Chapter 9 - Pasti Bisa!

15.3K 574 6
                                    

Happy reading... :-)

*****

"Alex?"

Alex mengangkat wajahnya dari Daniella, begitu juga Daniella yang langsung melihat kearahku tanpa melepaskan pegangan tangannya pada lengan Alex.

Aku saja yang menjadi calon istrinya tidak pernah seperti itu. Sepertinya aku memang sudah jatuh cinta pada Alex. Padahal Alex tidak melakukan apapun.

Kualihkan pandanganku pada Alex. Dia terlihat marah. Kenapa malah dia yang marah?

Dengan cepat Alex melepaskan genggaman Daniella dan langsung menarikku ke tempat yang agak sepi.

"Apa maksudmu membeli gaun seperti itu? Ingin memperlihatkan tubuhmu pada semua laki-laki disini? Ingin memamerkan lekuk tubuh indahmu itu, huh?!" Walaupun suaranya kecil tapi nada tajam urung membuatku takut.

"Ap-apa mak-aksu-sudmu Al?" Gugup. Sudah pasti. Bagaimana bisa aku tidak gugup dihadapan macam kelaparan yang tidurnya diganggu?

Dia tidak menjawab. Sepertinya dia sedang menenangkan emosinya yang belum kumengerti sebabnya.

Akupun berpikir dan menelaah perkataannya barusan selagi Alex masih terdiam membuang muka.

"Maksudmu gaun ini? Gaun yang kamu minta pada pegawai butik itu."

"Oke. Kita lupakan masalah ini." Katanya tiba-tiba.

Apa maksudnya? Melupakan masalah ini? Masalah apa? Gaunku atau aksi mesranya?

"Tunggu." Kutahan lengannya saat ia hendak pergi, dan kubuat kami berhadapan.

"Jelaskan alasan kenapa kamu marah sama aku. Dan lagipula harusnya aku yang marah karena aksi kamu sama cinta pertama kamu itu." Dia terlihat terkejut dengan ucapanku barusan, sedangkan aku hanya diam menatapnya datar.

"Bagaimana kamu tau?"

"Ellise. Dia sahabatnya Daniella." Aku sudah bertekad pada diriku sendiri bahwa aku akan berusaha mencintainya dan tidak ada yang kututupi darinya. Tapi ternyata berbeda dengan Alex.

"Aku tidak suka kau berdekatan dengan Ronald, dan banyak laki-laki muda disini yang terus saja memandangimu!"

"Jadi kau cemburu, huh?" Aku tersenyum menggodanya.

"Ti-tidak!" Jawabnya salah tingkah.

"Sudahlah, mengaku saja pak guru.." aku malah tambah senang menggodanya.

"Sudahlah, ayo aku kenalkan dengan relasiku." Lalu dia menggandeng tanganku.

"Padahal aku cemburu sama kamu Al. Apalagi pas Daniella -"

Ucapanku terhenti saat Alex tiba-tiba saja mengecup bibirku.

"Alex!" Pekikku tertahan. "Kau gila ya?!"

"Ya, karenamu."

Blush. Kurasakan pipiku memanas lalu Alex langsung melingkarkan tangannya pada sekeliling pinggangku dan membawaku untuk mengenalku sebagai calon istrinya.

Senang. Sudah pasti.

»»»»» skip «««««

Selesainya acara pertunangan itu, Alex mengajakku kesebuah pantai. Pantainya sepi dan indah. Tidak ada penerangan lampu selain cahaya bulan yang memantul dari air yang bergerak tenang.

Kami berjalan di tepi pantai sambil memegang sepatu kami masing-masing.

"Mau ngapain?" Tanyaku setelah 5 menit lebih berdiaman.

"Nothing."

"Ngobrol boleh dong." Kataku sambil tersenyum.

"Waktu itu kamu bilang masih cinta sama Wilona. Terus kalau sama Daniella, kamu ada perasaan apa?" Tanyaku pelan.

Terdengar helaan napasnya. "Awalnya kita sahabat sejak kecil. Kami saling mengenal satu sama lain. Sejak dulu aku menganggapnya sahabat, tidak lebih. Tapi berbeda dengannya, dia ingin kami menikah. Dan hari itu datang. Daniella divonis terkena penyakit jantung. Jantungnya lemah. Dia meminta padaku untuk menikahinya, tapi aku menolak. Itu membuat jantungnya tambah lemah, akhirnya aku menyetujuinya dan kami menjadi kekasih, padahal saat itu aku dan Wilona sedang menjalin hubungan." Terdengar dari suaranya sedih, kecewa, menyesal, marah, semuanya menjadi satu.

"Daniella dipindahka ke Jerman karena kesehatannya memburuk, dan sekarang dia kembali dalam keadaan sehat, dia menagih janjiku untuk menikahinya. Banyak orang menganggap dia adalah cinta pertamaku karena ulah Daniella. Kau tau dia suka 'bicara'"

Kami terdiam beberapa saat. Ini masalah. Hubungan kami yang baru akan dimulai sudah mendapat masalah sebesar ini. Menyakitkan. Memang.

"Jadi, sekarang gimana? Hubungan kita masih seumur jagung. Aku tak yakin bisa melewatinya."

Kami berhenti berjalan dan berdiri saling berhadapan.

"Percaya padaku. Aku lebih memilih mempertahankan hubungan kita. Sampai sekarangpun aku hanya menganggapnua adik, tidak lebih." Katanya serius.

"Hanya berikan aku semangat." Katanya tersenyum sambil mengelus pipiku dengan tangan lebarnya.

"Semangat Al! Aku yakin kamu pasti bisa! Semangat!" Kataku bersemangat. "I trust you."

*****

Makasih banget yang udah vote dan follow aku.. Itu buat aku terus semangat!

:-):-):-)

Smart Girl And Young TeacherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang