Part 27 : Madness, Jealousy

1.5K 78 5
                                    

“Jadi, benar?” Zayn masih mendesakku untuk menjawab siapa lelaki yang kucintai.

Aku memejamkan mataku dan menelan ludah. Bagaimana kalau aku menjawab jujur? Apakah Zayn bisa menerimanya? Atau malah sebaliknya?

“Jawab, Autumn!” desak Zayn.

“Aku tidak bisa mengatakannya sekarang, Zayn! Kumohon, mengertilah.” ujarku kemudian. Aku benar-benar tidak siap melihat reaksi Zayn jika aku menjawab pertanyaannya.

“Baiklah kalau itu maumu. Satu yang harus kau ingat. Aku harus mendapatkan apapun yang aku mau. Apapun cara akan aku lakukan, Autumn. Apapun! Akan kubuktikan kalau aku bisa mendapatkanmu kembali!”

Zayn melangkah pergi meninggalkan aku sendiri di sini. Aku terjatuh. Aku bersimpuh di atas rerumputan yang basah karena habis terbalut salju ini. Aku menangis. “Zayn, andai kau tahu ada gadis yang lebih pantas untuk kaucintai. Bukan aku, Zayn, tapi Perrie.” aku semakin terisak. Beberapa menit aku membiarkan air mataku terus mengalir membasahi pipiku.

“Autumn!”

Aku bisa mendengar beberapa orang secara bersamaan menyerukan namaku. Aku tahu itu mereka.

“Ya Tuhan, Autumn. Kau kenapa? Kenapa duduk di sini dan menangis?” bisa kutebak itu suara Perrie. Ia memegang bahu kananku. Aku menoleh padanya, lalu langsung memeluknya.

“Maafkan aku, Perrie, maafkan aku.” rengekku.

“Ada apa, honey? Kenapa minta maaf padaku?”

“Aku menghancurkan Zayn. Aku menyakitinya. Aku sudah membuat dia sedih.” ujarku sambil masih terisak.

“Autumn, itu bukan salahmu. Kau sudah benar mengungkapkan yang sebenarnya kaurasakan padanya. Jika dia sakit, itu sudah resikonya karena dia mencintaimu. Kau tahu sendiri, jika berani mencintai seseorang kita juga harus siap menerima patah hati.” kudengar Selena berbicara.

“Selena benar, Autumn. Kau tak perlu merasa bersalah padaku. Sudah, ya menangisnya?” bujuk Perrie.

Aku melepas pelukanku dari Perrie. Perrie menyeka air mataku menggunakan kedua ibu jarinya. “Tapi Zayn bilang dia akan melakukan apapun agar aku bisa kembali lagi padanya. Dia tidak bisa terima pernyataanku.” tukasku.

“Dasar si Zayn itu! Kenapa susah sekali sih menerima kenyataan kalau kau tidak mencintainya?! Perasaan kan tidak bisa dipaksa!” protes Demi. Aku menoleh ke arahnya dan mengangguk pelan.

“Sudah, sudah. Kita kembali ke kamar, ya? Di sini dingin. Nanti kau sakit lagi.” bujuk Perrie.

Aku mengangguk lagi. Perrie membantuku untuk berdiri. Aku dan sahabat-sahabatku memutuskan untuk kembali ke kamar kami.

********

Hari Senin adalah awal minggu yang paling menganggu bagi sebagian orang di dunia ini. Begitu pula yang Niall rasakan. Ia baru saja berjalan keluar dari kelas Sejarah, kelas yang baru selesai ia jalani. Niall tidak suka mata pelajaran itu. Membuatnya mengantuk dan lapar. Terlebih lagi mengharuskannya untuk mencatat banyak. Niall tidak suka menulis. Ia lebih baik menggunakan jari-jarinya untuk memetik gitar dari pada harus menulis. Niall berjalan menuju kelas selanjutnya, yaitu kelas musik. Kelas favoritnya. Hari ini akan ada ujian praktek memainkan alat musik sambil menyanyikan lagu ciptaan sendiri. Alat musiknya terserah, yang masing-masing murid bisa mainkan saja. Yang jelas, harus memainkannya sambil bernyanyi menggunakan lagu ciptaan sendiri.

Kelas baru saja dimulai. Niall sedang senang sekarang, karena didapatinya Demi yang duduk di tengah ruang kelas. Tepat sekali, Niall kemarin baru saja membuat lagu yang menggambarkan perasaannya pada Demi. Niall jadi terpikirkan sesuatu. Tapi, ia sebenarnya agak ragu untuk melakukannya. Ya, lihat saja nanti, apakah dia bisa.

Unexpected (Completed)Where stories live. Discover now