Jealous aren't you?

192 7 5
                                    

SP Mikasa

Aku tidak tahu mengapa dia lebih tepatnya lagi ALICE! Berada di sini. Aku kesal jengkel dan ingin kupukul wajahnya. Memang benar aku, Alice dan Annie 'berbagi kebahagiaan' saat di hotel dulu tapi ini sangatlah ekstrim. Mengapa juga dia datang ke SMA Maria?. Apa benar [nama] masih memiliki perasaan padanya? Aku harus memastikannya. Aku akan melakukan segala cara agar [nama] tidak berpaling dariku.

Kini aku sedang terbaring ditempat tidurku tidak ingin melakukan hal yang tak berguna. Hanya terbaring menatap langit-langit. Kosong. Sepi. Sendirian. Aku tidak ingin hubunganku dengan [nama] berakhir. Apa aku terlalu posesif? Apa aku terlalu protektif? Huh mungkin semua itu benar.

---

Eren dan Armin memperhatikanku secara seksama. Keduanya tampak ingin mengatakan suatu hal tapi tak pernah terucap oleh keduanya. tatapan Eren sangat canggung, sementara Armin melirikku dengan cemas.

"mengapa kalian berdua menatapku sedari tadi?" tanyaku. Dingin datar itulah intonasi suaraku.

"he...he... ti...tidak Mikasa. kami hanya mmhh melihat mmhh sudahlah lupakan saja semua ini. he...he." Armin berkata senyuman gugup nampak diwajah. Eren disisi lain mengalihkan pandangannya tak berani menatapku tepat dimata.

Perjalanan menuju sekolah sangatlah membosankan. Aku mendengar lagu yang selalu membuatku tenang. Ya lagu ini aku temukan disalah satu playlist di hp milik [nama]. Saat pertama mendengarnya dulu, hatiku langsung tersentuh dan entah mengapa lagu ini selalu membuatku ceria. Tapi hal itu tak terbukti sekarang. Hanya suara biasa yang terdengar. Tak ada perasaan ceria yang selama ini terasa.

---

Duduk ditempat seperti biasa melirik kearah pintu, aku menunggu kedatangan [nama]. Mencoba meluruskan semua yang terjadi kemarin. Mengenai datangnya Alice dan hubungan keduanya yang sangat membuatku tak nyaman. Kulirik kearah bangku belakang, dan disana Annie termenung. Menundukkan wajahnya diatas meja. Tampak ada sesuatu yang mengganggu pikirannya. Perlahan berjalan, menepuk pundaknya setelah kusampai.

"oh Mikasa. aku kira siapa. Apa yang ada bisa kubantu?" Annie berkata. memaksakan senyuman kecil diwajah.

"apa ada yang mengganggu pikiranmu Annie? kau boleh berbicara padaku jika memang ada." Balasku padanya.

"mmhh kau selalu saja pada intinya. Ya sebenarnya ada yang sedang mengganggu pikiranku." Balas Annie. suaranya rendah tampak seperti kesedihan sedang membayangi. Aku menghela nafas dan duduk disampingnya.

"ayahku tidak akan pulang selama 3 bulan lamanya." Annie berkata kembali. Dia menundukkan wajahnya berusaha menahan air mata yang ingin keluar begitu saja.

"maksudku mengapa ayahku selalu saja mementingkan pekerjaan ketimbang anaknya? Selama ini aku sudah bersabar dengan semu itu tapi tampaknya kesabaran itu sudah habis. Percuma saja berdebat dengannya karena ayahku tidak akan pernah mengerti."

Aku mengelusnya perlahan-lahan. Memikirkan apa yang dapat kulakukan untuknya. Awalnya dia tampak seperti wanita dingin. Tanpa perasaan tidak peduli dengan semua orang disekitar. Tapi setelah [nama] mengajaknya pergi, semua perilaku dinginnya perlahan hilang.

Seseorang yang kutunggu akhirnya datang. hal yang membuatku geram melihat dia datang bersama dengan wanita itu ALICE.

Wajah Alice sangat ceria dengan lollipop kesukaan menempel dimulut. [nama] datang seperti biasa dengan headset menggantung dikedua telinga. Jaket yang biasa ia pakai, tatapan mata yang lemah, serta desahan nafas lelah dapat kulihat. Dia tersenyum menatap kami berdua. duduk didepan bangkunya yang berada didepan kami berdua.

"hai Mikasa, Annie." ucapnya tanpa peduli tentang kejadian kemarin.

Kudiamkan saja dia, perlahan berjalan menuju bangku disebelah Eren. Menunggu kedatangan guru yang kan mengajar. Tatapanku masih sinis melihatnya. tatapanku terdampar pada Alice yang secara tak terduga duduk didepan Jean si muka kuda.

---

Istirahat, kubersama Annie pergi menuju tempat yang cukup sepi untuk mendengar permasalahan yang menimpanya. Tanpa ada gangguan Sasha dan Connie yang berisik berbincang histeris mengenai stand makanan yang terbuka kemarin. Bahkan Alice ikut dalam diskusi aneh dari keduanya.

Duduk dibangku didekat Gymnasium, berdua kami berbincang. Hal yang membuatku simpati padanya mengingat selama ini hanya kesepian yang menemani.

Ayah macam apa yang lebih mementingkan pekerjaan ketimbang anaknya. Jika pada suatu saat nanti aku bertemu dengan ayah Annie, aku akan konfrontir dia. Berdebat jika diperlukan.

"ingatkan aku jika ayahmu pulang Annie." ucapku padanya.

"huh untuk apa Mikasa?" tanyanya kebingungan.

"aku akan berbicara padanya mengenai permasalahanmu. Bahkan jika perlu aku akan menghajarnya jika ia tidak mengerti sama sekali." Balasku. Genggaman tangan sangat erat. Annie cukup terkejut. Tersenyum kecil melihat determinasi yang kutunjukkan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 24, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Mikasa, oh MikasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang