27. Hold Me [ End ]

5K 321 48
                                    


BONUS PART

WARNING!!!

[NC NC NC]

Hanya 18+ yang boleh baca! Masih keras kepala? Semua ditanggung kalian ><

***

MARK POV

"Mark, sepuluh menit lagi pertemuan dengan Nyonya Song."

"Oh iya, sebelum itu Mr. Tuan meminta kau segera membalas email dari W Corp karena pemimpinnya merupakan sahabat Tuan Besar, ia merasa tak enak kalau kau terus menunda-nunda."

"Dan jangan lupa, setelah pertemuan hari ini kau ada jadwal makan siang bersama Mr. Tykki di restoran H."

"Setelah itu kau harus istirahatkan tubuhmu karena nanti malam kita akan segera berangkat ke Manila."

"Jangan lupa ---"

"Minum air putih sebanyak mungkin, kan? Ya ya ya, aku sudah tahu itu Im Jaebum. Kau sebaiknya pergi, karena waktu untuk membalas email akan habis jika kau terus menggerutu disini."

"Oke, aku akan keluar. Ku tunggu di ruang rapat tujuh menit lagi."

"Hmm."

Aku memijat pelipisku. Kali ini tidak pelan, melainkan cukup kencang. Sebabnya bukanlah ocehan dari orang kepercayaanku itu ---yaaa walaupun tak bisa ku tampik itu juga salah satu penyebabnya---, melainkan jadwalku yang super padat untuk beberapa minggu terakhir. Aku tidak tahu kenapa performa perusahaan menurun drastis selama dua bulan belakangan. Dan sekarang terpaksa aku harus bekerja lebih keras dari sebelumnya.

Hal itu pun berdampak buruk pada hubunganku dengan Bambam.

Percaya atau tidak, selama kami menikah hampir satu bulan ini, aku dan Bambam belum pernah melakukan hubungan intim. Aku benar-benar F R U S T A S I. Walaupun aku tahu betul semua ini tidak bisa ditebak, karena urusan perusahaan yang sangat memakan waktu dan tak menentu. Bahkan sehabis menikah pun aku disibukkan dengan pergi ke berbagai negara. Kali ini aku tidak bisa cuti, apalagi melewatkannya. Bisa-bisa beberapa anak perusahaan terancam punah.

"Mark Tuaaannn."

Aku tersadar dari lamunan saat teriakan itu terdengar. Sial, sepertinya hanya Jaebum satu-satunya orang yang berani berteriak seperti itu pada atasannya. Hilang kemana rasa hormatnya? Kalau saja dia bukan sahabatku, sudah ku buang jauh-jauh dia dari bumi ini.

Berdiri, aku merapikan jas dan segera keluar ruangan, bertemu dengan rekan bisnisku di tempat yang sudah disediakan.

***

"Daddy... Daddy kapan pulaaang??" Aku tertawa kecil di iringi rasa sedih karena rindu. Itu suara Dylan yang cerewet seperti biasa. Kali ini aku hanya bisa menghubunginya lewat telepon. Aku sengaja menyempatkan waktu sebelum jadwalku kembali padat.

"Dua hari lagi, Sayang," balasku.

"Ck." Jelas sekali aku mendengar Dylan berdecak sebal.

"Maaf yaa, Didi Sayang."

"Daddy. Sekalang kita buat kesepakatan, oke? Kalau Daddy nggak pulang dua hali lagi, pokoknya Dy mau malah. Malah banget sama Daddy, titik."

Aku tersenyum geli. "Oke, siap Boss."

"Oh iya, Papa mana?" tanyaku.

"Nih, di samping Dy. P'Nath juga ada. Tapi pas Dy suluh P'Nath buat bicala sama Daddy, kata P'Nath dia ngg --mmmhhh." Aku berani bertaruh, disana Nathan sudah membungkam mulut adiknya rapat-rapat.

Ma Babies [ MarkBam JackBam ] √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang