Tengah malam, Clarine terbangun karena merasa panas. Betapa paniknya ia saat menyadari panas itu datang dari tubuh Deslia yang kini tampak lebih pucat. Deslia demam. Dengan segera, Clarine mengantar ibunya ke rumah sakit.
Saat dokter berkata bahwa Deslia hanya kelelahan, barulah Clarine merasa lebih tenang. Namun tetap saja, selama sisa malam itu Clarine sama sekali tidak bisa tidur. Ia menunggu di samping Deslia, hingga Grifalen datang.
"Kau tidak tidur?" Dari suaranya, Grifalen terdengar lelah. Saat Clarine berbalik menghadap ayahnya, ia tidak begitu terkejut melihat kantong mata tebal dan tubuh kurus Grifalen.
Clarine menggeleng sebagai jawaban.
"Pergilah cuci muka dan cari sarapan. Kau juga bisa sakit," pinta Grifalen.
Clarine sama sekali tidak ingin makan, ia juga tidak ingin beranjak, tetapi ia tidak membantah. "Ayah sudah sarapan?"
"Nanti ayah makan di mobil saja." Grifalen melepaskan pandangannya dari sosok Deslia untuk memberikan senyum meyakinkan kepada Clarine. "Ayah tidak bisa berlama-lama di sini, masih banyak urusan kantor yang perlu diselesaikan. Masalahnya, ayah juga tidak bisa membiarkan ibumu di sini. Karena itu, ibumu akan segera dipindahkan ke rumah sakit di luar pulau."
"Baiklah," lirih Clarine. Meski ia ingin merawat Deslia, Clarine cukup sadar dengan keterbatasan waktu di antara kesibukannya.
Clarine pun melangkah keluar untuk mencari sarapan. Saat menyusuri koridor-koridor rumah sakit, Clarine tak begitu memperhatikan sekitar. Kecuali, saat ia merasakan sensasi pembuatan segel teleportasi. Setahu Clarine, hanya beberapa orang yang bisa mencapai tahap penggunaan segel ini, salah satunya adalah Zoenoel.
Refleks, kepala Clarine berputar ke arah sumber sensasi getaran.
Sayangnya, Clarine hanya bisa menelan kekecewaan. Ia hanya melihat sosok Yudi tepat sebelum pria itu berteleportasi. Tidak ada Zoenoel di sana.
Hanya saja, Clarine cukup tertarik dengan lawan bicara sang menteri pertahanan dan keamanan yang kini ditinggalkan sendirian di koridor buntu. Gadis itu mengenakan pakaian yang tak lazim, gaunnya berjumbai-jumbai seperti ubur-ubur dalam artian yang anggun. Dilihat dari tempat mereka bicara, Clarine curiga keduanya sempat mengadakan pembicaraan rahasia.
"Clarine?" Gadis itu tiba-tiba saja sudah berbalik dan balas menatapnya. Tak hanya menyapa, gadis itu pun berjalan mendekat. "Aku yakin Maery sudah mengatakan siapa aku, bukan begitu?"
"Ya," jawab Clarine singkat, nyaris tak terdengar jelas. Ia tentu saja mengenali Queena. Meski wajah dan suara gadis itu agak berubah, gaun berjumbainya jelas bukan sesuatu yang bisa diabaikan.
"Apa kau datang untuk menjenguk Ezer?" tanya Queena.
"Ezer ada di sini?" Clarine balas bertanya. Ia tidak tahu kalau Ezer masuk rumah sakit lagi.
"Aku sempat melihatnya di UGD. Para gadis yang bersamanya cukup membuat kehebohan di sana." Queena tertawa geli. Namun, Clarine justru memandangnya aneh.
Tanpa berniat memperpanjang percakapan mereka, Clarine segera pamit untuk melihat Ezer. Ia sama sekali sudah melupakan tujuan awalnya untuk mencari sarapan.
Setelah beberapa langkah menjauh dari tempatnya berbincang dengan Queena, tebersit di pikiran Clarine, bagaimana jika Queena sengaja mengalihkan perhatiannya agar tidak menyelidiki gadis itu lebih lanjut?
Namun Clarine sama sekali tidak menghentikan langkah. Akan memalukan jika ia melakukan hal itu. Lagi pula, Clarine tidak mungkin mengintrogasi Queena, dan gadis itu pasti tidak akan mengaku begitu saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
CONNECTION
FantasyBuku Ketiga dari empat buku dalam seri T.A.C.T. (Fantasy - Romance) Apa yang akan kamu lakukan saat mengetahui kalau dirimu dijodohkan dengan lebih dari satu orang? Atau ketika seseorang yang kau ketahui berniat menyakitimu kini memegang kekuasaan d...