Part 16 : Is This Love?

1.3K 71 2
                                    

Sejak malam itu, semuanya berubah. Harry tak lagi menyebalkan seperti biasanya. Aku rasa dia akan benar-benar membuktikan kalau dia bisa menjadi adik yang baik seperti Jason. Aku pun tidak lagi membenci group lelaki popular itu. Karena mana mungkin aku membenci orang-orang yang sudah menyelamatkan hidupku. Aku tidak tahu apa jadinya aku jika malam itu mereka tidak datang. Mungkin aku tak lagi berada di sini atau tak lagi merasa sebaik hari ini. Aku benar-benar berhutang pada mereka. Lagi pula, ternyata mereka semua pribadi yang baik. Malam itu, Niall, Louis, Zayn, dan Liam ikut pulang ke rumahku dan Harry. Kita menghias pohon natal bersama! Sangat menyenangkan. Terlebih lagi, malam itu juga hari ulang tahun Louis, jadi kita merayakannya kecil-kecilan. Ya, seperti menyanyikannya ‘happy birthday’ bersama-sama, memakan kue yang ternyata sudah Harry siapkan sejak awal. Mereka juga sudah akrab dengan Jason. Jason menyukai mereka. Aku senang melihatnya. Tak kukira aku berteman dengan mereka sekarang. Bahkan menjadi kekasih salah satu dari mereka, Zayn Malik. Pokoknya, tahun ini menurutku adalah natal terindah sepanjang sejarah hidupku!

Ini adalah hari ketiga saat natal berlalu. Kerasnya musik disko mengalun, membuat semua pengunjung menari seiring dentuman lagu di tempat ini. Aku, Zayn, Harry, Niall, Liam, dan Louis sedang mengunjungi sebuah diskotik di tengah kota. Aku memang sesekali pergi ke sini untuk minum atau sekedar berdansa. Hanya untuk bersenang-senang saja, bukan melakukan hal-hal yang terlarang. Aku tahu mana yang baik dan mana yang tidak. Musik beralih menjadi alunan lagu romantis. Iramanya lembut, aku suka dengan lagunya.

“Ayo berdansa denganku.” Zayn mengulurkan tangan kanannya kepadaku.

Aku tersenyum dan meraih uluran tangannya. Kami melangkah ke tengah-tengah kerumunan sepasang pria dan wanita yang juga tengah berdansa. Kedua tangan Zayn berada di pinggulku dan kukaitkan kedua tanganku di balik lehernya. Zayn menempelkan keningnya pada keningku. Kami berdansa perlahan sesuai dengan irama musik ini yang mengalun indah.

“Terima kasih sudah mau menerimaku.” tutur Zayn lembut.

Aku tersenyum. “Terima kasih telah menyelamatkan hidupku dua kali.”

Zayn sedikit terkekeh. “Itu bukan apa-apa. Kaulah segalanya.”

Aku memandangi kedua mata indah berwarna coklat miliknya. Zayn juga tak sedetikpun mengalihkan tatapannya padaku. Sangat dekat. Aku bisa merasakan degupan jantungku dan dia berdetak menjadi satu. Inikah cinta? Kurasa begitu.

-----------

Justin berjalan memasuki diskotik ini yang sedang memutarkan lagu romantis. Sedikit kesal, mengapa saat dia masuk pas sekali lagunya sedang mellow? Membuatnya iri saja melihat semua pasangan kekasih itu berdansa. Coba saja Justin mempunyai seorang pacar, pasti ia sudah mengajaknya kemari dan melakukan slow dancing bersamanya. Sayangnya, gadis yang dicintainya malah justru membencinya. Justin memutuskan untuk duduk di bar saja, memesan minuman. Sebenarnya Justin ke sini tidak direncanakan. Ia sedang berjalan-jalan, dan ketika melihat diskotik ini, Justin tergiur untuk masuk.

Justin duduk di salah satu bangku tinggi pada bar itu. Ia memesan satu gelas minuman kesukaannya. Justin memutarkan pandangannya melihat-lihat orang yang sedang berdansa. Matanya tertuju pada sebuah pasangan yang nampaknya familiar di mata Justin. Justin menyipitkan matanya untuk melihat lebih jelas. Itu adalah Zayn dan Autumn.

“Zayn? Autumn?” gumamnya menahan perih di hati. Ya, perih. Sangat perih. Bagaimana tidak? Posisi tubuh mereka berdansa bersama sangat berdekatan. Kening mereka bersentuhan, hidung mereka pun bersentuhan. Apa yang terjadi? Mengapa tiba-tiba Autumn dan Zayn…? Aku tidak mengerti. Mereka? Berpacaran? Tapi, bagaimana bisa? Beribu pertanyaan memenuhi pikiran Justin. Beribu duri tajam menusuk ke hati Justin. Serta beribu besi panas menancap di tenggorokan Justin. Napasnya tercekat, hatinya sakit, dan akal sehatnya berhenti bekerja. Tak sadar Justin meremas keras gelas yang sedang digenggamnya. Lalu ia meneguk habis air di dalam gelas itu. Justin meletakkan gelas itu dengan kasar. “Berikan aku wayne!” serunya kepada bartender. Bartender itu menuangkan segelas penuh wayne ke dalam gelas Justin. Justin meneguknya habis dalam hitungan detik. “Tambah lagi.” Bartender itu pun menuangkan wayne lagi. Justin meneguk habis lagi. “Lagi!”… “Tuangkan lagi!”… Lagi, lagi, dan lagi. Justin tidak bisa berhenti meminum minuman itu. Emosinya memburu.

Unexpected (Completed)Where stories live. Discover now