Chapter 6 : His Action

6.4K 922 170
                                    

OverProtective

Kamu mengendap-endap di antara rak-rak sepatu para murid. Sejak pagi, kau terus merasa gusar sejak dari rumahmu hingga ke sekolah. Karena perkataan Karma semalam, kau jadi terus kepikiran. Mungkinkah dia akan melakukan sesuatu hal buruk padamu? Ataukan suatu yang menyeramkan pada orang lain lagi? Atau jangan-jangan dia akan menghipnotismu? Banyak sekali pikiran negative yang melesat masuk ke kepalamu dan berputar-putar di otakmu.Kau terlalu sibuk dengan prasangka-prasangka buruk hingga tak sadar kalau kau sudah tiba di depan loker sepatumu. Kau menghela nafas panjang. Rasanya lelah kalau terus bersikap waspada seperti ini.

Kau pun membuka loker sepatumu dan hendak menukarkan sepatu dengan Uwagutsu, tapi ada hal yang sukses membuatmu terkejut di pagi hari ini ketika melihat keadaan lokermu yang tampak sangat buruk di dalamnya. Banyak sampah basah yang berbau busuk dan ada juga bangkai tikus menindih uwagutsumu. Kau spontan menutup dengan kasar lokermu dan terduduk lemas. Semua murid yang lewat juga sempat melihat keadaan lokermu yang hancur itu dan mulai bergosip tanda prihatin. Kau merinding dan mulai mengeluarkan keringat. Akibat syok, tanganmu jadi dingin dan lembab. "Siapa... Yang melakukanya?" tanyamu lirih.

"Ah, (Name)..." kau menoleh ke belakang tepat ketika mendengar suara itu dan lagi-lagi kau menemukan sosok Karma dan kini tengah tersenyum cerah padamu "Pagi... Ada apa? pagi-pagi kau terlihat syok begitu?" tanyanya dengan ramah hingga mengundang rasa cemburu pada beberapa siswi di sana. Kau menatap nanar ke arahnya. Prasangkamu yang buruk entah mengapa selalu tertuju pada lelaki yang kini tengah berdiri dengan tampang tanpa dosa. Setelah beberapa lama kau memandangnya, akhirnya Karma mengeluarkannya juga. Senyuman yang tampak biasa saja tapi terdapat suatu muslihat di dalamnya. Kau sudah dapat menebaknya—

Kali ini, apa lagi ulahnya?

.

.

His Action

.

.

Kau berlari menuju kamar mandi dan segera memasuki salah satu ruang kecil yang berjajar di dalamnya. Lantas kau langsung muntah-muntah setelah mengunci pintu Wc. Baru pagi tapi kau sudah dibuat mual oleh keadaan lokermu sendiri. Siapa sebenarnya yang melakukan hal menjijikkan itu? Sampai memasukkan bangkai hewan mati segala. Kalau seperti itu, bagaimana kau bisa menggunakan lokermu lagi? Memikirkan lokermu sendiri saja sudah membuat bulu kudukmu berdiri secara menyeluruh dan mengeluarkan isi perutmu lebih banyak lagi. "Uhuk! Uhuk!" kau terbatuk-batuk ketika merasa sudah tak ada lagi yang akan keluar dari mulut. Kau bernafas lega dan menyeka mulutmu. Setelah menekan tombol flush, kau keluar dari kamar kecil dan mendapati beberapa siswi seperti sedang menatapmu dengan sinis.

Kau sangat familiar dengan atmosfer yang mencengkam ini. Lagi-lagi tim pembully, begitu pikirmu ketika melihat mereka. "Kau (name), kan?" benar saja dugaanmu, salah satu dari mereka akhirnya maju dan bertanya identitasmu dengan pandangan mata tak bersahabat.

Karena tak bisa bohong, kau pun mengangguk pelan. Tepat ketika kau selesai mengangguk, gadis yang menanyaimu tadi langsung melesatkan tendangan ke arah tulang keringmu. Kau bertekuk lutut seketika karena sakit yang tak tertahankan. "Kudengar kau pacarnya Karma? Menggelikan... Bahkan orang terjelek di dunia ini saja tak akan mau bersamamu." Gadis itu pun mulai menceloteh tak jelas.

"Hei, berdiri!" bentak salah satu pengikutnya.

Entah bodoh atau apa, kau malah menurutinya dan berdiri tegak sebelum kau kembali berlutut karena lagi-lagi kakimu ditendang. "Kudengar lokermu jadi makamnya tikus, ya? Wah, menjijikkan? Pantas saja kau bau bangkai, ahahaha!" ketika pemimpin mereka tertawa, para mpengikutnya pun turut serta.

Kau masih diam mengunci mulutmu. Lebih baik diam dari pada memperburuk keadaan, begitulah pikirmu. "Hei," salah satu kaki pembully itu mendarat di kepalamu dan mendorongmu sampai wajahmu membentur lantai "hei, kau tahu, kan kami ini anak kelas tiga yang tak bisa dilawan? Sekali kau merebut kesukaan kami, kau akan selalu seperti ini sampai menghilang." Kalimat peringatan itu jujur saja menusuk telingamu. Nadanya yang dingin, perlakuannya yang bengis, dan tatapannya yang seperti Karma itu rasanya sudah cukup kau terima. Bohong kalau kau tidak takut. Kau itu sangat takut, meskipun memasang wajah tanpa emosi sekalipun, karena pada dasarnya kau memang belum terbiasa dengan semua ini, meskipun sudah sering mengalaminya belakangan ini. "Ingat, ya? Jauhi Karma jika kau ingin hidup sejahtera di sekolah ini." setelah kalimat penutup, rombongan kelas tiga itu pergi meninggalkanmu yang masih tersungkur di lantai wc.

Kau berdiri secara perlahan dan berjalan keluar dengan tertatih-tatih. Di depan pintu toilet kau menangkap sosok lelaki bersurai merah, seperti sengaja menunggumu. Kau menatap hampa Karma yang juga sedang menatapmu. "Pasti sakit," ujar Karma "tendangan di tulang kering itu adalah bagian strategis." Lanjtunya.

Kau masih menatap Karma tanpa mengeluarkan satu kata pun. "Pasti sangat berat kalau diperlakukan seperti itu terus oleh kelas tiga. Mereka terkenal garang di angkatannya," kamu masih menyimak perkataan Karma "beda ceritanya kalau ada yang melindungimu dari Kakak-kakak itu."

Kau masih diam dan mengindahkan pandanganmu dari Karma menuju ke permukaan. Karma menghela nafas dan menepuk kepalamu. Lantas lelaki ini pun berbalik dan pergi begitu saja meninggalkanmu yang sepertinya sedang memikirkan sesuatu. Di balik itu, Karma yang sedang menjauhimu kini memancarkan seringainya yang khas.

***

Setelah itu pun, seharian kau mendapatkan berbagai macam tindasan yang kelewat ekstrim. Saat kau kembali ke kelas, buku catatanmu sudah tersobek-sobek. Tasmu yang dibelikan oleh Ibumu ketika ulang tahun digunting-gunting. Dan isi tasmu yang lain telah mengambang di kolam renang sekolah yang kotor dan penuh lumut karena sudah lama tidak dipakai. Seharian ini kau sibuk membereskan segala hal yang telah dilakukan kakak kelas tiga itu. Sampai akhirnya kau berdiri di pinggir kolam yang kotor.

Kau mematung di sana. Kolamnya lebih kotor dari dugaanmu. Bahkan di dasarnya tampak pula serangga-serangga dan kau sebenarnya agak benci serangga. Kau menghela nafas berat. Kau terjongkok di sana meratapi nasibmu. "Aku benci! Aku benci Kakak kelas itu!" tukasmu pada diri sendiri "Kenapa selalu aku? Padahal aku tak berbuat salah apa pun! Padahal sampai kemarin aku masih orang biasa! Kenapa malam itu aku harus memergoki si Karma!" ratapan nasibmu pun tetap saja berakhir dengan nama Karma. Dengan menyalahkan lelaki bermuka seribu itu. Kau kembali berdiri dengan linangan air mata yang tahu- tahu sudah menggenang di kelopak matamu. Kau mengusapnya begitu sadar dan berjalan mendekati tepi kolam.

Kau menatapi kolam itu dan meneguk ludah. Antara ragu dan tidak. Apa kau perlu menyelami kolam ini hanya untuk mengambil barang-barangmu? Tentu saja, di kolam itu terdapat dompet milikmu yang sudah kau simpan selama beberapa tahun. Kau tak begitu rela jika kau kehilangan barang-barangmu dengan cara begini, tapi di sisi lain juga kau tak mau merelakan diri untuk nyebur ke air kotor ini. "Hah... memang sebaiknya pakai jaring. Kenapa aku tak memikirkannya." Ide cemerlang pun menghampiri kepalamu yang terbebani itu. Kau berniat membalikkan tubuhmu tapi sebuah tangan mendorongmu dengan keras secara tiba-tiba hingga membuat tubuhmu oleng. Tepat dipinggir kolam kau terdorong dan—Byur! Kau terjebur ke dalam kolam kotor itu.

Kau meronta-ronta di dalam air. Sungguh kau merasa jijik tercebur ke dalam air kotor ini. Pikiranmu kosong seketika. Kau tak bisa menahan nafasmu, hingga pada akhirnya kau melihat seseorang menyelam juga dan mendekat padamu. Di dalam air itu, kau melihat tampang Karma lagi. Dengan tampang panik dan cemas. Setelahnya, lelaki itu menarikmu keluar dari air dan membawamu naik. Kau segera mengambil nafas sebanyak-banyaknya begitu sampai di permukaan.

"Kau tak apa, (name)?" tanya Karma.

Kau menggertakkan gigi "Apanya yang tak apa-apa!" bentakmu "pertama, lokerku dipenuhi barang busuk! Lalu semua barangku dihancurkan dan aku didorong ke dalam kolam kotor ini! Apa itu keliatan baik-baik saja menurutmu!" kau mengambil nafas terdahulu "Aku sudah tak tahan! Mereka terus menyiksaku meskipun aku tak berbuat salah... Ini memuakkan..." suaramu mulai bergetar "Sudahlah aku tak tahan lagi... Karma... Lakukanlah sesuatu... Lakukan seperti apa yang lakukan sebelumnya pada orang itu..." perkataan yang dinanti Karma akhirnya terlontar juga dari mulutmu. Entah kau sedang kerasukan apa, tapi yang pasti perkataanmu itu keluar begitu saja karena emosimu yang sudah tak terhankan.

Karma menampakkan seringainya yang khas lagi dan mengusap kepalamu "Apapun yang terjadi, aku akan selalu melindungi, (name)..." gumamnya lirih "akhirnya kau berubah sesuai keinginanku..."

.

.

.

TBC

OverProtectiveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang