Chapter 20: Perfect Destiny

4.8K 612 217
                                    



Overprotective

Kringgg... Kriingg... Kriiingg... Pik... Dalam keadaan masih setengah bangun, kau mematikan bunyi alarmmu. Lalu dengan mata yang masih menyipit berat, kau memaksakan diri melihat jam di layar ponselmu. Matamu baru mau terbuka lebar begitu kau tahu sekarang sudah pukul 8 lewat. Bahkan tubuhmu yang tadi masih belum ingin bekerja kini tanpa paksaan segera bergerak. Kau bangkit dari ranjangmu lantas bergegas ke kamar kecil. Di sana kau menggosok gigi dengan kasar dan cepat lalu mencuci muka.

Pun kau beralih pada meja riasmu yang berada di kamar. Kau mendadani wajah polosmu itu dengan riasan seadanya. Lipstick, bedak, perona pipi, maskara, dan akhirnya parfum dengan aroma buah-buahan yang lembut. Kau tersenyum puas memandangi dirimu yang cukup sempurna. Setelah itu, kau beranjak dari depan kaca menuju lemari. Di sana kau mengambil tas kulit berwarna krim dan berjalan cepat menuju teras dalam rumahmu.

Kau merasa tidak sempat untuk sarapan barang sedikit pun. Maka kau langsung memakai sepatumu dan akhirnya berlari kecil keluar rumah setelah mengunci pintu kamar apartemenmu. Suara merdu burung dan aroma alam yang asri segera menyambut pagimu. Kau menghela nafas sembari melihat ke langit, senyumanmu merekah cerah sama seperti matahari pagi ini. Setelah itu mengindahkan mata pada kalender di ponsel layar sentuhmu.

"Ini hari peringatan kematiannya, ya?" Kau mendengus di tengah gumamanmu "Waktu sangat cepat berlalu, ini sudah 10 tahun semenjak kematiannya."

.

.

.

Perfect Destiny

.

.

.

"Biasanya yang menyebabkan rambut rontok adalah stress. Apa anda memiliki masalah belakangan ini?" Tanyamu pada seorang pasien wanita saat ini.

"Ya, begitulah. Anda tahu, menjadi Ibu rumah tangga itu tidak mudah. Saya harus pintar mengurus pengeluaran rumah. Anak saya ada 8 dan suami saya selalu dinas keluar kota. Rasanya belakangan ini saya bahkan tidak bisa bersantai," keluh wanita itu sambil memijat kepalanya pusing.

Kau tersenyum, "Anda mempunyai 8 anak? Wah, anda beruntung sekali. Ada yang bilang, kan anak adalah harta titipan Tuhan. Anda harus merawat mereka baik-baik. Saya yakin Wanita hebat seperti anda dapat menjalani kehidupan rumah tangga yang baik."

"Ahahaha, anda pandai berbicara, dokter. Tapi, maaf, apa dokter belum memiliki kekasih? Dokter secantik anda pasti sudah mempunyainya, bukan?" Tanya Wanita itu mendadak.

Kau tertawa garing, "Sampai saat ini saya belum memilikinya, sayang sekali. Nah, untuk menangani stress anda, saya sarankan anda harus lebih banyak merilekskan diri di tengah-tengah waktu kosong. Sering-seringlah berjalan santai bersama anak-anak anda. Biasanya tawa mereka akan membawa ketenangan bagi seorang Ibu, bukan?"

"Benar. Semua anak-anak yang bahagia akan mengusir semua stress orangtuanya, ahahaha. Sepertinya anda suka sekali pada anak-anak, Dokter."

"Ya, saya suka sekali. Mereka sangat lucu dan menggemaskan," responmu sebaik mungkin.

"Kalau begitu saya permisi. Terimakasih atas bantuannya, Dokter (Name)." Akhirnya wanita itu berdiri. Ia membungkuk sekali sebelum akhirnya pergi dari ruangan praktekmu.

Kau mendengus diam sambil tersenyum tipis memandangi punggung pintu beberapa saat sebelum kau memutar kursi kembali menghadap meja. Kau menulis beberapa laporan hari ini di sebuah kertas. Pasien hari ini tidak terlalu banyak. Pekerjaanmu pun lebih cepat selesai. Tok, Tok... "(Name), aku masuk, ya?" Kau mengenali suara sahutan dari balik pintu itu, pun memutar kursimu menghadap pintu dan mengabaikan sejenak kegiatanmu.

OverProtectiveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang