13. Mimpi Buruk

4.9K 765 22
                                    

Terdengar sorakan bersemangat saat Maery dan yang lainnya satu persatu melangkah di panggung peragaan. Seruan kekaguman terdengar jelas hingga ke belakang panggung, tempat Clarine menunggu antriannya.

Semakin lama menunggu, Clarine semakin gugup. Ia tidak terlalu suka jadi pusat perhatian. Sebagai Penguasa Arena dan Eucharistia, ia bisa menghadapi semua perhatian yang tertuju padanya karena itu bukan identitas aslinya. Namun, sekarang, semua orang memandangnya sebagai Clarine.

Untuk pertama kalinya, Clarine bersyukur bukan Zoenoel yang kini berdiri di sampingnya. Clarine yakin dirinya akan jauh lebih gugup jika itu memang Zoenoel, dan hal itu jelas memalukan.

"Kau yakin bisa berjalan dengan benar Honey? Tanganmu terasa dingin dan bergetar hebat. Apa perlu ku gendong sekalian?"

Sekali lagi Clarine bergidik mendengar suara Zoenoel yang digunakan untuk merayu. Benar-benar terdengar aneh. Tampaknya Zoenoel memang tidak diciptakan untuk melakukan hal seperti itu.

"Ah, aku mengerti. Ehm, ehm" Dazt berdeham beberapa kali sebelum berkata dengan nada suara yang biasa digunakan Zoenoel. "Gugup?"

Kepala Clarine refleks melirik ke samping. Selama sesaat ia merasa Zoenoel yang berada di sampingnya, hanya sesaat, bahkan tidak sampai beberapa detik.

Clarine memang hanya memandang topeng, tetapi ia tahu betul Dazt sedang menertawakan kebodohannya.

"Ayo Rine. Sekarang giliran kita untuk maju." Sekali lagi Dazt mempermainkan Clarine dengan bersikap seperti Zoenoel.

Amarah Clarine cukup tersulut, tetapi ia tidak punya kesempatan untuk mengeluarkannya. Dazt benar, sudah giliran mereka untuk melangkah keluar.

"Maaf, kurasa perlu sedikit perubahan rencana," cegat Faithy. "Clarine, kau akan melangkah lebih dahulu. Dazt nanti akan keluar saat kau sudah mencapai ujung lain panggung peragaan. Kalian harus saling menatap dari masing-masing ujung panggung peragaan sampai atraksi dimulai. Jika tidak ada atraksi yang muncul, langsung saja berjalan hingga bertemu di tengah, kemudian lanjutkan sesuai pengarahan Drina tadi."

"Atraksi?" Clarine tidak tahu soal ini.

"Tidak ada waktu untuk penjelasan Honey. Pergilah." Dazt mendorong Clarine mendekati tirai.

Berbeda dengan sebelumnya, kali ini Clarine tidak lagi memikirkan soal pandangan orang lain. Ia terlalu sibuk mengurus kekesalannya akan tingkah Dazt hingga melupakan rasa gugupnya sendiri.

Clarine baru merasa gugup kembali saat ia sudah mencapai posisi di ujung panggung peragaan dan menatap sosok Dazt di ujung lainnya. Clarine menunggu atraksi apa yang dimaksud Faithy, tetapi selama beberapa saat tidak ada yang terjadi.

Perasaan tidak nyaman Clarine diperparah oleh kewajibannya memandang ke arah Dazt. Instruksi dari Drina tadi dengan jelas mengatakan kalau Clarine tidak boleh memandang arah lain jika ia berjauhan dengan pasangannya.

Masalahnya, memandang lama pada sosok Dazt justru membangkitkan berbagai memorinya bersama pemuda itu. Tanpa bisa dicegah, kepala Clarine sudah dipenuhi pikiran tentang Dazt.

Tiba-tiba terdengar suara siulan merdu. Refleks Clarine menunduk untuk mengamati burung Floit di bajunya.

Alunan nada dalam bentuk siulan itu semakin jelas dan bukan hanya berasal dari burung Floit di baju Clarine saja. Suara lain juga terdengar dari burung Floit di baju Dazt. Nada-nada dari kedua suara itu terdengar berbeda tetapi berpadu dalam harmoni.

Perlahan, nada-nada yang awalnya terdengar sendu mulai berubah menjadi melodi manis saat gambar burung Floit itu mengepakan sayapnya dan terbang keluar dari gaun. Sama halnya dengan gambar burung Floit di baju Dazt. Kedua Floit itu terbang berputar-putar bersama sebelum hinggap di tempat yang tidak seharusnya.

CONNECTIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang