9. Accidentally

7.1K 558 113
                                    

JACKSON POV

Aku menaruh dahiku di atas meja dan mulai menghentakkannya berkali-kali. Benar-benar pusing. Ah, kurasa percuma saja melakukan ini, tidak akan membuat pusingku hilang, yang ada aku malah sakit kepala, geger otak, gila, gangguan kehamilan, oh untuk yang terakhir itu lupakan saja. Aku hanya bercanda.

Hari ini aku menyesal sekali tidak bisa menjemput Bambam, Nathan, dan Dylan. Aku tidak tahu kalau pekerjaanku tiba-tiba saja menumpuk dan tidak bisa aku tinggalkan begitu saja tentunya. Aku tidak mau membuat perusahaan ini bangkrut. Aku memutuskan untuk menelponnya dan mengabarinya, Bambam terdengar sedikit kecewa dan marah. Aku sudah memprediksikan hal itu akan terjadi. Tapi, menit selanjutnya dia mencoba memaklumi dan membiarkan P'Pom yang menjemputnya.

"Phom Rak Khun." Dia membalasku dengan lembut dan menutup panggilannya. Aku tersenyum mendengar tiga kata itu. 'I love you, Bam' aku bergumam sambil membayangkan wajah manisnya. Oh, aku sangat mencintai dia, walaupun terkadang dia sangat galak dan sering mengomel, tapi aku sangat-sangat mencintainya. Sudah dua tahun pernikahan kami, rasaku padanya sama sekali tidak berubah, masih sama seperti pertama kali aku mengenalnya.

***

"Kau mau kemana?" tanyaku pada seseorang yang sedang bersiap-siap keluar.

"Ke Lumpini Park," jawabnya cuek sambil mengikat tali sepatunya. Sepertinya dia akan berlari sore disana, atau mungkin gym, melihat biawak, berenang di danau. Ku rasa tidak untuk dua pilihan terakhir tadi.

"Mau apa kesana?" tanyaku masih penasaran. Dia menatapku kesal. Mungkin saja dia berpikiran aku terlalu banyak bertanya. Aku tidak peduli, aku harus menjaganya, memastikan dirinya baik-baik saja, mengetahui semua kegiatannya, ya, semuanya.

"Senam aerobik dengan ibu-ibu, puas?" jawabnya galak. Uh, aku sangat menyukai ekspresi galaknya itu. Seperti candu saja, kalau sehari dia tidak mengomel, rasanya ada yang kurang.

Aku hanya menyengir. "Baguslah, kurasa kau perlu bersosialisasi dengan sesama ibu-ibu lainnya di sekitar Bangkok."

"Ow! Sakit, Bam." Aku mengusap kepalaku yang baru saja dipukul olehnya.

"Bagus," katanya cuek. Oh Tuhan, ketus sekali lelaki di depanku ini. Tapi, itu membuatku gemas. Aku semakin mencintainya. Sangat.

Bam terlihat menengokkan kepalanya ke kanan dan kiri. "Nathaaannn.... cepat!" teriaknya. Aku reflek menutup telingaku saat mendengarnya. Itu sangat berisik. Aku melihat bocah berwajah malaikat bersifat iblis datang berlari mendekat ke arah kami. Nathan. Dia bukan anak kandungku, tapi aku menaggapnya seperti anakku sendiri. Ya walaupun kami sering bertengkar dan tak pernah akur, tapi aku sangat menyayanginya.

"Kau mau ikut tidak?" Bam bertanya padaku. Nathan mendengus malas di genggamannya. Dasar bocah durhaka.

"Papi pasti nggak mau ikut, kan? Iya, kan? Ya sudah, Yuk Pa kita pergi aja." Itu suara si bocah iblis yang sedang menarik-narik tangan Bam untuk segera pergi.

"Kata siapa? Papi mau ikut, kok," kataku sedikit menggodanya. Sebenarnya aku tidak berniat untuk ikut. Aku lelah sekali, sedang tidak ingin kemana-mana.

"Bilang nggak aja dong Papi, gimana, sih."

"Papi maunya bilang iya."

"Bilang nggak."

"Iya."

"Nggak."

"Iya."

"Sudah-sudah. Bisa tidak, sih, kalian tidak bertengkar sehari saja. Kepalaku pusing mendengar perdebatan tidak penting kalian. Kau juga, Jackson. Masih saja seperti anak kecil. Mau ikut tidak, huh?" Bam mengomel panjang lebar.

Ma Babies [ MarkBam JackBam ] √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang