Part 2 : Bad Luck Day

2.5K 127 2
                                    

Aku menghela napas beratku. Kejadian dipagi hari ini benar-benar menguras emosiku. Sekarang, aku sedang berada di salah satu gedung kampus yang tidak di pakai. Gedung ini kosong, sebenarnya akan direnovasi, tapi entah mengapa renovasi itu tak juga dilaksanakan. Mungkin masih bingung akan dijadikan apa nantinya bangunan ini. Sedangkan Secrerer’s Stone University (SSU)-kampusku- sudah mempunyai ruangan cukup untuk menampung mahasiswa-mahasiswi beserta segala Fakultasnya dan juga dua Asrama yang di bagi menjadi Asrama Putra dan Putri. Ya, Universitas ini memang sangat besar.

Aku selalu berada disini tiap kali aku ingin menenangkan pikiranku. Apalagi jika sudah terdengar keributan yang disebabkan pria-pria sok terkenal itu. Langsung saja aku berlari ke sini untuk mencari suasana ketenangan. Karena aku tak suka keramaian sama sekali. Aku sedang berdiri di lantai dua gedung ini. Aku berdiri di koridor paling sudut gedung ini, menyandarkan kedua siku tanganku di atas tembok pembatas setinggi 1 meter ini.

“Justin..! Justin..!”

Hah, bahkan sudah berada di sini pun teriakan-teriakan itu masih bisa terdengar di telingaku walaupun hanya samar-samar.

“Mereka berisik sekali, ya?”

Aku menoleh ke samping kiriku, mendengar sebuah kalimat tadi. Terkejut. Justin?! Sedang apa dia di sini? Membuat mood-ku semakin turun saja.

“Mau apa kau ke sini?” tanyaku sebal. Sebal sekali melihat dia di sampingku. Tidak tahukah dia aku sedang menikmati ketenangan ini?

“Menghindari mereka. Aku malas meladeni gadis-gadis itu.” jawabnya.

Dengar kata-katanya itu? Sombong sekali, kan? “Ternyata benar, kau orang yang angkuh.” remehku tanpa melihatnya.

“Angkuh? Maksudmu?”

“Kau tidak pernah menanggapi fans-fansmu itu. Kau pikir kau siapa? Ya, aku tahu kau adalah anak dari pendiri Universitas ini. Tapi bisakah kau tak sesombong itu?” protesku padanya.

Justin terkekeh. “Harusnya aku yang bertanya. Mereka pikir aku ini siapa sampai-sampai mereka meneriaki namaku seperti itu? Mereka tak pantas melakukannya. Kecuali jika aku seorang artis terkenal, baru kuanggap wajar. Tapi, aku ini kan hanya mahasiswa.”

Aku terdiam mendengar jawaban darinya. “Jadi, kau tidak suka mereka meneriak-neriakkan namamu seperti itu?”

“Bukannya tak suka. Ya, bisa dibilang seperti itu sih, tapi aku hanya risih mendengarnya.” jawab Justin. “sekali lagi, bukan bermaksud menyombong atau meninggi, hanya saja mereka tak pantas menyerukan namaku berlebihan seperti itu. Aku hanya seorang mahasiswa biasa.” sambungnya.

Tak kusangka ternyata pikirannya sedewasa ini. Ku kira dia adalah orang bersifat dingin yang menikmati ketenarannya dengan bertingkah sombong dihadapan gadis-gadis itu. Ternyata pandanganku salah.

“Oh ya, kudengar kau ini si anti-popular itu, kan?”

Aku mengerjap. Bagaimana bisa dia mengetahuinya?

“Kenapa? Memangnya kau tidak terpesona dengan ketampanan mereka seperti gadis-gadis lainnya?” Tanya Justin membuatku kembali sebal. Baru saja kuubah pandanganku padanya, dia sudah membuat emosiku kembali.

Aku memutarkan bola mataku, “Tampan? Kalau menurutmu begitu, kenapa tidak kau saja yang teriak-teriak memanggil nama mereka?” jawabku meledeknya.

Justin tertawa. “Ternyata kau berbeda.” ucapnya.

“Bukan hanya aku. Kelima sahabatku juga begitu.” sahutku masih dengan nada malas.

“Ya, ya, aku tahu kok. Kalian itu terkenal, tapi kalian tidak suka orang terkenal. Haha, lucu juga.” ujarnya dengan tawanya yang renyah.

Unexpected (Completed)Where stories live. Discover now