Pengakuan

148 12 1
                                    

Aku terbangun dari koma yang panjang. Entah apa yang terjadi kepadaku sehingga aku berada diruang perawatan. Aku tidak ingat apapun. "kamu sudah terbangun ya?" tanya dokter kepadaku. Mataku masih kabur. Terlihat tangan serta kakiku penuh dengan balutan. Sial apa yang terjadi padaku. Aku memegang kepalaku yang dibalut dan terasa sangat sakit. Dokter duduk disebelahku sambil menceritakan apa yang terjadi. "yah jadi begitu ceritanya. Tapi saya tidak tau kenapa kamu terluka parah." Kata dokter sambil mengecek keadaan tanganku. Dokter mengatakan aku terluka parah saat dibawa kemari oleh seseorang. Dia botak dan memiliki tubuh tinggi. Dia juga mempunyai tatapan yang tajam. Apa pak keith sadiss menyelamatkanku?. "dokter. Sudah berapa lama aku terbaring disini?" aku bertanya kepada dokter. "kurang lebih 4 hari kamu koma disini." Aku tidak percaya dengan perkataan dokter. 4 hari koma! Apa yang sebenarnya terjadi padaku. Aku hanya terdiam mendengar perkataan dokter. Dokter menyarankanku untuk beristirahat seraya melangkah pergi. Aku pun terbaring kembali memikirkan kejadian apa yang menimpaku..

5 jam kemudian...

Aku terbangun kembali. Jam menunjukan pukul 3. Tidak ada siapa-siapa melainkan aku yang terbaring lemas. Aku mencoba mengambil obat yang berada di meja dekat pintu ruang perawatan. Dokter kenapa kamu menyimpan obatnya jauh sekali. Aku berusaha berdiri. Kakiku gemetar karena menahan rasa sakit. Aku perlahan berjalan menuju meja. Yosh tinggal sedikit lagi. Aku berusaha sekuat mungkin berjalan. Tapi saat akan mencapai meja, kakiku sudah tidak dapat menahan rasa sakit lagi dan aku pun terjatuh. Aku terbaring lemas didekat pintu dan menunggu pertolongan dari dokter. Ahh kenapa hal ini terjadi padaku.

SP MIKASA

Aku secepat mungkin meninggalkan sekolah menuju rumah sakit. Sudah 4 hari semenjak [nama] terbaring dan koma di ruang perawatan. Aku berharap kamu sudah terbangun [nama]. Aku berlari menuju halte untuk menunggu bis yang menuju rumah sakit. Eren dan armin menanyakan apa yang terjadi kepadaku 3 hari kebelakang ini. Aku tidak menjawab pertanyaan mereka karena yang ada dalam pikiranku hanya [nama] saja. Aku selalu saja memikirkan [nama]. Disekolah, dirumah, ditempat les. Aku tahu bahwa [nama] menyimpan perasaan kepadaku.

1 jam kemudian...

Aku langsung berlari menuju meja resepsionis setelah sampai di rumah sakit. "maaf apakah dokter Hofmann masih ada?" tanyaku kepada petugas resepsionis. "oh dokter Hofmann masih ada. Dia berada di kantornya," jawabnya. Aku langsung pergi menuju kantor dokter Hofmann yang berada dilantai 2. Aku berharap mendapatkan kabar yang baik. Sesampainya disana, aku menanyakan keadaan [nama]. "oh dia sudah terbangun tadi pagi. Tapi keadaannya belum pulih seratus persen." Aku senang mendengar jawaban dokter. Aku langsung pergi menuju ruang 37, ruang dimana [nama] dirawat. Akhirnya aku bisa melihat wajahmu lagi [nama]. Aku berlari sekencang mungkin untuk menemui [nama].

SP KAMU

Aku terbaring dan tidak bisa melakukan apa apa. Aku melihat kearah pintu dan berharap ada seseorang yang menolongku. Seketika aku melihat pintu terbuka, namun pintu tersebut terbuka dengan kencangnya. BUG pintu tersebut mengenai kepalaku. "AWW. KALAU BUKA PINTU PELAN PELAN SAJA.!" Aku berteriak kesal sambil menahan rasa sakit yang kuderita. "ma...maaf. Aku tidak sengaja." Balas orang yang membuka pintu. Orang tadi masuk dan menutup pintu. Saat dia menutup pintu, aku pun tersadar. Dia memakai seragam sma maria, dengan rambut sebahu dan syal merah yang melingkar dilehernya. Dia adalah mikasa, wanita yang aku dambakan. "mi...mikasa?" aku melihat wajahnya yang sedang panik. Dia pun langsung membantuku berdiri dan menggotongku menuju kasur.

Dia membawakanku obat yang berada dimeja tadi. Tampak wajahnya berseri melihatku siuman. Dia membantuku meminum obat yang diberikan dokter tadi. cih obatnya pahit sekali. Mikasa tersenyum melihat wajahku. "mi...mikasa terimakasih telah datang." Wajah mikasa tampak berubah setelah mendengar perkataanku. Dia berdiri dari bangku dan langsung bersandar didadaku. "aku sangat khawatir dengan keadaanmu. aku kira aku tidak bisa melihat wajahmu lagi." Dia berkata sambil meneteskan air mata. Aku meletakkan tanganku dirambut mikasa seraya menenangkan mikasa yang menangis. "sudah mikasa kamu jangan menangis. Aku sudah baikan." Dia lalu menatap mataku. Aku mengusap air mata yang mengalir membasahi matanya yang indah.

"mungkin sekarang bukan waktu yang tepat untuk mengatakan hal ini. Tapi mikasa selama ini aku." mikasa menghentikan perkataanku. Dia mengarahkan jari telunjuknya kearah bibirku. "aku tahu apa yang ingin kau katakan." Aku terdiam mendengarnya. "aku tahu selama ini kamu menaruh perasaan terhadapku." Jadi selama ini mikasa mengetahui perasaanku? "i...iya mikasa. sejak pertama kita berjumpa dulu, aku sudah menaruh perasaan padamu." Aku berkata sambil menatap mikasa. Tampak mikasa tersenyum mendengar perkataanku. Dia bangun dari pangkuanku menuju jendela. Dia membuka jendela sambil menikmati angin yang memasuki ruang perawatan. Dia kemudian melepaskan syal merahnya dan langsung melemparkannya keluar jendela.

Mikasa apa yang sedang kau pikirkan?

Suara dari depan pintu mengagetkanku. Entah siapa sekarang yang akan masuk dan menjengukku. Apakah eren, armin atau bahkan jean. Orang itu pun membuka pintu dan langsung masuk. Aku kaget bahwa yang datang adalah annie.

"maaf mikasa aku terlambat. [melihat kearahku] Eh [nama] sudah sadar? Bagaimana kondisinya mikasa?"

"dia sudah sadar tapi belum pulih seratus persen."

Mikasa menjawab pertanyaan annie dengan senyuman. Entah apa yang terjadi diantara mereka berdua. selama ini yang pernah kuingat adalah bahwa baik mikasa maupun annie tidak pernah berbicara seakrab ini.

3 jam kemudian...

Hari sudah mulai malam, kami bertiga masih berada dalam ruang perawatan. Mikasa sedang berbincang dengan annie sementara aku masih tergeletak diatas kasur. Dokter mengijinkan mereka tinggal beberapa jam lagi untuk menemaniku.

"psst... ayo annie cepat lakukan."

"ta...tapi mikasa apakah kamu yakin tentang hal ini? apakah kamu akan cemburu?"

Tampak mikasa dan annie tengah membicarakan sesuatu tentangku. Aku melihat kearah mereka dengan tatapan biasa. Tiba-tiba annie melangkah kepadaku dan langsung mendekatkan wajahnya kepadaku. Dia pun langsung menciumku. Wajahku seketika memerah.

"a...annie. mengapa kamu menciumku?"

"mmhh... anu [nama] mungkin ini merupakan ciuman terakhir untukmu."

"apa maksudmu?"

Mikasa terseyum mendengar perkataanku. Dia lalu melangkah mendekati dan berdiri disamping kiriku.

"hus. Diam [nama]. Sekarang belum saatnya kamu mengetahui hal ini."

"yasudah kalau begitu. Lebih baik aku tidur saja."

Aku membalas perkataan mikasa dengan nada rendah. Rahasia apa yang sedang mereka berdua sembunyikan dariku. Aku hanya bisa berpikir keras dalam keadaan ini.

Dokter tiba dan memberitahukan bahwa waktu jenguk sudah habis. Dia kembali menuju kantornya untuk mengurus pasien lain. Aku berharap dapat bersama mereka lebih lama lagi tapi apa boleh buat dokter menyuruh mereka untuk pulang.

"wajahmu jangan sedih begitu [nama]. Besok kita berdua akan kembali lagi kok [tersenyum]"

Annie dan mikasa lalu mendekatkan wajah mereka berdua. mereka berdua menciumku lagi. Annie mencium keningku sementara mikasa mencium bibirku.

"[nama] cepat sembuh ya."

Mereka berdua meninggalkanku. wajahku memerah setelah mendapatkan ciuman dari mereka berdua. 


Mikasa, oh MikasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang