17 - Memaafkan

41 22 2
                                    

Aku mulai berjalan di koridor sekolah.

Aku berjalan malas menuju kelas.

Aku tidak ingin mengetahui dan mengingat setitik tentang sekolah ini karena ada kenangan pahit yang kurasakan disini walaupun banyak kenangan bahagia yang terukir diantara aku dan kedua sahabatku sebelum ada kebohongan diantara kita.

Aku disini tidak ingin mengingat kenangan pahit karena aku tidak ingin meninggalkan sekolah dan negara ini dengan perasaan kacau.

Aku mulai duduk dikursiku yang sudah terisi Vallen disebelahku. Aku lihat Tara memandangku, yang kulihat tadi sebelum aku duduk wajahnya menyatakan keterkejutan, dan aku lihat dari tatapannya ada rasa bahagia, kesedihan, khawatir, panik, rindu. Eh mungkin yang terakhir tidak, hanya dugaanku saja.

"Key.. Maafin gue" lirih Vallen menunduk.

Aku menghela nafas pelan agar Vallen tak mendengar helaan nafasku yang terasa berat itu.

"Gue udah maafin lo, gue juga minta maaf ya Len gue udah bohongin lo juga" ujarku pelan.

Hening..

Vallen langsung memelukku erat.

"Makasih Key, makasih. Gue juga udah maafin lo kok sebelum lo minta maaf" Vallen melepas pelukannya lalu tersenyum lebar kearahku.

"Ko pada minta maaf, emang ini lebaran ya?" tanya Tara sendiri tetapi pelan seperti bisikkan yang masih aku bisa dengar.

Aku terkekeh sendiri.

"Kenapa lo Key? Lagi kasmaran ya" ledek Vallen.

Aku menggeleng jengkel cepat tapi masih tak bisa pudar senyum diwajahku.

"Jadi kita ga marahan lagi kan?" tanya Vallen antusias.

"Ya Vallenkuh" aku merengkuh tubuh sahabatku yang ga bakal aku rasakan lagi selama seminggu terakhir aku disini.

Kayaknya aku mulai bisa memaafkan Vallen dan akan sering-sering meluk sahabatku ini.

"Eh.. Ada Pa Plontos lagi jalan" teriak Boni dari arah luar memasuki kelas sang troubllemaker di kelas ini.

Aku melepas rengkuhanku kemudian dengan cepat mengeluarkan buku pelajaran.

Pak Plontos a.k.a Pak Plonverry Tossaka, dipanggil Pak Plontos pertama kali oleh Juju sang sekretaris yang kelakuannya suka bolos itu.

Aku lihat Vallen terlihat gusar tak bisa berhenti dibangkunya itu.

"Kenapa Llen?" tanyaku melihat kegusaran Vallen itu. Tak lain lagi pasti Vallen belum ngerjain PR.

"Pasti lo belum ngerjain PR ya?" tanyaku malas karena kelakuan sahabatku yang satu ini tak hilang-hilang.

"Khehehe iya nih, lo udah belum? Gue lihat dong" tanya Vallen sambil menggaruk tengkuknya yang kurasa sebenarnya tak gatal itu.

Padahal aku yang tak masuk seminggu aja aku ngerjain PR karena berkat Tara yang selalu sms dan mengasih tahui aku tugas-tugas sekolah selama aku tidak berangkat.

"Vallen, padahal gue yang ga masuk aja ngerjain. Nah lo!" dengusku tapi tetap memberi tugas PR yang diminta Vallen.

Vallen memperlihatkan deretan giginya yang terpasang behel itu dan mengambil buku lalu menyalin PRnya dengan cepat.

"Lo harus rajin ngerjain PR ya kalau ga ada gue nanti" ujarku tak sadar.

Vallen melihat kearahku tak mengerti dan agak sedikit bingung.

"Kalau ga ada gue? Maksudnya apaan?" tanya Vallen heran kemudian berhenti dari menyalin tugasnya itu.

Aku gelagap. Mesti jawab apa?

Originated From The Fake Boyfriend Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang