya mengusap pipinya.

Nathan mengerucutkan bibir, lalu menyusul duduk di sampingku. "Uhh.. padahal Nath udah panggil papa berkali-kali, tapi papa tetep aja nggak sadar."

"Oh ya? Duhh, maaf ya jagoan papa yang ganteng. Papa nggak tau," kataku sambil memasang wajah bersalah.

"Memangnya Nathan mau apa, hmm?" tanyaku.

"Tadinya sih mau ajak papa main. Tapi gak jadi deh."

Aku mengerutkan keningku. "Lho, kenapa gak jadi?"

"Nanti aja deh mainnya, nunggu Papi pulang."

Oh, anakku kembali mengingatkanku akan kejadian di kafe tadi. Aku menghela napas berusaha menenangkan diri sendiri. Lalu tersenyum pada Nathan, yang dibalas dengan senyuman ceria darinya.

Ma Babies [ MarkBam JackBam ] √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang